HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Pemilu sebagai Wujud Kedaulatan Rakyat

Kemala Trisnasari Mahasiswi Semester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon   Lentera24....

Kemala Trisnasari Mahasiswi Semester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon
 


Lentera24.com - Kedaulatan adalah prinsip fundamental dalam sistem pemerintahan yang menandakan adanya kekuasaan tertinggi di sebuah negara untuk mengelola semua urusan pemerintahan secara otonom. Dalam konteks negara yang demokratis, kedaulatan tidak terletak pada penguasa atau lembaga tertentu, melainkan pada rakyat. Warga negara memiliki hak sepenuhnya untuk menentukan arah pemerintahan dan memilih pemimpin yang akan mewakili kepentingan mereka. Ini sejalan dengan prinsip yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa "Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar." Ketentuan ini menjadi dasar utama bagi pelaksanaan kehidupan demokrasi di Indonesia.

Salah satu wujud konkret dari pelaksanaan kedaulatan rakyat ialah melalui pemilihan umum (pemilu). Pemilu adalah proses politik yang memungkinkan masyarakat untuk secara langsung menggunakan hak politiknya dalam memilih perwakilan dan pemimpin di badan eksekutif serta legislatif. Pemilu berperan sebagai alat untuk merealisasikan kedaulatan rakyat sekaligus memperbarui legitimasi pemerintahan secara teratur. Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk mengevaluasi, memperbaiki, dan menetapkan arah kebijakan negara melalui keterlibatan aktif dalam praktik politik. Karena itu, pemilu bukan sekadar kegiatan rutin lima tahunan, melainkan adalah lambang konkret dari keterlibatan masyarakat dalam sistem demokrasi.

Pemilu berperan krusial sebagai sarana untuk mengelola perputaran kekuasaan secara damai, legal, dan sesuai konstitusi. Melalui pemilihan, kekuasaan dapat berpindah tangan tanpa adanya kekerasan dan dengan dukungan yang sah dari rakyat. Pemilihan umum yang demokratis menjadi alat untuk menjamin bahwa kekuasaan senantiasa mendukung rakyat dan tidak disalahgunakan oleh pihak penguasa. 

Dalam hal ini, pemilu bukan sekadar proses administratif, tetapi juga merupakan bagian dari mekanisme pengawasan politik di mana masyarakat berperan sebagai pengawas dalam pelaksanaan pemerintahan. Di Indonesia, prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu diatur secara tegas dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Pemilihan umum diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Prinsip-prinsip ini selanjutnya diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum. 

Pemilu secara langsung berarti rakyat memberikan suara mereka secara pribadi tanpa melalui perantara. Prinsip dasar menunjukkan bahwa semua warga negara yang memenuhi kriteria memiliki hak yang setara untuk memilih serta dipilih. Sementara itu, bebas berarti setiap pemilih memiliki hak untuk memilih tanpa tekanan dari pihak manapun, dan rahasia memastikan kerahasiaan suara masing-masing. Dua prinsip terakhir, yaitu kejujuran dan keadilan, mengharuskan semua penyelenggara dan peserta pemilu untuk menjalankan proses pemilihan sesuai dengan peraturan yang ada tanpa adanya manipulasi atau diskriminasi.

Prinsip-prinsip itu berfungsi sebagai dasar utama agar pemilu dapat secara nyata mencerminkan kedaulatan rakyat. Tanpa adanya prinsip kejujuran dan keadilan, hasil pemilu tidak akan memiliki legitimasi yang kokoh di pandangan masyarakat. Karena itu, lembaga yang mengatur pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tugas penting dalam memastikan integritas serta transparansi di setiap tahap pemilu. Keberhasilan pelaksanaan pemilu sangat dipengaruhi oleh profesionalisme, netralitas, dan integritas lembaga-lembaga tersebut dalam menjalankan tugasnya

Walaupun sistem pemilu di Indonesia telah diatur dengan baik secara konstitusi, dalam prakteknya masih terdapat banyak tantangan yang menghalangi tercapainya pemilu yang benar-benar demokratis. Salah satu hambatan utama adalah meluasnya praktik politik uang, di mana suara masyarakat ditukar dengan kompensasi materi. Praktik ini jelas melawan semangat kedaulatan rakyat, karena keputusan politik tidak lagi didasari pada rasionalitas dan kepentingan bersama, tetapi pada keuntungan pribadi sesaat. Selain itu, penyebaran berita bohong (hoaks) selama periode kampanye juga merupakan ancaman serius bagi integritas pemilu. Informasi yang salah dapat membingungkan pemilih dan menimbulkan perpecahan sosial yang merusak kestabilan politik.

Salah satu tantangan penting lainnya adalah minimnya literasi politik di kalangan sebagian masyarakat. Banyak pemilih yang masih belum sepenuhnya menyadari betapa pentingnya peran mereka dalam sistem demokrasi. Akibatnya, keterlibatan politik sering kali berwujud pasif atau bahkan tidak logis. Fenomena golongan putih (golput), yaitu warga yang memilih untuk tidak memanfaatkan hak suaranya, menjadi tanda bahwa kesadaran politik di sebagian lapisan masih minim. Sebenarnya, keterlibatan langsung masyarakat dalam pemilu adalah syarat pokok untuk menjaga agar sistem demokrasi berfungsi dengan baik.

Untuk menyelesaikan berbagai isu tersebut, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu, media, dan masyarakat sipil. Pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu, sedangkan media berfungsi untuk menyajikan informasi politik yang objektif dan edukatif. Masyarakat juga harus mempertinggi kesadaran politik dengan pendidikan kewarganegaraan serta aktivitas sosial yang mendorong keterlibatan publik. Oleh karena itu, pemilu bukan sekadar ritual politik, melainkan benar-benar menjadi alat bagi rakyat untuk menegakkan kedaulatannya.

Pemilihan umum merupakan gambaran utama dari sistem pemerintahan yang bersifat demokratis. Melalui pemilihan umum, masyarakat mempunyai peluang untuk menentukan kebijakan negara dan memilih pemimpin yang diharapkan dapat memajukan bangsa. Akan tetapi, pemilu akan memiliki arti hanya jika dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan transparansi. Kedaulatan rakyat bukan sekadar slogan, melainkan harus direalisasikan melalui proses politik yang transparan dan melibatkan partisipasi. Dengan demikian, pemilu bukan hanya sekadar kompetisi untuk mendapatkan kekuasaan, melainkan juga wujud dari cita-cita demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan utama dalam pemerintahan.(*)