HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kurangnya Minat Baca di Desa: Tantangan Literasi dan Dampaknya terhadap Kesadaran Politik

Tina Agustin Semester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon Lentera24.com - Membaca ad...

Tina Agustin Semester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon


Lentera24.com - Membaca adalah jendela dunia, karena melalui aktivitas ini seseorang dapat mempelajari banyak hal yang sebelumnya tidak dia ketahui. Sikap dan kemampuan dalam membaca bisa berpengaruh terhadap pengetahuan dan keahlian individu. Semakin sering seseorang terlibat dalam membaca, semakin banyak pula informasi yang dia dapatkan dan semakin tinggi pula kemampuannya di berbagai bidang. Oleh karena itu, pengetahuan yang luas akan sangat membantu dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada dalam kehidupan. Minat membaca yang rendah di masyarakat sangat terkait dengan tingkat pendidikan suatu negara (Galus, 2011). Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, budaya membaca yang baik seharusnya dikembangkan melalui keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat, dengan dukungan dari pemerintah serta pihak-pihak lain yang terlibat.

Namun dalam kenyataannya, masyarakat di pedesaan masih menghadapi tantangan besar dalam membangun budaya baca. Kurangnya akses terhadap bahan bacaan serta rendahnya kesadaran literasi membuat warga desa sulit memahami isu-isu sosial maupun politik yang berkembang di sekitarnya. Menurut saya rendahnya minat baca di desa tidak hanya berdampak pada aspek pendidikan, tetapi juga berpengaruh terhadap lemahnya kesadaran politik masyarakat dalam berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan demokrasi.

Beberapa faktor utama yang memengaruhi rendahnya minat baca masyarakat di desa adalah ketersediaan sarana membaca, peran pendidik, dan dukungan orang tua. Sekolah yang memiliki koleksi buku beragam dan tempat baca yang nyaman cenderung lebih berhasil menumbuhkan minat baca siswa. Sarana baca yang menarik dapat membuat siswa lebih termotivasi untuk meluangkan waktu membaca. Selain itu, pendidik juga memiliki peran penting dalam menumbuhkan minat baca. Guru tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan dalam hal kebiasaan membaca. Ketika guru aktif mengenalkan buku, memberi contoh membaca, serta mengaitkan bacaan dengan pelajaran, siswa akan lebih tertarik untuk membaca secara mandiri.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dukungan orang tua. Keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak membaca di rumah dapat memberikan dorongan besar bagi perkembangan minat baca anak. Orang tua yang menyediakan buku, membacakan cerita, atau memberi waktu khusus untuk membaca bersama akan membantu anak menumbuhkan kebiasaan membaca sejak dini.

Literasi memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran politik masyarakat. Individu yang memiliki keterampilan literasi yang baik akan lebih mudah untuk memahami informasi yang berhubungan dengan politik, menganalisis kebijakan publik, serta bersikap kritis terhadap isu-isu pemerintahan. Di lingkungan desa, rendahnya kemampuan literasi menyebabkan masyarakat cenderung pasif terhadap dinamika politik. Banyak warga hanya menjadi penerima informasi tanpa mampu menilai kebenarannya atau memahami dampaknya terhadap kehidupan mereka. Akibatnya, masyarakat desa rentan terhadap pengaruh isu-isu politik praktis, terutama saat mendekati pemilihan umum. 

Pembangunan literasi sejatinya tidak dapat dipisahkan dari aspek politik. Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menciptakan kebijakan yang mendukung tumbuhnya budaya membaca, misalnya melalui pengadaan perpustakaan desa, bantuan buku bacaan, dan pelatihan literasi digital bagi masyarakat. Namun, pada kenyataannya kebijakan literasi di banyak daerah belum menjadi prioritas utama. Dana desa masih lebih sering dialokasikan untuk pembangunan fisik daripada pengembangan sumber daya manusia. Akibatnya, literasi politik masyarakat desa tidak berkembang, dan kesenjangan informasi antara masyarakat desa dan kota semakin melebar. 

Membangun literasi politik di desa memerlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah desa dapat menginisiasi program baca bersama, taman bacaan masyarakat, atau pelatihan literasi digital. Sementara itu, masyarakat dapat berperan aktif melalui pembentukan komunitas literasi, kelompok diskusi warga, atau kegiatan berbasis edukasi politik. Media sosial dan teknologi digital juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukatif untuk membangun kesadaran politik masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas lokal akan menciptakan ekosistem literasi yang sehat, berkelanjutan, dan mendukung demokrasi yang cerdas.

Rendahnya minat baca di desa bukan hanya masalah pendidikan, tetapi juga masalah sosial dan politik yang memengaruhi kesadaran warga dalam kehidupan bernegara. Kurangnya sarana membaca, minimnya peran pendidik, serta lemahnya dukungan keluarga membuat masyarakat desa sulit membangun budaya literasi. Dampaknya, warga desa menjadi kurang kritis dalam memahami informasi politik dan kebijakan publik. 

Dengan demikian, literasi perlu dipandang sebagai kunci dalam membangun masyarakat yang cerdas, kritis, dan demokratis. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memperkuat budaya baca di desa melalui penyediaan fasilitas literasi yang layak, pelatihan literasi digital, serta penguatan peran guru dan orang tua. Literasi tidak hanya harus ditanamkan di sekolah, tetapi juga di rumah dan lingkungan masyarakat. Dengan meningkatnya minat baca, diharapkan masyarakat desa memiliki kesadaran politik yang lebih baik dan mampu berpartisipasi aktif dalam membangun demokrasi yang bermartabat.(*)