HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Banjir Di Bekasi: Ancaman Nyata dan Upaca Mitigasinnya

Uni Pujiani, Mahasiswi Semester II Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebo...

Uni Pujiani, Mahasiswi Semester II Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Lentera24.com - Bekasi, salah satu kota penyangga utama Jakarta, yang telah berkembang pesat dalam dua dekade terakhir. Dari kota yang dulunya didominasi lahan pertanian dan rawa-rawa, kini Bekasi menjelma menjadi pusat pemukiman, industri dan perdagangan yang sibuk. Namun, di balik gemerlap pembangunan itu, bayang-bayang ancaman banjir semakin membayangi kehidupan warga nya

Setiap musim hujan, banjir menjadi pemandangan yang hamper biasa di sebagian besar wilayah Bekasi. Jalan-jalan tergenang, aktivitas warga terganggu, sekolah diliburkan, dan tidak jarang rumah rumah warga terendam hingga setinggi lutut bahkan pinggang orang dewasa. Banjir sudah bukan lagi menjadi peristiwa alam, melainkan ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup masyarakat perkotaan maupun lainnya.

Potret Banjir di Bekasi 

Wilayah Bekasi, baik Kota maupun Kabupaten, memiliki banyak kawasan yang rawan banjir. Ini adalah data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, frekuensi dan luas genangan banjir Bekasi terus meningkat. Tidak hanya disebabkan oleh hujan lokal, tetapi juga kiriman air dari hulu sungai di wilayah Bogor dan sekitarnya.


Penyebab Banjir di Bekasi

Berbagai faktor berkontribusi terhadap resiko tinggi nya banjir di Bekasi. Faktor utama adalah curah hujan yang sangat tinggi kerap terjadi dalam waktu singkat. Sistem drainase kota yang belum memadai menyebabkan air hujan tidak dapat segera dialirkan ke sungai atau laut, sehingga menggenangi pemukiman.

Selain itu, perubahan tata guna lahan menjadi pemicu signifikan. Lahan hijau yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air kini berubah menjadi Kawasan perumahan dan industri. Permukaan tanah yang tertutup oleh beton dan aspal membuat air hujan tidak meresap ke dalam tanah, melainkan langsung mengalir ke saluran air yang sudah terbatas kapasitasnya.

Tidak kalah penting adalah kiriman air dari daerah hulu, seperti Bogor dan Depok. Sungai-sungai yang melintasi Bekasi, seperti Kali Bekasi dan Kali Cileungsi, kerap meluap akibat volume air yang meningkat drastis dalam waktu singkat.

Dampak Banjir terhadap Masyarakat

Dampak banjir tidak hanya berupa kerusakan fisik. Kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat pun terganggu. Aktivitas pendidikan harus dihentikan karena sekolah tergenang. Banyak pekerja tidak dapat berangkat ke tempat kerja, menghambat perekonomian lokal. Tidak jarang pula warga mengalami kerugian materi akibat kerusakan peralatan rumah tangga dan kendaraan bermotor.

Dari sisi kesehatan, banjir memperburuk sanitasi lingkungan dan meningkatkan risiko penyakit seperti diare, infeksi kulit, serta leptospirosis. Gangguan psikologis juga muncul, terutama di kalangan anak-anak dan lansia, akibat ketidakpastian dan trauma menghadapi banjir berulang.

Seorang teman sekelas saya, yang berasal dari Bekasi, menceritakan pengalamannya menghadapi banjir.  

"Saat banjir datang, listrik padam, air bersih sulit didapat, dan kami harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Rasanya seperti harus memulai dari nol setiap musim hujan," ujarnya.

Strategi Mitigasi yang Diperlukan

Menghadapi kenyataan tersebut, upaya mitigasi menjadi keharusan. Mitigasi banjir di Bekasi harus dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Pertama, pembangunan infrastruktur pengendali banjir harus diprioritaskan. Perbaikan dan perluasan sistem drainase, pembangunan kolam retensi, serta penguatan tanggul sungai perlu dilakukan secara terencana dan berkelanjutan.

Kedua, rehabilitasi ruang terbuka hijau harus menjadi bagian dari kebijakan pembangunan kota. Area resapan air yang tersisa harus dilindungi, dan penghijauan kota harus digencarkan. Selain membantu menahan air hujan, ruang hijau juga meningkatkan kualitas udara dan memperbaiki estetika kota.

Ketiga, pengelolaan tata ruang berbasis risiko bencana harus ditegakkan. Pembangunan di daerah rawan banjir seharusnya dibatasi atau bahkan dilarang. Pemerintah perlu menyusun peta risiko yang akurat dan mengintegrasikannya ke dalam rencana pembangunan daerah.

Keempat, peningkatan kapasitas masyarakat sangat penting. Edukasi tentang adaptasi terhadap banjir, pelatihan evakuasi, serta kampanye menjaga kebersihan saluran air harus dilakukan secara rutin. Program berbasis komunitas seperti Desa Tangguh Bencana (Destana) dapat menjadi solusi efektif dalam membangun ketangguhan warga.

Kelima, diversifikasi sumber penghidupan perlu dikembangkan. Mengingat sektor informal banyak terdampak banjir, pemerintah perlu mendorong usaha-usaha berbasis digital, industri kreatif, atau jasa yang lebih tahan terhadap gangguan bencana.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun strategi mitigasi telah banyak dibahas, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai kendala. Keterbatasan anggaran, kurangnya koordinasi antar instansi, serta rendahnya kesadaran masyarakat menjadi tantangan nyata.

Budaya membuang sampah sembarangan, misalnya, masih menjadi persoalan serius. Sampah yang menumpuk di saluran air memperparah banjir. Selain itu, adanya tumpang tindih kepentingan antara pengembang properti dan pemerintah memperumit pengendalian tata ruang.

Namun demikian, bukan berarti tantangan ini tidak dapat diatasi. Dibutuhkan komitmen politik yang kuat, keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, serta konsistensi dalam pelaksanaan program-program mitigasi.

Harapan ke Depan

Meski masalah banjir tampak kompleks, masa depan Bekasi tetap menyimpan harapan. Dengan kolaborasi erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Bekasi dapat menjadi contoh kota tangguh bencana.

Masyarakat yang sadar lingkungan, pemerintah yang responsif, serta tata kelola kota yang berorientasi pada keberlanjutan akan menjadi kunci. Seperti harapan teman saya,  

"Kami percaya, suatu hari Bekasi bisa bebas dari banjir besar. Tapi untuk itu, kita semua harus berubah, harus peduli, dan harus bergerak bersama."

Bekasi menghadapi tantangan besar, tetapi juga memiliki peluang besar. Dengan kerja keras, tekad, dan semangat gotong royong, banjir bukan lagi menjadi momok yang menakutkan, melainkan titik tolak menuju masa depan yang lebih baik dan lebih tangguh.***