HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Apakah Ada Dasar Hukumnya?

Putri Shabrina Fathriyatul Amaniah, Semester 1, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Nama baik merupakan penilai...

Putri Shabrina Fathriyatul Amaniah, Semester 1, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang

Lentera24.com - Nama baik merupakan penilaian baik menurut anggapan umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang dari sudut moralnya. Nama baik juga dapat disebut sebagai titik kehormatan dari seorang individu yang dijaga serta dijunjung untuk mempertahankan martabat serta harga diri sebagai manusia. Dalam menjaga aspek tersebut, seorang individu cenderung akan berbuat baik untuk mempertahankannya dan apabila hal tersebut dilanggar yang akhirnya mengakibatkan kerugian baik material maupun non material akan dapat dituntut. Salah satu kasus yang berkaitan dengan nama baik ialah kasus penghinaan dan kasus pencemaran nama baik. Kasus pencemaran nama baik, individu akan cenderung menyerang kehormatan seseorang ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan.


Munculnya media sosial menjadi awal perubahan globalisasi yang positif namun pada era ini justru ironi dengan banyaknya kasus yang muncul dikarenakan media sosial. Salah satu kasusnya ialah kasus mengenai pencemaran nama baik yang menjadi isu hangat yang banyak diperbincangkan segala kalangan. Media sosial yang banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah Instagram, WhatsApp, tiktok, Facebook dan lain sebagainya. 


Berdasarkan laporan tahun 2021‘We Are Social’, dari total 274,9 juta penduduk Indonesia, sebanyak 202,6 juta penduduk adalah pengguna internet dan dari angka tersebut 170 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti dengan tingginya angka pengguna media sosial tersebut ternyata juga diikuti dengan tingginya jumlah laporan polisi terkait pencemaran nama baik. Kasus tersebut banyak terjadi karena meniru orang lain dan tidak tahu bahwa terdapat risiko hukum jika melakukannya. UU ITE menjadi salah satu UU yang melindungi masyarakatnya dalam dunia digital. Tujuannya ialah untuk menjamin kepastian hukum untuk masyarakat yang melakukan transaksi elektronik, nendorong adanya pertumbuhan digitalisasi, serta mencegah adanya kejahatan yang dilakukan melalui internet. 


Banyaknya interaksi melalui media sosial yang merupakan sarana berkomunikasi, memang perlu untuk ditertibkan oleh pemerintah untuk menciptakan keamanan. Meski saling berkomunikasi tanpa bertatap muka secara langsung, tentu tetap menjadi kewajiban untuk tetap sopan dan menjaga adab. Memang benar kebebasan berpendapat dijamin konstitusi dan undang-undang, akan tetapi perilaku menyakiti perasaan orang lain dan perilaku melanggar hukum lainnya dalam dunia maya harus tetap dihindari. Maka dari itu, dengan adanya UU ITE masyarakat bukan hanya terlindungi melalui konstitusi nyata namun juga terlindungi pada dunia digital. 


Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah satu dari tujuh aturan hukum Indonesia yang memberikan hukuman penjara pada pelaku penghinaan atau pencemaran nama baik. Sebelum reformasi, hukuman penjara bagi pelaku penghinaan hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310-321. Tapi setelah reformasi, penelitian lembaga riset hukum independen Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) tahun 2016 menemukan setidaknya ada tujuh produk hukum yang memuat pasal-pasal pidana penghinaan, termasuk UU ITE. 


Mereka adalah UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, UU No 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati, dan UU ITE. Pemerintah membuat aturan-aturan baru ini karena menganggap pasal yang terdapat dalam KUHP sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Namun, keberadaaan UU yang semakin banyak ini sangat berbahaya karena rentan disalahgunakan. Salah satunya untuk membungkam kritik terhadap penguasa. Seperti contoh pada tahun 2021 lalu, terdapat kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Medina Zein kepada Marissya Icha, yang mana kasus tersebut Medina terbukti melakukan tindakan pencemaran nama baik melalui media elektronik dan akhirnya ia dijatuhi pidana penjara enam bulan dan denda 50 juta rupiah. 


Dalam perkara ini, Medina Zein dinyatakan bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP dan atau Pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Dalam menjatuhkan putusan ini, hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan untuk Medina Zein. Hal memberatkan yakni perbuatan Medina sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai-nilai etika kesopanan dan tidak mendidik penguna media sosial apalagi ia memiliki banyak followersnya. Sedangkan hal meringankan yaitu Medina belum pernah dihukum, ia merupakan seorang ibu dari dua orang anak yang membutuhkan perhatian dan bimbingan dari seorang ibu, mengakui bersalah dan bersedia memohon maaf kepada saksi Marissa Mulyana, dan memiliki gangguan jiwa bipolar sehingga memerlukan perawatan intensif.


Larangan dalam tindak pidana pencemaran nama baik ini sudah diatur di dalam pasal 27 dan juga pasal 28 UU ITE pencemaran nama baik No. 11 tahun 2008. Segala bentuk informasi yang akan dilakukan publikasi terlebih dahulu harus memiliki izin dari yang memang bersangkutan, supaya yang bersangkutan tersebut tidak merasa dirugikan akan perbuatan yang akan dilakukan tersebut sehingga nantinya bisa dipertanggung jawabkan. Jika kelak ada sebuah kasus tentang pencemaran nama baik dan pihak yang mempunyai keterkaitan melakukan pelaporan, kami bisa saja dikenai sebuah hukuman pencemaran nama baik yang sudah diatur dalam UU pasal 310,311, dan juga 315 KUHP.


Kendati telah ada aturan yang melindungi individu sari adanya pencemaran nama baik pada media sosial tidak dapat dipungkiri masih tetap ada individu yang berani melakukan hal tersebut. Maka dari itu, diperlukan keseimbangan antara edukasi dan kesadaran individu pengguna media sosial dengan melakukan pembatasan tersebut maka akan dapat menghambat kasus-kasus serupa. Serta edukasi untuk tidak berlaku seenaknya didepan sebuah platform baik digital maupun media sosial agar individu lain tidak merasa dirugikan. Untuk Langkah hukum dalam menghadapi pencemaran nama baik ialah dengan beberapa Langkah yang pertama dapat dilakukan dengan mengumpulkan bukti dan saksi untuk memperkuat laporan seperti disertakan foto, screenshoot atau video saat kejadian pencemaran nama baik tersebut berlangsung serta kumpulkan saksi untuk mempertegas bahwa telah terjadi pencemaran nama baik sekaligus mempermudah penyelidikan lebih lanjut. 


Yang kedua mempersiapkan diri dengan matang. Yang ketiga menyiapkan kuasa hukum sebagai pendamping yang paham akan hukum sehingga jika memungkinkan sebaiknya didampingi oleh kuasa hukum juga dalam membuat laporan tersebut agar anda lebih tertata dan terarah dalam proses pelaporan tersebut.langkah terakhir adalah membuat laporan kepada pihak berwajib dengan melaporka baik secara lisan maupun tulisan.


Pencemaran nama baik menurut hukum pidana sebagaimana yang termaksud dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan sebagai suatu perbuatan menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal maupun dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempel agar diketahui orang banyak. Sedangkan menurut UU ITE, pencemaran nama baik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) yaitu pencemaran nama baik adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. ***