HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Pernyataan Sikap Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Samudra Anti Korupsi : "Hentikan upaya Pelemahan dan Pemberhentian 75 Pegawai KPK"

  Foto : Gedung Universitas Samudera Lentera24.com | LANGSA -- K omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk dalam upaya menyelamatkan u...

 

Foto : Gedung Universitas Samudera

Lentera24.com | LANGSA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk dalam upaya menyelamatkan uang rakyat dari tindak pidana korupsi kini sudah dibunuh secara sistematis. Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai benteng terakhir penyelamat KPK telah gagal menjalankan mandat utamanya sesuai amanat Reformasi dan pembukaan konstitusi karena mengabaikan aspirasi rakyat dengan menolak Pengujian Perundang-Undangan secara FormilUndang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Usaha pelemahan KPK sudah mulai terlihat semenjak direvisinya UU KPK pada 2019 lalu. Penolakan judicialreview (JR) KPK pada tahun 2021 semakin menunjukkan adanya upaya tersebut. Diadakannya tes wawasan kebangsaan (TWK) pada tahun 2021 yang wajib bagi seluruh pegawai KPK melalui revisi UU KPK, membuat adanya 75 pegawai KPK dinonaktifkan karena tidak lulus TWK. Pertanyaan yang diajukan pada TWK ini sendiri juga dinilai tidak etis serta tidak relevan sehingga hanya menjadikan TWK sebagai sebuah kesempatan untuk menyingkirkan pegawai KPK.

Substansi UU KPK secara terang benderang telah melumpuhkan KPK, baik dari sisi profesionalitas maupun integritasnya. Mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, polemik kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), hingga alih status kepegawaian KPK ke Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Hasilnya sudah terbukti, implikasi dari UU KPK tersebut telah mempersulit kinerja KPK, mulai dari kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat menindak kasus tipikor, hilangnya aktor kunci dalam kasus tipikor yang tidak ditemui hingga sekarang, hingga penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi. Selain itu, KPK juga mengalami degradasi etika yang cukup serius. Mulai dari hilangnya barang bukti, praktek penerimaan gratifikasi, pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani pelan tapi pasti telah merusak reputasi KPK yang sejak lama justru jadi satu-satunya harapan rakyat dalam hal pemberantasan korupsi.

Upaya pelemahan KPK secara sistematis kembali dilakukan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Tes tersebut disinyalir menjadi upaya untuk menyingkirkan penyidik-penyidik berintegritas di KPK. 75 pegawai KPK yang diantaranya termasuk Novel Baswedan menjadi korban dari tes ‘abal-abal’ tersebut. Padahal mayoritas diantara mereka saat ini sedang mengawal kasus tipikor besar, seperti kasus korupsi bantuan sosial (bansos), kasus korupsi lobster, serta kasus korupsi berbagai kepala daerah yang kemarin baru saja di tindak.

Tes tersebut dikritik banyak pihak karena tidak memiliki komponen penilaian yang profesional dan cenderung menyerang privasi, seperti pertanyaan yang menyinggung keyakinan seseorang, rasis, seksis, serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang tidak relevan.

Ketua KPK telah bertindak sewenang-wenang dengan rencana pemberhentian 75 pegawai KPK. Dalam Ketentuan Peralihan UU KPK, dijelaskan bahwa KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019. Seharusnya, pimpinan KPK saat ini Firli Bahuri wajib mematuhi aturan hukum dan putusan MK yang telah menegaskan bahwa peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri. 

Hal ini kami nilai sebagai penyiasatan hukum dari Ketua KPK yang sejak awal memiliki kepentingan dan agenda pribadi untuk “menyingkirkan” para pegawai yang sedang menangani perkara besar yang melibatkan oknum-oknum yang memiliki jabatan strategis. Berbagai kasus terkait pembunuhan KPK yang terjadi saat ini semakin membuktikan bahwa implikasi dari Revisi UU KPK dan masuknya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK telah membunuh pemberantasan korupsi itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Samudra Antikorupsi menyatakansikap sebagai berikut: 

1. Mendesak Ketua KPK untuk membatalkan hasil seleksi TWK dikarenakan pertanyaan-pertanyaan TWK yang bersifat pribadi, serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan wawasan kebangsaan seseorang apalagi antikorupsi;

2. Mendesak Ketua KPK untuk membatalkan pemberhentian terhadap 75 pegawai KPK yang jelas-jelas melakukan tindakan Inkonstitutional dengan tidak mematuhi arahan Presiden dan Putusan MK;

3. Mendesak Ketua KPK bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, sebagaimana arahan presiden yang telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan PP Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN. Dalam Ketentuan Peralihan pegawai KPK, dijelaskan bahwa mekanisme peralihan status kepegawaian KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapundiluar desain yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan Putusan MK Nomor 70/PUUXVII/2019. Sebab, para pegawai KPK yang terancam di nonaktifkan tersebut selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasi serta integritasnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak perlu diragukan;

4. Mendesak Ketua KPK untuk menyudahi segala bentuk tindakan yang ditujukan sebagai bagian yang kami anggap menjadi bentuk proses pelemahan KPK lebih lanjut; serta

5. Mendesak Presiden membentuk Tim Investigasi untuk memeriksa proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN yang dalam hal ini berbentuk TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yangmelibatkan partisipasi publik secara luas untuk melakukan investigasi yang menyeluruh atas dugaan upaya untuk menyingkirkan pegawai KPK yang kami anggapberdedikasi tinggi serta berintegritasdi KPK.

Demikian pernyataan sikap Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Samudra Antikorupsi ini dibuat sebagai respon terhadap isu pelemahan KPK yang secara masif dilakukan saat ini. [] L24-Redaksi