Lentera24.com | JAKARTA -- Pandemi COVID-19 tidak serta merta menghentikan peredaran hoaks di tengah masyarakat. Justru hoaks terkait pengo...
Lentera24.com | JAKARTA -- Pandemi
COVID-19 tidak serta merta menghentikan peredaran hoaks di tengah masyarakat.
Justru hoaks terkait pengobatan dan penanganan hoaks, serta informasi salah
seputar vaksin dan vaksinasi masih banyak ditemukan di lapangan. Hal ini perlu
dijawab dan diluruskan oleh sumber-sumber informasi yang terpercaya.
Dr Julitasari Sundoro, MSc, MPH,
pemerhati imunisasi menjelaskan dirinya terkadang tidak mengerti kenapa
orang-orang mau repot-repot membuat hoaks. “Karena hal ini merugikan program
vaksinasi, sehingga berimbas pada rendahnya cakupan vaksinasi, tidak hanya
vaksinasi COVID-19,” terangnya dalam Dialog Produktif KPCPEN bertema Hindari
Hoaks seputar Vaksinasi, Kamis (3/6/21).
Dr. Julitasari, berpesan agar masyarakat
harus mendapat penjelasan dari institusi yang kredibel dan dapat dipercaya.
“Institusi seperti Kemenkes dan Kemkominfo perlu jadi rujukan agar masyarakat
jangan menelan mentah-mentah suatu berita dan informasi. Kita harus cek Kembali
kalau ragu dan tidak langsung menyebarkannya,” ujarnya.
Seperti halnya menjawab keraguan
masyarakat terhadap kandungan vaksin COVID-19, Dr. Julitasari menerangkan
sebenarnya kandungan vaksin COVID-19 ini adalah antigen dari virus SARS-CoV-2,
yang diperlukan untuk membentuk antibodi.
“Apabila mendengar ada demam atau
bengkak di tempat penyuntikan, itu adalah hal yang biasa saja dalam proses
pembentukan antibodi dalam tubuh manusia. Reaksi-reaksi ringan akibat divaksinasi
itu bisa hilang dalam satu dua hari. Dalam kartu vaksinasi pun sudah diberikan
nomor kontak untuk menghubungi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI),” ujar Dr. Julitasari.
Salah satu vaksin COVID-19 yang
digunakan untuk program vaksinasi nasional adalah AstraZeneca. “Vaksin AstraZeneca hadir
di Indonesia sehubungan dengan adanya regulasi dari Kemenkes bahwa vaksin ini
akan digunakan untuk program vaksinasi nasional. Tentu dasarnya adalah
pertimbangan ilmiah dan medis, sehingga kita harus percaya pemerintah kita
telah melakukan evaluasi mendalam sehingga vaksin-vaksin yang telah ditetapkan
layak untuk membentuk herd immunity bagi masyarakat Indonesia,” ungkap Rizman
Abudaeri, Direktur AstraZeneca Indonesia.
Rizman juga menambahkan ketika vaksin
akan dipergunakan oleh suatu negara, harus mendapatkan izin oleh otoritas negara
tersebut. Khusus untuk Indonesia vaksin harus mendapat izin dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM).
AstraZeneca sendiri hadir di Indonesia
sejak 1971, dan pada masa pandemi ini AstraZeneca bekerja sama dengan lembaga
penelitian Oxford untuk mengembangkan vaksin COVID-19 dengan prinsip tidak
mengambil keuntungan, lalu memproduksi vaksin sebanyak-banyaknya untuk
disebarkan secara luas dan merata ke semua negara. Saat ini Indonesia sendiri
sudah menerima kurang lebih 6 juta dosis AstraZeneca dari jalur COVAX Facility.
“Sampai hari ini, ada 400 juta dosis
vaksin COVID-19 AstraZeneca yang sudah diproduksi dan didistribusikan ke 165
negara di dunia. Lalu pada 165 negara dimana vaksin AstraZeneca diedarkan,
selalu memantau perkembangan dari sisi keamanan dan efikasi vaksin COVID-19 tersebut,”
terang Rizman.
dr. Suzy Maria, Sp.PD, Spesialis
Penyakit Dalam turut menambahkan, “Sekarang masyarakat memang banyak menanyakan
soal keamanan vaksin COVID-19, namun di setiap kesempatan kami para dokter
selalu memberikan informasi bahwa efek samping itu wajar terjadi pada vaksinasi.
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir karena efek samping tersebut seringkali
bersifat ringan.”
“Orang-orang dengan penyakit penyerta
justru perlu dilindungi oleh vaksin COVID-19, karena apabila terinfeksi virus
COVID-19, akan memperberat penyakit penyerta yang dideritanya, risikonya jauh
lebih besar apabila tidak divaksinasi,” tambahnya. [] L24-Sai