Oleh: Muhbib Abdul Wahab Rasulullah SAW mengumpamakan Muslim itu seperti lebah. "Mukmin itu bagaikan lebah. Jika hinggap pada ta...
Oleh: Muhbib Abdul Wahab
Rasulullah SAW mengumpamakan Muslim itu seperti lebah. "Mukmin itu
bagaikan lebah. Jika hinggap pada tanaman berbunga, ia memakan sarinya yang
baik, tidak mematahkan maupun merusak yang dihinggapinya." (HR Ahmad, Abu
Syaibah, dan Thabrani).
Hadis di atas memberi isyarat kuat bahwa setiap Mukmin harus belajar
dari manajemen lebah. Setiap Mukmin harus selalu mencari dan mengonsumsi
makanan yang halal dan baik (halalan thayyiban) sekaligus tidak membuat
kerusakan lingkungan.
Makanan yang halal dan bergizi adalah sumber energi kehidupan yang
penuh keberkahan, mendatangkan manfaat, dan memacu produktivitas. Tidak merusak
lingkungan berarti bersikap harmoni pada alam, dan selalu berusaha memakmurkan
dan menyejahterakan umat manusia di muka bumi. Merusak lingkungan berarti
berakibat buruk bagi dirinya dan orang yang ada disekitarnya.
Menurut mufassir Tantowi Jauhari, manajemen lebah itu sungguh unik dan
perlu diteladani. Lebah itu tidak ada yang hidup egois dan individualis.
Sarangnya senantiasa bersih dan terlindung. Hidupnya selalu bersatu,
bekerjasama secara kompak dan saling melengkapi.
Meskipun dipimpin seekor "lebah ratu", komunitas (koloni)
lebah selalu berbagi tugas secara rapi. Ada yang membuat sarang, mencari sari
madu, mengumpulkan bahan makanan, pembuat madu, prajurit, peneliti (terutama
untuk mencari tempat baru), dan sebagainya. Semua bekerja secara
"profesional". Hasil kerjanya dipergunakan untuk kemanfaatan semua
pihak lain, terutama manusia.
Manajemen lebah sungguh efektif dan produktif. Satu koloni lebah yang
berisi puluhan ribu lebah, mampu menghasilkan dua sampai tiga liter madu dalam
satu musim. Bukan hanya madu, lebah juga mampu memberi manfaat lainnya.
Sengatan lebah bermanfaat untuk terapi akupuntur.
Dengan demikian, nilai-nilai manajemen lebah yang patut
diaktualisasikan dalam kehidupan Mukmin adalah kebersihan (lingkungan maupun
makanan yang dikonsumsi), visi dan misi yang terorganisasi secara rapi
(menghasilkan produk yang bermanfaat).
Selain itu, lebah juga sangat menjaga kesatuan dan kerja sama,
mengikuti jalan Tuhan (ketaatan), mobilitas dan produktivitas tinggi, hidup
harmoni dengan alam (tidak merusak, tapi justru membantu penyerbukan bunga pada
suatu tanaman), dan selalu berprinsip memberi kemanfaatan (obat dan minuman
sehat) bagi orang lain. Perhatikan (QS an-Nahl [16]: 68-69).
Nabi SAW menegaskan ayat di atas dengan menambahkan; “Jika engkau
bergaul dengannya, ia memberimu manfaat; jika engkau ajak bermusyawarah, ia pun
memberi manfaat; jika engkau ajak berdiskusi, ia mau memberi manfaat. Segala
aktivitas (hidupnya) memberi manfaat. Demikianlah, lebah dengan segala
aktivitas dan produknya selalu bermanfaat." (HR al-Baihaqi).
Meneladani manajemen lebah itu, mengharuskan setiap Mukmin untuk
bersikap, berpikir, berbuat, dan berkarya demi kemanfaatan dan kemaslahatan
bagi orang lain. Karena, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak
memberi manfaat bagi orang lain. (HR at-Thabrani).