HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Lebih Dari Sekedar Warna Kulit: Menggugat Prasangka “Remaja Hitam Pasti Jelek”

Ni Wayan Kesuma Dewi Mahasiswi Semester 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bangka Belitung Lentera24.com - Di tengah perkembangan za...

Ni Wayan Kesuma Dewi Mahasiswi Semester 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bangka Belitung


Lentera24.com - Di tengah perkembangan zaman yang katanya makin terbuka dan inklusif, masih ada saja pandangan sempit yang sulit dihilangkan. Salah satunya, stigma terhadap warna kulit. Ungkapan seperti “Remaja hitam pasti jelek” bukan hanya sekadar candaan tidak lucu—itu bentuk nyata dari prasangka yang masih hidup di tengah masyarakat.

Bagi remaja berkulit gelap, komentar semacam itu bisa membekas dalam. Bukan hanya soal penampilan, tapi tentang harga diri yang pelan-pelan terkikis. Mereka diajarkan, secara tak langsung, bahwa kulit gelap adalah sesuatu yang harus disembunyikan atau bahkan “diperbaiki”. Bahwa cantik, menarik, atau keren itu harus identik dengan kulit putih atau cerah.

Realitanya, masalah ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Di daerah seperti Bangka Belitung, yang dikenal dengan keragaman budayanya, justru bias warna kulit masih cukup kental. Remaja dengan kulit gelap sering menjadi sasaran candaan, atau dianggap kurang menarik dibandingkan teman-temannya yang berkulit lebih terang.

Media dan iklan juga punya andil besar dalam membentuk standar kecantikan yang sempit. Produk pemutih kulit laku keras, iklan menampilkan wajah-wajah cerah yang dianggap ideal, dan karakter berkulit gelap jarang tampil sebagai tokoh utama. Tak heran jika banyak remaja mulai merasa kulit gelap itu “salah”.

Padahal, warna kulit hanyalah satu dari sekian banyak hal yang membentuk siapa kita. Nilai seseorang tidak ditentukan oleh terang atau gelapnya kulit, melainkan oleh karakter, cara berpikir, dan bagaimana ia memperlakukan orang lain.

Kita perlu berhenti menilai orang dari penampilan luarnya saja. Sekolah, keluarga, dan lingkungan sekitar harus menjadi ruang aman yang mengajarkan bahwa semua warna kulit itu indah. Bahwa percaya diri lahir dari penerimaan diri, bukan dari upaya menyesuaikan diri dengan standar yang tidak realistis.

Karena pada akhirnya, yang membuat seseorang berharga bukan warna kulitnya, melainkan siapa dia dan bagaimana ia menjalani hidupnya.***