Rudi H. Putra penerima penghargaan Future For Nature Award suara-tamiang.com | Seorang pengerak lingkungan yang merupakan putra Ace...
![]() |
Rudi H. Putra penerima penghargaan Future For Nature Award |
suara-tamiang.com | Seorang pengerak lingkungan yang merupakan putra Aceh Tamiang bernama Rudi H.
Putra, kemarin (Jumat, 23/02) mendapatkan penghargaan prestisius skala
Internasional dari negara Belanda dibidang konservasi alam. Penghargaan yang
bernama Future For Nature Award ini diberikan Oleh Future For Nature Foundation
kepada orang-orang muda yang dinilai memiliki upaya, inovasi dan semangat yang
kuat dalam menyelamatkan satwa terancam punah dan kawasam konservasi.
Rudi dipilih oleh
10 orang dewan juri yang terdiri dari pakar-pakar konservasi terkenal di
dunia yang tersebar di beberapa negara.
Beliau bersama Samia Saif (WN Bangladesh, upaya penyelamatan Harimau Bangladesh)
dan Dr. Lucy E. King ( WN. Inggris yang aktif dalam konservasi gajah afrika di
Kenya) mengalahkan 98 kandidat dari 45 negara. Rudi merupakan warga negara Indonesia pertama
yang mendapatkan penghargaan ini sejak diadakan.
Penyerahan penghargaan ini diberikan di Burger’s Zoo, Arnhem, Belanda, yang merupakan pusat konservasi satwa liar yang
sangat berhasil dalam mengembangbiakan satwa-satwa di dunia yang didirikan pada tahun 1913 lalu. Pihak mewakili menyerahkan penghargaan ini adalah
Jane Goodall, seorang pejuang
konservasi terkenal di dunia yang menghabiskan waktunya lebih dari 33 tahun
untuk menyelamatkan Simpanye di Afrika; serta Saba Douglas Hamilton, seorang artis/presenter yang mengabdikan
dirinya dalam penyelamatan gajah di Afrika.
Ketiga penerima Award ini pada acara puncak pemberian
award memberikan presentasi tentang kegiatan mereka di hadapan 500 orang
undangan yang terdiri dari berbagai unsur di Negeri Belanda dan undangan
internasional lainnya. Rudi menyampaikan upaya penyelamatan satwa-satwa langka di
Leuser diantaranya gajah, harimau, badak danorangutan yang semuanya termasuk ke
dalam kategori satwa yang terancam punah.
Rudi yang merupakan lulusan Biologi FMIPA Unsyiah dan
saat ini sedang menempuh Magister di Institut Pertanian Bogor dibidang
Konservasi Biodiversitas Tropika, menghabiskan waktunya selama 13 tahun terakhir ini dalam upaya konservasi
satwa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan kawasan konservasi yang
sangat terkenal di dunia Internasional dan menjadi harapan terakhir dunia bagi
upaya penyelamatan beberapa satwa langka. Upaya yang dilakukan selain melakukan
patroli rutin mencegah perburuan satwa liar, beliau juga aktif memimpin upaya
restorasi kawasan hutan yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa
sawit untuk dikembalikan kembali menjadi hutan. Hal ini dinilai sebagai
kegiatan langka di dunia.
Sehari sebelumnya, Rudi bersama ketiga penerima Award
juga diundang untuk memberikan ceramah di depan pengajar dan mahasiswa di Universitas Wegeningen, salah
satu universitas yang terkemuka di Belanda yang banyak melakukan penelitian di
Leuser.
Kontradiktif di
Aceh
Penghargaan Internasional yang diterima oleh Rudi ini
sangat kontradiktif dengan yang terjadi di Aceh, dimana Gubernur Aceh telah
membubarkan Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) yang sebelumnya
berupa badan khusus untuk mengelola kawasan konservasi yang sangat terkenal
itu. Hal ini menjadi keprihatinan banyak undangan yang menghadiri penyerahan
award ini dan mengikuti perkembangan di KEL. Mereka menyampaikannya secara langsung kepada Rudi
pada saat jamuan makan. Mereka berharap
agar keputusan pembubaran ini ditinjau ulang oleh Gubernur Aceh.
Beberapa pakar yang sangat menyayangkan tentang kondisi
di Leuser diantaranya adalah Prof. Dr. Herman Rikjsen dan Dr. Jan Win, dua ahli
terkenal di belanda. Leuser sangat
terkenal di Belanda dan sudah ada sejak jaman penjajahan yang dibentuk atas inisiatif seorang geolog
dan konservasionis Belanda . Dari masa itu hingga sekarang banyak warga Belanda
yang melakukan penelitian di Leuser.
Saat ini, upaya perlindungan dan monitoring kawasan tetap
dilakukan oleh para mantan karyawan BPKEL
walaupun dengan sangat terbatas karena ketiadaan dana sejak BPKEL dibubarkan.
Mereka melakukan kegiatan dengan dana sendiri yang dikumpulkan dari beberapa
anggota atau sumbangan pribadi yang peduli. Hal ini dilakukan untuk mencegah
perburuan satwa serta kerusakan hutan di Leuser. Rudi ditunjuk sebagai ketua
Forum Karyawan BPKEL (FK-BPKEL) yang
dibentuk oleh karyawan BPKEL pada bulan
Desember 2012 lalu sebagai wadah para mantan pekerja agar dapat bekerja demi
mempertahankan kelestarian KEL.