HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Dikotomi Kebenaran Filsafat Dalam Kehidupan

Dwi Parsetyo & Yogi Alidrus)  (Kabid Kaderisasi & Kabid RPK IMM SUPREMASI HUKUM UMM) Lentera24.com - Tentu sudah tidak asing lagi k...

Dwi Parsetyo & Yogi Alidrus) (Kabid Kaderisasi & Kabid RPK IMM SUPREMASI HUKUM UMM)

Lentera24.com - Tentu sudah tidak asing lagi kata Filsafat di telinga kita dalam kehidupan sehari-hari. Apakah yang kita lakukan setiap harinya merupakan kegiatan berfilsafat? Tulisan yang bertema Filsafat Kebenaran ini adalah dua kata yang sangat kaya akan makna nya seperti dua logam yang saling mempengaruhi dan membutuhkan. Kenapa seperti itu? Filsafat diawali dengan kata Philosophia yang artinya Cinta sedangkan Sophia artinya Kebijaksanaan yang jika kita gabungkan “mencintai kebijaksanaan”. Kebijaksanaan adalah pengetahuan yang kita lakukan dan ketika pengetahuan itu bermanfaat kepada orang lain kebenaran ada disana. Saya sangat tidak setuju jika Filsafat dikatakan sebagai Atheis. Perlu dijelaskan bahwa Filsafat adalah ibu dari segala pengetahuan di dunia ini. Inti dari filsafat adalah mempertanyakan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Bahkan kepada eksistensi, dan hal-hal sederhana. Mulai dari hal-hal besar hingga hal-hal kecil, semuanya dipertanyakan dan diuji secara berkali-kali hingga ditemukan suatu pemahaman baru. Hal inilah yang terkadang membuat seseorang menjadi salah faham terhadap Filsafat itu sendiri.


Kenapa tulisan ini dinamakan Filsafat dan Kebenaran? Mulai zaman Rene Descartes sampai ke Martin Heideger Kebebasan untuk menentukan pandangan hidu, cara untuk hidup, dan mendapatkan apa yang diinginkan membuat harapan menjadi penting bagi kehidupan manusia pada umumnya. Kita tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi di massa depan, tetapi kita dapat melakukan apa yang menurut kita baik agar massa depan tersebut dapat sesuai dengan dikotomi harapan kita inilah yang disebut dengan dunia kebenaran. Kebenatan itu sendiri terbagi menjadi dua bagian yang pertama Kebenaran absolut dan kedua Kebenaran Relatif. Kebenaran Absolut adalah kebenaran dari tuhan secara esensial segala sesuatu adalah penciptaanya dan ia maha benar, 


Bagaimana kita bisa tahu bahwa tuhan maha benar? Secara explisit hal tersebut telah tercantum dalam Alquran sebagai pedoman umat manusia khususnya beragama muslim. Sedangkan Kebenaran relatif adalah kebenaran hakiki yang ada dalam tindakan manusia, Ada banyak para tokoh yang mengemukakan soal kebenaran salah satunya adalah Plato. Menurut plato “kebenaran adalah sebuah pencapaian untuk mendapat pengetahuan setinggi - tingginya”. Jika belum mendapatkan pengetahuan itu ber arti belum mencapai titik kebenaran yang dilakukan manusia. Menurut pendapat penulis pun Kebenaran adalah segala sesuatu yang dapat dipertangungjawabkan. Berdasarkan hal diatas kita dapat mengambil premis minor nya bahwa kebenaran di masing-masing orang memiliki kebenaran yang berbeda-beda tergantung pengalaman ia lakukan di lingkunganya.


Ketergabungan antara Filsafat dan Kebenaran adalah konsepsi yang jelas bahwa setiap manusia berhak untuk melakukan apa saja. Dengan adanya dikotomi kebenaran dapat membawa manusia pada kebahagiaan di satu sisi pula ia membawa manusia pada kehancuran dan di sisi lainya dapat membawa Self-Actualiziation yang memaknakan seseorang dapat memenuhi kebutuhanya dengan mengikuti kemampuanya dirinya dalam mewujudkan kebenaran tersebut lewat tindakanya.


Terlepas dari kebenaran dan filsafat tentu kita harus pahami terkait sumber-sumber pengetahuan, disini penulis memberikan 4 (empat ) sumber pengetahuan yakni ;

1. Rasionalisme

2. Empirisme

3. Kritisisme

4. Intuisisme

Kemudian kita bedah salah satu dari sumber pengetahuan tersebut, kira-kira dimanakah yang paling relevan terhadap kebenaran kita sebagai manusia untuk mencari kebenaran di filsafat;


Rasionalisme; sumber pengetahuan ini menyatakan bahwa akal adalah dasar akan kebenaran/kepastian pengetahuan. Rasionalisme dapat didefinisikan sebagai aliran filsafat ilmu yang berpandangan bahwa otoritas rasio (akal) adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Pemikiran ini di pelopori oleh Rene Descartes dan dipernankan juga oleh beberapa tokoh pemikiran barat, seperti Spinoza, Christian Wolf, dan Leibniz. Teori Rene Descartes mengemukakan bahwa, sumber pengetahuan manusia didasarkan pasa ide bawaan (innate idea) yang naluri bawaan manusiasejak lahir.


Empirisme; sumber penngetahuan ini menyatakan bahwa memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya yang artinya pengalaman. Dalam filsafat biasanya bipertentangkan dengan rasionalisme, Berbeda dengan rasionalisme yang menjadikan akal manusia sebagai sumber dan penjamin kepastian suatu kebenaran pengetahuan manusia, Akan tetapi pengalaman inderawi (al-tajribah) yang di pandang sebagai satuy-satunya kebenara n dan kepastian pengetahuan manusia. Sumber pengetahuan Empirisme di pelopori beberapa tokoh pemikir Barat diantaranya Francis Bacon, Thomas Hobbes, David Hume, dan John locke. John Locke memperkenalkan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong), maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamanya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan.


Kritisisme; sumber pengetahuan inilah yang yang mempersatukan antara pertarungan antara rasionalisme dan empirisme, Immanuel kant sebagai pelopor pertama yang mengemukakan bahwa pengalaman dan akal manusia sama-sama dapat digunakan dalam mencapai pengetahuan manusia. Selanjutnya Kant membagi tahapan pencapaian pengetahuan manusia menjadi tingkatan, yaitu; Tahap pencapaian inderawi, tahap akal budi, Tahap rasio/ intelek Pada tahapan ini, proses pengetahuan manusia telah sampai pada kaidah-kaidah asasi yang tidak bisa lagi diruntut dan bersifat mutlak Kant menyebutnya dengan idea transendental. Tugas idea transendental ini ialah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkatan dibawahnya

Intisuisme; Intiuisisme merupakan hasil pemikiran epistemologi filsafat Barat yang dipelopori oleh Henry Bergson. Menurut Bergson intuisi adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa indera dan akal manusia sama-sama terbatas dalam memahami realitas secara keseluruhan. Menurutnya, intuisi merupakan pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena itu intuisi adalah saran untuk mengetahui secara langsung dan seketika.***