Kantor Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang Lentera 24 .com ¦ ACEH TAMIANG - Akhirnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang, panggil sejumlah ...
![]() |
Kantor Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang |
Lentera24.com ¦ ACEH TAMIANG - Akhirnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang, panggil sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi pembangunan jalan di Kampung Marlempang Kecamatan Bendahara tahun 2019 senilai Rp.6,6 Miliar dari dana Otsus pada Dinas PUPR setempat.
Kasi Pidsus Kejari Aceh Tamiang, Reza Rahim, SH, MH yang dikonfirmasi Wartawan, Jumat (19/3/21) di ruang kerjanya mengatakan, salah satu saksi yang diperiksa Plt Kabag Barjas, Setdakab Aceh Tamiang, Haroun SE MSi pada Selasa dan Kamis lalu.
"Haroun sudah kita periksa sebagai saksi sebanyak dua kali yakni pada hari Selasa (16/3/21) selama 10 jam dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB dan pada hari Kamis (18/3/2021) selama tiga jam dari pukul 14.00 -17.00 WIB," jelas Reza Rahim.
Reza menjelaskan selain memeriksa Plt Kabag Barjas, pihaknya juga memeriksa sejumlah saksi seperti kontraktor pelaksana (PT. Fanasha Cemerlang Bersama), Plt Kadis PUPR, Mix Donall sebagai Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK), Konsoltan Pengawas dan Pokja ULP sebanyak 4 orang.
"Setelah kasus ini statusnya ditingkatkan ke penyidikan, pihaknya terus membedah kasus ini.
"Sabtu kemarin kami melakukan cek lapangan bersama ahli fisik dari Politeknik Lhoseumawe untuk menguji mutu aspal, setelah itu, baru dihitung potensi kerugian negaranya," ujar Reza Rahim.
Seperti diberitakan sebelumnya dibeberapa media online " Kejari Aceh Tamiang meningkatkan status kasus pemeriksaan proyek pembangunan jalan di Kampung Marlempang, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang ke Tingkat Penyidikan.
Dijelaskannya pengusutan awal kasus ini berdasarkan temuan BPK tentang kerugian negara yang mengakibatkan kelebihan bayar. Namun uang kelebihan bayar ini baru dikembalikan setelah jaksa memeriksa sejumlah pihak yang berkaitan dalam proyek ini.
Dia mengatakan dugaan pelanggaran hukum pada kasus ini juga berpotensi ditemukan pada mutu aspal. Dalam waktu dekat, tim penyidik akan menghadirkan ahli untuk melakukan uji aspal yang menganggarkan biaya Rp 6,6 miliar.
Menurutnya bila mutu aspal tidak sesuai, maka potensi tersangka bisa lebih luas dan mengarah ke pengawas hingga kuasa pengguna anggaran (KPA).
“Kalau mutu jelek, berarti ada pemalsuan administrasi proyek. Pasti ada kerja sama antara pengawas, PPTK, KPA atau PA-nya,” kata Reza. [] Saiful Alam