HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Banyak Pari Air Tawar Raksasa Mati di Sungai Musi, Apa Penyebabnya?

Foto : Ikan Pari Lentera 24 .com | SUMSEL -- Banyak ikan pari air tawar berukuran besar atau pari sungai raksasa ditemukan mabuk dan ma...

Foto : Ikan Pari
Lentera24.com | SUMSEL -- Banyak ikan pari air tawar berukuran besar atau pari sungai raksasa ditemukan mabuk dan mati di sepanjang aliran Sungai Musi, yang melintas Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan.

Berdasarkan informasi Dinas Perikanan Kabupaten Muba, tercatat empat pari ukuran besar ditemukan mati oleh nelayan, akhir pekan lalu. Dua ekor di Desa Bailangu, Kecamatan Sekayu, yakni di Dusun III seberat 95 kilogram dan di Dusun IV seberat 90 kilogram. Kemudian di Desa Rantau Keroya, Kecamatan Lais, seberat 100 kilogram, serta ikan pari seberat 50 kilogram di Kelurahan Soak Baru, Kecamatan Sekayu.

Meski begitu, ada juga pari raksasa mati yang ditemukan nelayan yang belum dilaporkan, atau tidak diketahui informasinya oleh Dinas Perikanan Kabupaten Muba.

“Di desa kami saja ada lima pari mati ditemukan nelayan. Beratnya sekitar 50-an kilogram. Kemungkinan besar di desa lain juga,” kata Syaiful Bahri, warga Desa Danau Cala, Kecamatan Lais, kepada Mongabay Indonesia, Minggu [28/6/2020].

Selain pari, sejumlah ikan lain ukuran besar [kisaran 5 kilogram ke atas], seperti patin, tapah, baung, lampam, juga ditemukan nelayan dalam kondisi lemas.

“Pada hari biasa ikan-ikan ukuran besar sulit didapat, tapi beberapa hari ini saat air Sungai Musi keruh, mudah ditemukan,” kata Syaiful yang merupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani [Gapoktan] Tunas Harapan Desa Danau Cala.

“Untungnya peristiwa keruhnya air Sungai Musi ini setelah kami panen pembesaran ikan tapah. Kalau belum, mungkin banyak juga ikan tapah kami yang mabuk atau mati,” ujarnya.

Hingga berita ini ditulis, Rabu [1/7/2020] malam, bukan hanya nelayan, juga sejumlah warga siang dan malam berburu ikan yang mabuk, baik pari, tapah, maupun lainnya.

Mengandung belerang [Sulfur]

Selain disebabkan berkurangnya oksigen pada air Sungai Musi yang keruh, indikasi yang menyebabkan ikan pari dan ikan lainnya mabuk atau mati, karena adanya kandungan belerang pada air sungai.

Ikan Tapah
Hal ini dikatakan Andi Wijaya Busro, Kepala Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Kabupaten Muba, seperti dikutip detikom, Jumat [26/6/2020]. Selain keruh, air Sungai Musi mengandung belerang [H2S] dan padatan tersuspendi total di atas baku mutu.

Dari mana asalnya kandungan belerang itu? Tidak ada penjelasan dari Dinas DLH Muba.

Berdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia, kemungkinan kandungan belerang tersebut dampak dari penggunaan pupuk ZA. Yang mana kandungan belerang atau sulfur [S] sekitar 24 persen. Pupuk ZA ini selain untuk pertanian juga perkebunan.

Sebagai informasi, wilayah hulu Sungai Musi, yakni Kabupaten Musirawas, Musirawas Utara, serta Kabupaten Muba dan Pali, cukup banyak terdapat perkebunan kelapa sawit, karet, dan pertanian [sawah]. Semua aliran pembuangan air dari perkebunan dan pertanian tersebut bermuara ke Sungai Musi.

Di Kabupaten Muba, dari luasan wilayahnya 1,4 juta hektar, sekitar 950 ribu hektar merupakan perkebunan kelapa sawit, karet dan kelapa.

Hendra Tris Tomy, Plt Kepala Dinas Perikanan Muba, dalam berita yang sama, mengatakan, berdasarkan pengamatan terhadap ikan pari yang mati, terlihat insang ikan berwarna merah, tapi ditempeli lumpur.

Terkait nelayan dan warga yang terus memburu ikan di Sungai Musi, kepada media, Senin [29/6/2020], Hendra berharap, masyarakat tidak menangkap dan mengonsumsi ikan pari sungai raksasa dan belida sumatra yang dilindungi.

Dinas Perikanan Muba sudah mengirimkan surat edaran yang berisi larangan berdasarkan Permen LHK RI Nomor P.106/MENLAHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang perubahan kedua atas Permen LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, yang menyebutkan sejumlah ikan sungai yang dilindungi.

Dia berharap, jika masyarakat mendapatkan ikan pari sungai raksasa [Himantura polylepis], pari sungai pinggir putih [Himantura signifer], pari sungai tutul [Himantura oxyrhybcha], pari kai [Urolophus kaianus], serta belida sumatera [Chitala hypselonotus], sebaiknya dilepas lagi ke Sungai Musi.

Akibat penambangan emas rakyat?

Mengapa air Sungai Musi keruh dan berlumpur?

Muhammad Iqbal, peneliti ikan dari Universitas Sriwijaya mengatakan, kondisi ini dikarenakan hujan deras di wilayah hulu Sungai Musi. Kemungkinan up welling, sehingga arus kuat dari hulu membuat air sungai seperti teraduk atau tercampur. Akibatnya, banyak ikan mabuk, terutama yang hidup di dasar sungai.

“Kondisi kian parah jika dasar sungai banyak lumpur,” katanya.

Berdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia dan informasi masyarakat di Kabupaten Muba, diduga air Sungai Musi menjadi keruh dan berlumpur dikarenakan maraknya penambangan emas rakyat di hulu Sungai Musi. Khususnya, di Ulu Rawas, Kabupaten Musirawas Utara, yang airnya dibuang ke Sungai Rawas lalu ke Sungai Musi.

Malam hari, warga biasa mancing ikan dan udang di Sungai Musi berlatar Jembatan Ampera
Penambangan emas tradisional yang berlangsung tujuh tahun terakhir, dilakukan di daratan, maupun di badan dan tepian sungai, yang setiap hari menghasilkan ratusan kubik lumpur. Sebagian besar mengalir di dasar Sungai Musi.

“Saya dapat informasi, beberapa hari sebelum ikan-ikan mabuk di sini, ada penambangan emas rakyat di hulu Sungai Musi yang mengalami longsor. Bisa saja tanah longsoran itu menjadi lumpur di dasar sungai, yang kemudian dibawa arus,” kata Syaiful Bahri.

Penambangan emas rakyat tersebut sudah dimulai sekitar 13-14 tahun lalu. Lokasinya di sejumlah desa di Kecamatan Ulu Rawas, Kabupaten Musirawas Utara.

Pada 2013, Antara melaporkan, maraknya penambangan emas rakyat di Ulu Rawas, mengancam pencemaran Sungai Rawas. Di Desa Sukamenang, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musirawas Utara, saat ini ada ratusan penambang rakyat beraktivitas di eks tambang PT. Dwinad Nusa Sejahtera [DNS].

Berdasarkan laporan Tribun Sumsel, para penambang ini bukan hanya masyarakat lokal, tapi juga dari Jawa. Lubang-lubang yang ditambang itu kedalamannya hingga 100 meter.

PT. DNS mendapatkan izin lokasi sekitar 1.000 hektar. Sebelum perusahaan beroperasi dan berhenti 2018 lalu, sebagain warga melakukan penambangan emas. Setelah perusahaan berhenti operasi, penambangan kian marak.

Sebelumnya, ikan pari berukuran besar mabuk juga ditemukan di Sungai Rawas. Hampir sepekan, masyarakat di sepanjang Sungai Rawas menangkap ikan-ikan tersebut.

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah mengatakan, ini adalah warning atau peringatan. Dibutuhkan kajian mendalam dan luas mengenai kondisi air Sungai Musi yang kian rusak.

Berbagai aktivitas ekonomi, seperti industri, perkebunan, penambangan emas dan batubara, mungkin menjadi sumber masalahnya. Dari hasil kajian tersebut jelas akan dapat dilakukan upaya perbaikan. Jangan sampai kondisinya seperti Sungai Citarum, sehingga negara mengeluarkan banyak biaya buat memperbaikinya.

“Jika air Sungai Musi kian tercemar, akan banyak kerugian bagi pemerintah dan masyarakat. Selain berbagai jenis ikan, sumber pangan dan air bersih juga terancam. Yang mengerikan pada akhirnya adalah Sungai Musi berubah menjadi sumber penyakit. Kondisi ini sangat tidak ideal juga menyambut kondisi new normal,” tegasnya. [] MONGABAY