HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Perubahan Zaman Bukan Alasan Merubah Kebudayaan

Foto : Ilustrasi Jika berbicara tentang budaya maka juga  tidak pernah lepas dari kata adat istiadat, atau budaya dan adat istiadat adal...

Foto : Ilustrasi
Jika berbicara tentang budaya maka juga  tidak pernah lepas dari kata adat istiadat, atau budaya dan adat istiadat adalah dua hal yang saling berhubungan. Ya, bagaimana tidak, adat istiadat adalah salah satu unsur kebudayaan. Kebudayan dimiliki oleh setiap wilayah tanpa terkecuali. 

Tidak menelusuri semakin jauh kebudayaan di setiap wilayah, penulis ingin mengupas sedikit tentang budaya Aceh. Dimana hari ini kita dapat melihat secara langsung maupun melalui sosial media, tidak semua masyarakat Aceh masih melestarikan budayanya, melainkan suatu hal yang mereka lakukan terkadang membunuh budaya Aceh itu sendiri, akan tetapi mereka besikeras dalam membela diri bahwa itu bukan satu kesalahan dan bukan hal yang melenyabkan budaya Aceh, melainkan menyebutnya atas dalih memajukan atau memberi ide baru akan sebuah kebudayaan yang harus terus berkembang sesuai perkembangan zaman. 

Jika melihat kebuadayaan Aceh, jelas bahwa Aceh memiliki budaya yang bernuansa islam dan kental dengan syariat islamnya, seperti adat Aceh dalam bidang perkawinan, yang mana senantiasa berpaikain sopan dan menutup Aurat bagi setiap yang menggelar pesta perkawinan, sesuai anjuran agama islam. 

Namun apa yang terjadi sekrang, terkadang kita dapat melihat yang mana disebuah resepsi pernikahan yang digelar di Aceh tidak lagi melestarikan budaya Aceh, baik itu dari segi pakaiannya yang mana tidak mengenakan pakaian adat Aceh dan pelaksaannya seolah tidak mengikuti budaya Aceh itu sendiri seperti halnya saat gelar resepsi pernikahan mereka lebih memilih untuk melakukan karoekean di bandingkan tarian adat Aceh seperti halnya Tari Ranub Lampuan dan Seudati untuk pertanda penyambutan tamu atau dalam adat Aceh di sebutkan “peumulia jame”,  seperti itulah gambaran budaya Aceh sekarang, sebuah kebiasaan yang entah dari mana munculnya sehingga terus berkembang dan menyampingkan budaya Aceh. 

Apakah ini suatu kebiasan yang benar ?, jelas jawabannya bukan, melainkan ini adalah sebuah kebiasaan yang dibenarkan oleh orang-orang yang melaksanakannya tanpa melihat kebenaran sesungguhnya untuk memperbaiki kebiasaan yang mereka lakukan.

Jika bertanya tentang muncul dari manakah hal-hal yang bisa melenyabkan budaya Aceh  yang seperti kita sebutkan di atas tadi, tentu jawabannya adalah kebudayaan luar atau kebudayaan asing. 

Sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa seiring meruyaknya isu globalisasi dunia modern, kini media sosial informasi, baik itu radio, handphoen, tv, dan media sosial lainnya, sudah mampu menerobos batas-batas Negara untuk menyajikan apa itu siaran global. 

Disebabkan hal ini baik pamuda dan remaja Indonesia terutama Aceh dengan lebih mudah mendapat informasi dunia luar sehingga remaja dan pemuda Aceh lebih mencintai tren Negara luar, dan apa yang terjadi, budaya Aceh akan semakin dikesampingkan. Sebagai contoh kita dapat melihat hari ini pemuda pemudi dan remaja Aceh dalan segi berbusana yang mana mereka lebih menyukai hal-hal yang di anggab “kekinian” dan keren, seperti halnya berbusana yang ala kebarat-baratan, ditambah lagi apabila mereka mendapat reward dalam hal bentuk pujian oleh orang sekitarnya terhadap apa yang mereka lakukan, maka dengan itu jelas menjadi sebuah dorongan untuk terus melakukan sesuatu hal tersebut. 

Jika hal ini dilakukan terus-menerus tentu sangat berbanding terbalik dengan budaya Aceh yang dikenal sebagai budaya bernuansa islam, dan menetapkan syariat sebagai peraturan daerahya, seperti halnya diwajibkan kepada seluruh umat islam untuk menutup auratnya. Oleh kerena itu kebanyakan remaja Aceh mengombinasikan gaya berbusananya dengan hijab sehingga dua point yang diinginkan tercapai.

Perubahan zaman bukan berarti dapat dijadikan sebagai alasan utama untuk merubah kebudayaan kita, melainkan hal ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan budaya kita yang telah ada, menilai sebetapa jauhnya kita dapat mengembangkan budaya kita ditengah-tengah kemajuan teknologi dunia, dan di tengah-tengah kehidupan modern, bukan malah untuk saling berlomba-lomba untuk meninggalkan budaya yang telah ada. Mengingat juga para leluhur kita dalam mempertahankan adat dan budaya Aceh yang mungkin pernah mati saat penjajahan Belanda ke Indonesia yang juga memneri efek kepada Aceh, namun dengan susah leluhur kita terus menghidupkan budaya tersebut sampai hal itu dapat kita rasakan saat ini, dan yang menjadi kesedihan yang mendalam adalah generasi muda mudi sekarang dengan mudahkan melupakan hal tersebut.

Jika ingin mengubah kondisi kita rakyat Aceh yang lemah saat ini akan budaya, maka tidak ada jalan lain selain kembali kepada reanalisi  pemahaman Al-quran  dan pemahaman syahadah yang benar, bukan hanya atribut suatu wilayah atau bukan sebagaimana yang dilontarkan oleh orang-orang barat yang berlindung di balik topi keintektualannya. 

Mari kita berangkat dari  budaya Aceh yang telah diberi baju baru dan disesuaikan dengan tuntutan zaman menurut hal yang diridhai Allah SWT. 

 Sedikit kita mengupas cara untuk menyadarkan kembali masyarakat Aceh dalam berbudaya, baik itu di kalangan tua maupun muda, seperti halnya melakukan  sosialisasi kepada seluruh masayarakat Aceh tentang adat istiadat, adat pekawinan dan semua tantang budaya Aceh, melakukan pembinaan dan perkembangan hidup yang  berpedoman pada nilai-nilai islami, melakukan penyuluhan yang merupakan proses pembelajaran masyarakat dan tokoh-tokoh dalam suatu tempat agar mau dan lebih paham dalam adat budaya Aceh, hal ini biasanya bisa dilakukan oleh sebuah lembaga adat atau di Aceh dikenal sebagai MAA (Majelis Adat Aceh).  

Selain itu, hal untuk menyedarkan masyarakat Aceh dalam berbudaya ini juga bisa di lakukan oleh pemuda dan pemudi Aceh yang masi punya kesadaran besar dalam mewujudkan kembali budaya Aceh yang nyaris lenyap, dan yang mengetahui banyak tentang sejarah dan  budaya Aceh dan terus mencari tau hal yang berkaitan dengan Aceh, dengan cara menerbitkan karya tulisannya masing-masing, seperti halnya menerbitkan buku-buku yang berisi bacaan tentang budaya Aceh. 

Inilah sedikit gambaran budaya Aceh yang sekarang ini, jadi,  bagi kamu, aku dan kita yang masih memiliki rasa yang kamu, aku dan kita masih punya kewajiban untuk mempertahankan dan menjaga benar kebudayaan Aceh maka teruslah berusaha melakukan hal-hal yang menumbuhkan kembali nilai-nilai kebudayaan Aceh. 

Teruslah mencari kebenaran dalam suatu hal yang kamu, aku dan kita anggab masi diragukan kebenarannya, dan tetap dalam hal terus memperbaki, kita muda mudi Aceh teruslah berusaha membiasakan yang benar bukan membenarkan kebiasaan yang sudah ada yang mana masih diragukan kebenarannya.

Pengirim : 
Roza Yusniar
Mahasiswa uin ar-raniry fakultas syariah dan hukum