HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

18 Tahun Sebagai Pekerja Pokok, Buruh di PT Bahruni Masih Berstatus BHL

Lentera24.com  | ACEH TAMIANG --  Manager PT Bahruni, Abinson Sirait Mangkir saat diminta datang untuk memenuhi undangan Dinas Tenaga Kerja...

Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Manager PT Bahruni, Abinson Sirait Mangkir saat diminta datang untuk memenuhi undangan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tamiang.


Manager Kebun yang berada di Rimba Sawang, Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang dipanggil terkait soal penyelesaian Hubungan Industrial (HI) atas pengaduan sebanyak 32 buruh yang bekerja selama 18 tahun kebawah namun belum diangkat menjadi karyawan tetap (SKU).

Tidak diketahui apa alasan mangkirnya Abinson Sirait dalam memenuhi undangan Disnaker tersebut.

Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Pertanian Perkebunan-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SPPP-SPSI) PT Bahruni, Muhammad Junaidi menyebutkan, sejak setahun lalu pengurus PUK SPSI tidak pernah bertemu dengan Manager PT Bahruni untuk melakukan pembahasan tentang ketenagakerjaan.

"Sudah ada setahun kami tidak pernah bertemu dengan pak Manager. Karena beliau selalu menghindar yang kami gak tau apa sebabnya," ujar Junaidi yang didampingi sejumlah pengurus PUK dan pekerja kepada Lentera24 di Kantor Disnakertrans Aceh Tamiang pada Senin (30/3).

Melalui serikat pekerja SPPP-SPSI diperusahaan itu, 32 orang yang mengadu tersebut terdiri dari 26 orang tenaga pemanen, Sopir 1 orang dan 5 orang yang bekerja di tracksi (angkutan).

Menurut keterangan Junaidi, untuk tenaga pemanen yang dianggap perusahaan sebagai tenaga buruh harian lepas (BHL) waktu bekerja, dalam satu bulan selama 25 hari, tetapi dalam buku laporan perusahaan dicatat selama 20 hari. Sisa dari 20 hari itu dihitung sebagai premi.

Terkait dari usulan pekerja yang meminta agar dinaikkan setatus dari BHL ke SKU sudah pernah dibahas melalui rapat bersama pihak managemen perusahaan.

Kesimpulan dan hasil perundingan antara pihak Managemen PT Bahruni dengan karyawan melalui serikat pekerja SPSI pada 10 Juli 2019, Humas perusahaan menyarankan agar dibuat bipartit tentang pengangkatan karyawan BHL menjadi SKU yang ditujukan kepada perusahaan agar lebih tertib admistrasi.

"Meskipun saran Humas telah dilakukan, namun sampai hari ini, PT Bahruni masih pulas dalam tidurnya sehingga tidak ada realisasi tentang pengangkatan SKU," ungkap Junaidi.

Kabid Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial pada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tamiang, Drs Supriyanto akan menghubungi KTU PT Bahruni untuk konfirmasi. Supriyanto menegaskan akan mengupayakan untuk bisa menghadirkan pihak perusahaan dalam waktu dekat. "Hari ini tidak datang, kita tetap upayakan dalam minggu ini," ujar Supriyanto.

Dijelaskan Supriyanto, dengan tidak menaikkan status buruh BHL menjadi SKU berarti PT Bahruni telah melakukan pelanggaran Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor 100 tahun 2004.

"Pasal 59 UU Naker Nomor 13 tahun 2003 junto Kepmenakertrans Nomor 100 tahun 2004 tentang pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) pasal 10 ayat (2) bahwa perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam sebulan.

Pada pasal 3 dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Lanjut Supriyanto, sedangkan didalam pasal 59 ayat (2) UU Naker nomor 13 tahun 2005 dinyatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau pekerjaan pokok.

"Mereka ini kan pekerja pemanen atau produksi, kenapa masih berstatus BHL. Inikan pelanggaran namanya," terang orang yang akrab disapa Pak Pri ini.

Masih menurut Supriyanto, pekerja PKWTT hanya dapat dipekerjakan untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu (pasal 59 ayat (1) UU Naker nomor 13 tahun 2003.

"Dalam menerapkan aturan dilingkup perusahaan tersebut, perusahaan juga harus tetap mengacu kepada aturan pemerintah. Mana boleh membuat aturan sendiri tanpa mempedomani Undang-Undang serta aturan lain yang disahkan oleh pemerintah," tukas Supriyanto. [] L24-002