Foto : BPBD suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang membatalkan program pelurusan S...
![]() |
Foto : BPBD |
Kepala BPBD Aceh Tamiang, jalaluddin kepada Serambi, Minggu (11/10) mengatakan, pada saat diusulkan program pelurusan Sungai Tamiang di empat desa/kampong beberapa waktu lalu, dalam rapat dengan warga di Kecamatan Sekrak, warga setuju dan tidak keberatan jika tanah mereka kena pelurusan Sungai Tamiang, serta dibayar sesuai harga pemerintah Rp 2 juta perrante.
“Menjelang saat diganti rugi, mereka tidak setuju harga pemerintah. Warga minta Rp 20 juta per rante. Padahal pasaran tanah di lokasi itu sesuai harga setempat dan NJOP, rata-rata senilai 1,5 juta sampai Rp 2 juta saja,” ujarnya.
Hingga saat ini, pihaknya sudah melakukan empat kali rapat, namun tidak ada kata setuju, terkait harga tanah yang akan terkena tanggul lintasan air, agar warga sekitarnya terbebas dari banjir yang seharusnya bisa dihindari, jika saja pemerintah ini serius bekerja.
Setelah terbentur masalah harga, pihaknya langsung melakukan rapat dengan Kejaksaan Kualasimpang dan Polres Aceh Tamiang.
Karena jika tetap dibayarkan dengan harga terlalu tinggi, dikhawatirkan jajaran Pemkab akan terjerat hukum. “Maka di ambil kesimpulan, pelurusan tersebut dibatalkan.
Warga berpatokan harga pembebasan lahan di lokasi jalan dua jalur Medan–Banda Aceh, sementara tanah mereka di kampong yang jauh dari jalinsum,” tambah Jalaluddin.
Pengerjaan pelurusan Sungai Tamiang ni bersumber dari dana siap pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2015 sebesar Rp 3,7 miliar.
Dana tersebut digunakan untuk empat kegiatan berupa peninggian tanggul Sungai Tamiang di Kecamatan Bendahara dan Seruway, relokasi 25 unit rumah di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sekerak, dan pelurusan Sungai Tamiang yang dibatalkan.
“Kami sudah surati BNPB meminta anggaran pelurusan Sungai Tamiang agar dialihkan untuk peninggian tanggul saja,” ujarnya.
Dampak dari tidak adanya kesepakatan tanah yang terkena pelurusan Sungai Tamiang, jalan menuju Desa Mananggini terancam ambruk ke Sungai Tamiang. Saat banjir beberapa waktu lalu, sekitar lima meter badan jalan dihantam abrasi sungai.
“Namun kalau warga tidak setuju diganti (dalam bentuk ganti rugi) dengan lahan yang lain, bagimana bisa kami dipaksakan,” ujar Ketua BPBD Tamiang Jalaluddin.
Sementara Camat Karang Baru, Tri kurnia mengakui, belum ada kesepakatan harga antara pemerintah dengan warga, terkait tanah untuk pengerjaan proyek penganggulangan banjir.
Rapat antara warga dan BPBD, dana BNPB katanya sudah turun untuk proyek penanggulangan bencana ini.
“Namun mentok di harga karena belum ada kesepakatan, dimana warga menawarkan harga Rp 20 juta perrante. Sementara, sisa waktu anggaran tersisa dua bulan lagi,” ujarnya. (md/serambinews)