suara-tamiang.com , KARANG BARU -- Puluhan miliar rupiah proyek normalisasi Dinas Pertanian dan Pertenakan Aceh Tamiang sejak tahun 201...
suara-tamiang.com, KARANG BARU -- Puluhan miliar rupiah
proyek normalisasi Dinas Pertanian dan Pertenakan Aceh Tamiang sejak tahun 2012
hingga tahun 2014 perlu dievaluasi. Hal itu terjadi karena proyek tersebut
banyak menimbulkan hal yang negatif yang dirasakan oleh para petani.
“Berdasarkan data yang
dihimpun oleh KTNA Aceh Tamiang, pembangunan normalisasi selama 3 tahun yang
dimulai sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 menelan biaya
Rp17.846.691.295,” jelas Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten
Aceh Tamiang M Hendra Vramenia kepada andalas di Karang Baru, Minggu (18/1).
Proyek normalisasi lahan
pertanian yang dilakukan Dinas Pertanian dan Pertenakan Aceh Tamiang sejak
tahun 2012, mengakibatkan lahan sawah di beberapa tempat mengalami kekeringan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, perlu dibangun pintu-pintu air.
Hendra menambahkan,
pembangunan normalisasi selama 3 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 sampai
dengan tahun 2014 menelan biaya sebesar Rp17.846.691.295 dengan rincian di
tahun 2012 menelan biaya sebesar Rp1.607.223.770. Untuk pembangunan proyek
normalisasi di 17 titik yang tersebar di 17 kampung.
Kemudian sambung Hendra, di
tahun 2013 proyek normalisasi sebanyak 50 titik yang tersebar di 50 kampung
dengan total anggaran sebesar Rp4.710.375.000. Dan anggaran proyek normalisasi
di tahun 2014 sebesar Rp11.529.094.525 yang di 90 titik yang tersebar di 80
Kampung.
“Anggaran sebanyak itu yang
telah dikeluarkan oleh Pemda Aceh Tamiang, tidak sebanding dengan manfaat yang
dirasakan oleh petani. Bahkan petani harus merasakan dampak negatif akibat
pelaksanaan proyek normalisasi yakni sawah petani menjadi kering,” terang
Hendra.
Kontak Tani Nelayan Andalan
Kabupaten Aceh Tamiang berharap kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait,
agar dapat membangun pintu-pintu air di titik lokasi yang telah dilaksanakan
proyek normalisasi dilahan pertanian masyarakat sejak tahun 2012.
“Pembangunan pintu air
berfungsi untuk mengontrol debet air yang keluar-masuk melalui saluran
pembuangan air. Di kala musim kemarau, persediaan air yang ada disaluran
setidaknya bisa dialiri ke daerah persawahan atau sebaliknya dilakukan ketika
musim penghujan. “Proyek normalisasi harus dievaluasi,” tegas Hendra.
Menurutnya, perencanaan
program normalisasi yang dilakukan Dinas Pertanian dan Pertenakan Aceh Tamiang
selama ini dinilai kurang matang dan lemah sehingga hasil yang dirasakan tidak
optimal.
“Akibat pembangunan
normalisasi di beberapa tempat seperti di Desa Paya Tampah Kecamatan Karang
Baru, Desa Alur Jambu dan Desa Batang Ara Kecamatan Bandar Pusaka mengakibatkan
areal persawahan mengalami kekeringan,“ jelasnya lagi.
KTNA Aceh Tamiang berharap
program normalisasi di tahun 2015 perlu dikaji ulang dan dievaluasi atau
diganti dengan program pembangunan pintu air untuk mengatasi permasalah lahan
persawahan yang kering akibat pembangunan proyek normalisasi. (ERW/harian andalas)