suara-tamiang.com - Lebih dari dua pertiga dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, dalam pemungutan sua...
suara-tamiang.com - Lebih dari dua
pertiga dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara
berdaulat, dalam pemungutan suara yang diadakan Majelis Umum PBB pada Kamis
(29/11/2012) waktu setempat. Demikian dilansir situs berita voaindonesia.com,
Jumat (30/11/2012).
Hal tersebut
merupakan kemenangan bagi Palestina setelah puluhan tahun pendudukan dan
perang, serta pukulan keras bagi Israel dan sekutunya Amerika Serikat. Bendera
Palestina langsung dikibarkan di gedung Majelis Umum, di belakang delegasi
Palestina, begitu suara terakhir dimasukkan.
Dari 193 negara
anggota, 138 menyetujui peningkatan status Palestina dari “entitas” menjadi
“negara pengamat non-anggota” seperti Vatikan, sembilan negara menolak dan 41
tidak memberikan suara.
Pemungutan suara
bersejarah ini datang 65 tahun setelah Majelis Umum PBB sepakat pada 1947 untuk
membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk kelompok Yahudi, dan lainnya
untuk Arab. Israel menjadi negara namun Palestina menolak rencana pembagian
tersebut, sehingga berlangsunglah puluhan tahun penuh ketegangan dan kekerasan.
Namun kemerdekaan
yang sesungguhnya masih belum nyata sampai Palestina menegosiasikan perjanjian
perdamaian dengan Israel, yang memperingatkan bahwa tindakan Majelis Umum hanya
akan menunda solusi panjang. Israel masih mengontrol Tepi Barat, Yerusalem
timur dan akses ke Gaza, dan menuduh Palestina melewatkan negosiasi dengan
kampanye peningkatan status mereka ke PBB.
Di kota Tepi Barat Ramallah,
warga Palestina berkumpul di alun-alun utama, mengibarkan bendera Palestina dan
meneriakkan “Tuhan Maha Besar!”. Ratusan orang menonton pemungutan suara di
layar-layar dan televisi di luar ruangan, kemudian berpelukan, membunyikan
terompet dan menyalakan kembang api begitu suara terakhir masuk.
Pemungutan suara
dilakukan setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas berpidato dan menyebut momen
tersebut “kesempatan terakhir” untuk menyelamatkan solusi dua negara.
“Majelis Umum diminta
menerbitkan akte kelahiran Palestina,” ujar pemimpin Palestina tersebut.
Amerika Serikat dan
Israel langsung mengkritik pemungutan suara tersebut. “Resolusi yang sangat
disayangkan dan tidak produktif terjadi hari ini, yang akan menghambat jalan
perdamaian,” ujar Duta Besar PBB Susan Rice.
“Pernyataan besar
hari ini akan hilang sebentar lagi dan warga Palestina akan bangun besok dan
menemukan bahwa hidupnya tidak begitu berubah dan prospek untuk perdamian yang
berkelanjutan telah berkurang.”
Menyebut pemungutan
suara tersebut “tidak berarti,” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
menuduh Abbas menyebarkan “propaganda palsu” melawan Israel dalam pidato yang
ia sebut “fitnah dan berbisa.” “Resolusi PBB hari ini tidak akan mengubah
apapun di lapangan,” ujar Netanyahu. “Hal ini tidak akan memajukan pendirian
negara Palestina, namun malah menghambatnya.”
Negara-negara kunci
yang menyetujui status Palestina di PBB adalah Perancis, Italia, Spanyol,
Swiss, Swedia dan Irlandia, selain Jepang dan Selandia Baru. Jerman dan Inggris
tidak memberikan suaranya.
Selain Amerika
Serikat dan Israel, yang menolak adalah Kanada, Republik Ceko, Kepulauan
Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau dan Panama.
Meski meraih
kemenangan di PBB, Palestina menghadapi keterbatasan yang besar. Mereka tidak
mengontrol perbatasan, wilayah udara atau perdagangan, dan mereka memiliki
pemerintahan terpisah dan bersaing di Gaza dan Tepi Barat, serta tidak ada
militer atau polisi yang bersatu.
Dengan status barunya
ini, Palestina mendapat akses ke lembaga-lembaga PBB dan internasional,
terutama Mahkamah Pidana Internasional, yang bisa menjadi pijakan untuk
mengejar Israel dalam kasus kejahatan perang atau pendudukan dan perebutan
lahan.
Abbas tidak
menyebut-nyebut soal Mahkamah tersebut dalam pidatonya. Namun Menteri Luar
Negeri Palestina Riyad al-Maliki memberitahu wartawan setelah pemungutan suara
bahwa jika Israel terus membangun pemukiman ilegal, Palestina mungkin akan
mengajukan kasus ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). | Tribunews.com