Pangdam IM, Mayjen TNI Zahari Siregar ( Foto: Google ) suara-tamiang.com : Sampai hari ini Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih me...
Pangdam IM, Mayjen TNI Zahari Siregar (Foto: Google) |
suara-tamiang.com: Sampai hari ini Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) masih membahas rancangan qanun tentang Lambang
dan Bendera Aceh. Meskipun belum disahkan namun corak bendera perjuangan
(bintang bulan) dan lambang buraq-singa sebagai bendera dan lambang Aceh
sepertinya akan dipakai. Akan tetapi Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Zahari
Siregar menolak jika lambang yang berbau separatis tersebut dijadikan lambang
dan bendera Aceh.
“Dalam peraturan pemerintah nomor 77
tahun 2007 telah dikatakan, bahwa lambang-lambang daerah itu bisa diterbitkan
dan dikibarkan sepanjang tidak melanggar UU yang berlaku, artinya kalau
lambang-lambang itu memiliki nilai separatis, tidak bisa lah, berarti melanggar
UU nomor 77 itu. Maka itu tetap kita larang,”tegas Zahari usai menghadiri acara
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) di gedung serbaguna gubernur Aceh, Selasa
(20/11).
Menurutnya, kalau berbicara separatis
atau tidak, itu terlihat apabila bendera atau lambang yang dikibarkan itu
menunjukkan bendera atau lambang yang digunakan pada saat konflik dulu. Kalau
itu tetap digunakan, berarti tidak melambangkan Aceh seutuhnya dibawah NKRI.
“Setelah MoU, tidak ada lagi GAM,
termasuk senjata yang beredar dianggap ilegal. Itu tolong dipatuhi, kalau itu
dianggarkan, pembangunan Aceh tidak akan jalan. Sekarang apa mau pembangunan
Aceh terhambat?”tukas jenderal bintang dua tersebut.
Mayjend Zahari menegaskan lagi kalau
muncul hal-hal seperti ada pengibaran bendera pada tanggal 4 Desember pada ulang
tahun GAM, pihaknya akan turun tangan.
Sambung Zahari, nanti kalau rancangan
qanun itu sudah disahkan oleh DPRA, maka qanun tersebut harus ditindak lanjuti
ke pemerintah pusat untuk persetujuan, karena Aceh masih bagian dari NKRI. Jadi
menurutnya jangan prematur, jangan didahului dulu qanun yang dirumuskan itu
langsung diaplikasi di lapangan sebelum ada persetujuan dari pemerintah pusat.
“Dengan demikian akan ada kajian
lanjutan dari apa yang dibuat, apabila ada hal-hal yang mengganjal dari hasil
perumusan qanun itu, pemerintah daerah yang merumuskan qanun tersebut akan
dipanggil untuk ditanya,” jelas Zahari lagi.
Ia mengira ada mispersepsi dalam
rancangan itu, ia menyarankan sebaiknya untuk merumuskan situasi qanun ini
harus diajak unsur-unsur konfrehensif yang terkait. Sehingga tidak
terjadi miskomunikasi yang mengakibatkan hal-hal yang diharapkan. “Kita tidak
dilibatkan dalam perumusan itu,” tutup Zahari. | Sumber : Theglobejournal