HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Klik, Scroll, Istighfar: Navigasi Islam Dalam Dunia Maya

Disusun oleh: Siti Ulfiatul ‘Izzah Mahasiswi Semester 6 Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta ...


Disusun oleh: Siti Ulfiatul ‘Izzah Mahasiswi Semester 6 Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

Lentera24.com - Era digital telah mengubah cara manusia berinteraksi, mengakses informasi dan menjalani kesehariannya. Dunia maya, yang dahulu hanya menjadi pelengkap, kini telah menjadi ruang utama dalam kehidupan sosial dan bahkan spritual masyarakat modern. Kehadiran media sosial, internet dan perangkat digital telah menciptakan peluang besar bagi umat Islam untuk memperluas dakwah dan literasi keislaman. Namun, dibalik kemudahan itu, tersimpan pula tantangan moral dan spritual yang tidak bisa diabaikan. 

Judul “Klik, Scroll, Istighfar” menggambarkan secara metaforis bagaimana kehidupan seorang muslim diwarnai oleh aktivitas digital yang terus berlangsung tanpa jeda. Setiap klik dan scroll mengandung konsekuensi, baik dari sisi manfaat maupun potensi maksiat. Oleh karena itu, penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai Islam dalam mengarungi dunia maya yang penuh distraksi ini.

Transformasi Sosial di Era Digital

Digitalisasi kehidupan telah menciptakan ruang baru yang tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi dan pendidikan, tetapi juga pada kehidupan keagamaan. Media sosial dan platform digital memungkinkan tersebarnya konten keislaman secara masif dan instan. Kajian online, aplikasi pengingat salat, Al-Qur’an digital, dan konten dakwah menjadi bagian dari keseharian umat Islam saat ini.

Namun, selain sebagai ruang dakwah, media digital juga menyimpan sisi gelap. Informasi hoaks, ujaran kebencian, pornografi, hingga budaya ghibah dan fitnah berkembang pesat dalam berbagai bentuk yang lebih halus dan tersembunyi. Di sinilah umat Islam dituntut untuk bersikap bijak dan menempatkan nilai-nilai akhlak sebagai pedoman utama dalam berinteraksi di ruang digital.

Prinsip Etika Islam dalam Interaksi Digital

Islam sejak awal mengajarkan prinsip-prinsip etika dalam berbicara, berperilaku, dan berinteraksi dengan sesama. Nilai-nilai tersebut tetap relevan dan bahkan semakin penting dalam konteks digital, di mana komunikasi terjadi tanpa batas ruang dan waktu. Berikut beberapa prinsip etika Islam yang perlu diperhatikan dalam interaksi digital:

1. Tabayyun (Verifikasi Informasi)

QS. Al-Hujurat ayat 6 secara tegas memerintahkan untuk memverifikasi kabar yang datang, terutama jika berasal dari sumber yang tidak terpercaya. Dalam konteks dunia maya, sikap tabayyun menjadi kunci utama dalam menghadapi banjir informasi yang tidak semuanya valid. Tidak sedikit kerusakan dan konflik yang terjadi akibat penyebaran informasi palsu yang diteruskan tanpa klarifikasi.

2. Menjaga Lisan dan Tulisan

Rasulullah ï·º bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam dunia digital, “lisan” dapat diterjemahkan sebagai tulisan, komentar, unggahan, dan reaksi digital lainnya. Oleh sebab itu, seorang Muslim harus menyadari bahwa setiap bentuk komunikasi daring tetap tercatat dan bernilai secara spiritual.

3. Menghindari Ghibah dan Fitnah

Ghibah (menggunjing) dan fitnah (menyebar kebohongan) adalah dua perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam. Keduanya kini tidak hanya terjadi secara langsung, tetapi juga dalam bentuk digital seperti menyebarkan konten yang menghina, mempermalukan, atau membuka aib seseorang. Bahkan melalui satu kali unggahan, dampaknya bisa meluas dan merusak reputasi seseorang.

4. Menjaga Pandangan

Dalam QS. An-Nur ayat 30-31, Allah memerintahkan laki-laki dan perempuan Muslim untuk menundukkan pandangan dan menjaga kesucian diri. Di era digital, banyak konten visual yang dapat membangkitkan syahwat dan merusak kesucian hati. Oleh karena itu, selektif dalam mengonsumsi konten menjadi bagian dari ibadah dan penjagaan diri.

5. Tidak Berlebihan (Israf)

Islam menganjurkan keseimbangan dalam segala hal. Menghabiskan waktu berlebihan untuk bermain media sosial, menonton video tanpa tujuan, atau mengikuti tren kosong yang tidak bermanfaat termasuk bentuk israf (berlebih-lebihan) yang dilarang. Waktu yang terbuang sia-sia di dunia digital dapat menjadi bentuk kelalaian terhadap kewajiban spiritual.

Peran Istighfar dalam Refleksi Digital

Istighfar dalam konteks ini bukan hanya sebagai ungkapan lisan, melainkan bentuk kesadaran spiritual akan pentingnya evaluasi diri. Dunia maya seringkali membuat seseorang lupa batasan, sehingga istighfar menjadi alat untuk mengingat kembali kepada Allah, memohon ampun atas kekhilafan, dan berniat memperbaiki diri.

Setiap klik dan scroll bisa saja bernilai pahala jika diarahkan pada konten kebaikan, namun juga bisa menjadi dosa jika digunakan untuk hal-hal yang dilarang. Kesadaran inilah yang melahirkan istighfar—sebuah bentuk introspeksi yang diperlukan secara berkala, agar kehidupan digital tetap berada dalam bingkai takwa.

Mengoptimalkan Dunia Digital untuk Amal

Sebaliknya, dunia digital juga membuka peluang besar untuk amal saleh. Seorang Muslim dapat:

Membuat dan menyebarkan konten dakwah.

Mengikuti kajian daring secara rutin.

Menyebarkan inspirasi islami melalui kata-kata bijak, ayat-ayat Al-Qur’an, dan hadis.

Mengelola komunitas daring yang mendukung penguatan nilai-nilai keislaman.

Selain itu, keterlibatan aktif dalam literasi digital Islami juga dapat menjadi bentuk kontribusi dalam meminimalisir penyebaran konten negatif.

Akhirat dan Jejak Digital

Satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa dunia maya bukan wilayah netral secara spiritual. Islam mengajarkan bahwa segala amal perbuatan, baik yang nyata maupun tersembunyi, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Dalam QS. Qaf ayat 18 disebutkan bahwa setiap kata yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat. Maka, segala bentuk komunikasi digital—baik tulisan, emoji, komentar, hingga foto dan video—tidak luput dari catatan amal.

Dengan demikian, aktivitas digital bukan sekadar persoalan sosial atau budaya, melainkan bagian dari ibadah dan penghambaan kepada Allah. Kesadaran akan hal ini akan menuntun seorang Muslim untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara daring.

Penutup

Fenomena digitalisasi kehidupan merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Namun, hal tersebut tidak berarti umat Islam kehilangan arah dalam memaknai dan menjalani hidupnya. Justru, era digital harus menjadi momentum untuk memperluas dakwah, memperdalam ilmu, dan meningkatkan kesadaran spiritual.

Melalui prinsip “Klik, Scroll, Istighfar,” umat Islam diajak untuk merefleksikan kembali aktivitas digitalnya. Sudahkah waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang bermanfaat? Sudahkah postingannya membawa kebaikan? Sudahkah ia menjaga adab dan akhlak sebagai seorang Muslim?

Menjadi Muslim di era digital bukan sekadar melek teknologi, tetapi juga mampu menjadikan teknologi sebagai sarana untuk semakin dekat dengan Allah. Dunia maya boleh luas dan cepat, tetapi iman tetap menjadi kompas utama dalam menavigasi nya. Klik lah kebaikan, scroll-lah ilmu, dan istighfarlah bila tersesat. Karena pada akhirnya, jejak digital pun akan berbicara di hadapan Allah.