HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

"Quiet Quitting": Fenomena Baru yang Mengubah Wajah Dunia Kerja Modern

Melinda Anggia Wijaya Mahasiswi Semester Prodi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Lentera24.com - Di ten...

Melinda Anggia Wijaya Mahasiswi Semester Prodi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya


Lentera24.com - Di tengah gempuran tuntutan pekerjaan modern, fenomena "Quiet Quitting" bagaikan hantu yang menghantui dunia kerja. Tren ini menggambarkan situasi di mana karyawan secara diam-diam menarik diri dari pekerjaan mereka, tanpa benar-benar mengundurkan diri. Alih-alih bekerja dengan penuh dedikasi, mereka memilih untuk melakukan "mogok kerja" secara pasif, menyelesaikan tugas minimum, dan meminimalisir interaksi dengan atasan dan kolega.

Akar dari "Quiet Quitting" tertanam dalam jeratan kelelahan mental (mental burnout) dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Tekanan kerja yang tiada henti, beban kerja yang berlebihan, dan kurangnya apresiasi dari atasan menjadi faktor utama yang mendorong karyawan untuk memilih jalan ini.

Bayangkan seorang pekerja yang setiap hari tenggelam dalam lautan tugas, dikejar deadline, dan dihantui rasa cemas. Kelelahan mental melanda, motivasi menguap, dan semangat kerja padam. Di saat itulah, "Quiet Quitting" menjadi pilihan yang menggoda, menawarkan jalan keluar dari jeratan stres dan frustrasi.

Dari sudut pandang psikologi, "Quiet Quitting" merupakan respons terhadap stres dan frustrasi yang tak tertahankan yang dialami pekerja di tempat kerja. Tekanan kerja yang tiada henti bagaikan belenggu yang mengikat, memaksa mereka untuk berlari tanpa henti dalam roda hamster yang tak pernah berhenti.

Dari sudut pandang filsafat, "Quiet Quitting" dapat diinterpretasikan sebagai krisis makna dan identitas dalam dunia kerja modern. Para pekerja mengalami kehilangan makna dalam pekerjaan mereka, merasa terealisasi dari produk yang mereka hasilkan, dan tidak terhubung dengan tujuan perusahaan.

Hal ini dipicu oleh budaya kerja yang hiper-kompetitif dan materialistik, di mana nilai individu diukur solely berdasarkan produktivitas dan profitabilitas. Karyawan diperlakukan sebagai alat produksi dan bukan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan, nilai, dan aspirasinya sendiri.

Filsafat Aksiologi, yang mempelajari nilai-nilai, dapat membantu kita memahami implikasi moral dari "Quiet Quitting". Dari sudut pandang aksiologi, nilai-nilai profesionalisme, dedikasi, dan tanggung jawab yang dijunjung tinggi dalam dunia kerja terancam oleh "Quiet Quitting". Ketika pekerja diam-diam menarik diri dari tanggung jawab mereka, kepercayaan dan hubungan antara pekerja dan atasan terkikis. Krisis moral melanda perusahaan, dan budaya kerja yang positif terkikis.

Epistemologi, ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan, membantu kita memahami bagaimana "Quiet Quitting" dapat memengaruhi cara pandang pekerja terhadap pekerjaan mereka. Ketika pekerja mulai meragukan nilai dan makna pekerjaan mereka, mereka mungkin mempertanyakan keyakinan mereka tentang apa yang penting dalam hidup.

Beban kerja yang berlebihan, kurangnya apresiasi, dan lingkungan kerja yang tidak suportif dapat memicu krisis eksistensial ini. Pekerja dihadapkan pada pertanyaan mendasar: apakah pekerjaan mereka benar-benar berharga dan memberikan makna bagi kehidupan mereka?

"Quiet Quitting" dapat menjadi momen refleksi bagi pekerja untuk mengevaluasi kembali tujuan dan prioritas mereka dalam hidup. Apakah pekerjaan mereka hanya sebatas sumber penghasilan, atau ada makna yang lebih dalam yang ingin mereka capai?

Ontologi, yang mempelajari tentang keberadaan, dapat membantu kita memahami bagaimana "Quiet Quitting" dapat memengaruhi identitas diri pekerja. Ketika pekerja menarik diri dari pekerjaan mereka, mereka mungkin merasa kehilangan jati diri dan tujuan hidup. Hal ini dapat memicu krisis identitas dan kesulitan dalam menemukan makna dalam hidup.

"Quiet Quitting" dapat menjadi kesempatan bagi pekerja untuk mengeksplorasi identitas mereka di luar pekerjaan. Dari sudut pandang ontologi, penting untuk memahami bahwa pekerjaan bukan satu-satunya sumber makna dan identitas. Pekerja perlu menemukan cara untuk membangun identitas yang kuat dan positif berdasarkan nilai-nilai, minat, dan hubungan mereka di luar pekerjaan.

"Quiet Quitting" bukanlah solusi jangka panjang untuk permasalahan dunia kerja modern. Namun, fenomena ini memberikan peluang untuk merefleksikan nilai-nilai yang mendasari dunia kerja dan membangun sistem yang lebih manusiawi.

Perusahaan perlu beralih dari budaya kerja yang hiper-kompetitif dan materialistik ke budaya yang menghargai kesejahteraan mental dan fisik karyawan. Karyawan perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan diberi otonomi untuk mengembangkan diri dan mencapai tujuan mereka.

Di tengah perubahan dunia kerja yang pesat, penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan individu dan tuntutan pekerjaan. Karyawan perlu menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, dan perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang suportif dan manusiawi.

Untuk mengatasi "Quiet Quitting", diperlukan transformasi budaya kerja yang signifikan. Perusahaan perlu membangun lingkungan kerja yang sehat, suportif, dan adil bagi karyawan, meningkatkan komunikasi yang terbuka dan transparan, memberikan apresiasi yang memadai, mempromosikan keseimbangan hidup dan kerja, mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan pekerja, dan **melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami secara mendalam tentang "Quiet Quitting".

"Quiet Quitting" memberikan peluang untuk merefleksikan nilai-nilai yang mendasari dunia kerja dan membangun sistem yang lebih manusiawi. Dengan membangun dunia kerja yang lebih seimbang dan bermakna, kita dapat mencegah "Quiet Quitting" dan membangun masa depan kerja yang lebih positif, produktif, dan berkelanjutan.

Dengan membangun dunia kerja yang lebih seimbang dan bermakna, kita dapat mencegah "Quiet Quitting" dan membangun masa depan kerja yang lebih positif dan berkelanjutan.

Kesimpulan 

"Quiet Quitting" adalah fenomena kompleks yang mencerminkan berbagai persoalan dalam dunia kerja modern. Dengan memahami akar permasalahannya dan menerapkan solusi yang tepat, kita dapat membangun masa depan kerja yang lebih positif, produktif, dan berkelanjutan.***