HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Filosofi Sisyphus : Antara Kebahagiaan dan Keputusasaan

Oleh Atha Rosyada Semester 2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Psikologi Universitas Brawijaya Lentera24.com - Hei, kamu tahu cerita m...

Oleh Atha Rosyada Semester 2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Psikologi Universitas Brawijaya

Lentera24.com - Hei, kamu tahu cerita mitologi Yunani kuno tentang Sisyphus? Tokoh dengan mitos terkenal dimana ia dihukum para dewa untuk mendorong batu besar ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya bergulir kembali ke bawah. Siklus abadi yang menyiksa, bukan? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana sisyphus bahagia? Apakah kebahagiaan dapat selalu kita dapatkan? Dari pertanyaan pertanyaan itu tahukah kamu, di balik penderitaannya, tersimpan filosofi hidup dengan makna yang dalam tentang kehidupan.


Batu yang Tak Pernah Sampai 

Mitos dari yunani kuno ini menceritakan bagaimana Sisyphus dihukum oleh para dewa atas kejahatannya terhadap dewa yakni menipu para dewa yakni mengkhianati Zeus dan menipu Hades. Dengan otaknya yang cerdik Sisyphus dapat 2 kali lolos dari hukuman para dewa. Untuk itu untuk yang terakhir kalinya ia dihukum berat dengan Sisyphus dihukum untuk terus-menerus mendorong batu itu ke atas gunung, hanya untuk melihatnya turun lagi. 


Hukuman itu berlaku selamanya

Dapat dibayangkan bagaimana kebahagiaan dan keputusasaan saat kita ada pada situasi seperti itu, tentu sangat menyakitkan bukan…


Namun, filsuf ternama Albert Camus memiliki pandangan yang berbeda dalam menjabarkan pengetahuan non ilmiah ini. Camus menuliskan pada bukunya yang berjudul Le Mythe de Sisyphe Camus mengatakan bahwa, "Kita harus membayangkan Sisyphus bahagia." Apa maksudnya? Menurut Camus, meskipun tugas Sisyphus tampak sia-sia dengan mendorong batu dan akan dijatuhkan lagi oleh dewa, ia bisa menemukan kebahagiaan dalam perjuangannya sendiri, dalam setiap langkah yang diambilnya untuk mendorong batu itu. Lewat setiap jerih payah dan usahanya untuk selalu hidup walaupun dalam kesengsaraan, adalah kebahagiaan untuk perjalanan hidupnya.


Psikolog Viktor Frankl juga memandang mitos Sisyphus sebagai metafora manusia yang selalu dihadapkan pada tantangan dan kesulitan yang tak terpecahkan. Namun, Frankl percaya bahwa manusia tetap bisa menemukan makna, bahkan di tengah penderitaan sekalipun. "Manusia adalah makhluk yang mencari makna," ujarnya. Dari pandangan ini kita pun dapat mengambil pelajaran bahwa masalah akan terus datang, lingkaran dari kehilangan dan pertemuan juga menjadi hal yang biasa, usaha dan mengulang juga akan menjadi hal yang wajar. Namun ternyata hal itu memang harus terus berjalan agar manusia dapat terus belajar.


Menerima Absurditas Hidup 

Absurdisme adalah pandangan filosofis yang berpandangan bahwa upaya manusia untuk menemukan makna atau penjelasan rasional dalam alam semesta yang pada akhirnya gagal karena memang tidak ada makna seperti itu. Albert Camus seorang tokoh filsuf yang tumbuh dengan kekerasan perang di sekelilingnya. Kamus melihat filosofi Sisyphus sebagai refleksi atas kondisi manusia, yang pada dasarnya tidak memiliki tujuan atau makna yang jelas, seperti perjuangan Sisyphus yang tampak sia-sia. Sama seperti kehidupan, kita berusaha mencari makna dan arti dengan mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam hidup. Namun semakin kita mencari maknanya semakin kita tidak menemukan apapun dan terjebak pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti, kenapa aku ada?, kenapa aku harus hidup di dunia?, kemana aku harus melangkah? dan untuk apa aku melakukan ini semua? 


Dengan semua pertanyaan itu pada akhirnya jawabannya “tidak ada”. Namun, justru dengan menerima dan menyadari absurditas ini, manusia dapat menemukan kebahagiaannya sendiri. Dengan berproses dan menikmati di setiap langkahnya. Bukan hanya merasa puas ketika sudah mencapai sesuatu. 


Ketika kita merasa terjebak dalam situasi yang tidak ada jalan keluarnya, seperti Sisyphus, kita dapat belajar dari filosofinya. Alih-alih menyerah pada keputusasaan, kita bisa memilih untuk tetap berjuang dan menemukan makna dalam proses itu sendiri. Seperti kata Frankl, "Dalam keputusasaan, ada harapan." 


Dengan pandangan absurdisme ini juga selain kita menyadari bahwa hidup memang tidak ada tujuan yang “berharga”, namun kita jadi lebih menghargai setiap proses yang kita lakukan karena kita memiliki pandangan bahwa memang semua tidak akan sia -sia dan semua akan sia sia. 


Kesimpulan

Mungkin kita tidak bisa mengubah kondisi yang kita hadapi, tapi kita bisa memilih cara pandang kita terhadapnya. Dengan menerima absurditas hidup dan terus mencari makna, kita dapat menemukan kekuatan dan kebijaksanaan untuk melangkah maju. Hidup tidak harus sempurna untuk menjadi indah, tidak perlu menunggu tua untuk merasakan, dan tidak perlu terlalu keras untuk terlihat mengesankan. Setiap orang punya cerita tentang rasa sakit yang berbeda penderitaan itu tidak dapat diukur dan kita tidak berhak menilai atau membandingkannya. Ingatlah apa yang terlihat sepele belum tentu mudah untuk dijalani. Hidup adalah perjalanan yang sulit dan melelahkan tapi makna yang mengikutinya akan begitu berarti jika kita memiliki cukup waktu untuk menyadari.***


Sumber bacaan:

Camus, Albert. (1955). The Myth of Sisyphus and Other Essays. Vintage.
Frankl, Viktor E. (2006). Man's Search for Meaning. Beacon Press.
Tarnas, Richard. (1991). The Passion of the Western Mind: Understanding the Ideas That Have Shaped Our World View. Ballantine Books.