Melani Nur Wahidah Mahasiswi Semester 3 Prodi S1 - Hubungan Internasional, Fakultas Ekonomi dan Sosial, Universitas AMIKOM Yogyakarta Lente...
Melani Nur Wahidah Mahasiswi Semester 3 Prodi S1 - Hubungan Internasional, Fakultas Ekonomi dan Sosial, Universitas AMIKOM Yogyakarta
Lentera24.com - Berangkat dari pengalaman saya selama menjalani Perkuliahan di Merauke, Papua. Saya banyak mendapat cerita tentang masalah pelanggaran HAM yang terjadi di Merauke terlebih lagi saat dibentuknya Provinsi baru di negeri mutiara hitam ini.
Seiring berjalannya waktu, disini saya berusaha mengkaji tentang dua perspektif yang berbeda yaitu dari Perspektif tujuan dari Pemerintah dari Perspektif keinginan masyarakat Papua itu sendiri tentang pembentukan Provinsi baru yang seharusnya menjadi tujuan yang baik bagi masyarakat malah menimbulkan konflik vertikal.
Pemekaran Papua menjadi 3 wilayah bagian yaitu, Papua Tengah Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Selatan yang baru dibentuk pada bulan juni lalu menjadi masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Penyebab Pelanggaran HAM dalam hal ini yaitu karena tidak ada kesepakatan atau koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah maupun warga lokal. Pembentukan Provinsi baru di Papua Selatan bukanlah tanpa alasan tapi dengan tujuan meningkatkan Kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Namun dengan diresmikannya tiga Provinsi itu serta dilantiknya pejabat gubernur ternyata malah tidak juga membuahkan respon positif dari masyarakat bahkan mereka menganggap pembentukan provinsi baru itu hanya akan menimbulkan konflik baru dan besar untuk pelanggaran HAM di Papua.
Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih sangat rawan akan konflik, penyebabnya yaitu karena sengketa tanah peninggalan terdahulu, Mereka sudah mengenal culture area atau batasan - batasan wilayah karena di papua sendiri terdapat tanah adat yang haknya hanya dimiliki oleh suku atau marga itu, kemudian penyebab lainnya adalah integrasi Papua belum muncul adanya nilai kebersamaan antar suku dan kasus-kasus pelanggaran lain yang sering terjadi.
Hal ini juga sebenarnya didasari kurangnya kesejahteraan sosial disana. Pemekaran Provinsi di Papua bisa berpotensi akan menjadi daerah otonom yang gagal karena tidak ada persiapan yang matang. Penetapan Provinsi baru bisa saja akan menambah kasus pelanggaran HAM seperti yang telah terjadi sebelumnya. Seperti pada tahun 2014 di mana warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda.
Dan pada saat di bukanya jalan-jalan baru untuk pembentukan Provinsi Papua Selatan juga memakan banyak korban, karena beberapa ada orang yang terbunuh pada saat kerja, hal ini harusnya menjadi perhatian utama pemerintah, karena jika pembangunan wilayah terus dilanjutkan takutnya akan semakin menambah banyak korban. Pembentukan Provinsi baru yang tidak dibarengi dengan koordinasi yang baik dengan warga lokalnya akan menimbulkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Sebenarnya alasan lain mengapa mereka tidak setuju atas pemekaran Papua Selatan yaitu mereka menganggap bahwa pemekaran dilakukan bukan hanya untuk mensejahterakan rakyat disana tapi hanya untuk kepentingan kelompok manusia dan mengeruk sumber daya alam yang ada di wilayah Papua, karena selama ini walaupun banyak sumber daya yang telah terambil tetapi mereka belum merasakan dampak yang besar dari pemerintah bagi kesejahteraan mereka. Mereka menyatakan bahwa negara hanya berfikir untuk kepentingan negara bukan orang papua, tetapi sumber daya papua.
Keinginan untuk memekarkan papua itu sebenarnya juga bukan keinginan dari pihak orang Papua melainkan hanya keinginan dari Pemerintah saja. MRP (Majelis Perwakilan Papua) pun hanya sekali bertemu Pemerintah untuk membahas Pemekeran Papua serta tidak pernah menyetujui Pemekaran Provinsi baru, dari sini dapat dilihat bahwa terjadinya diskriminasi dan Ketidakadilan dalam Hak Politik dan demokrasi di wilayah Papua. Pemekaran dianggap akan menjadi potensi untuk dominasi masyarakat luar untuk perampasan tanah adat dan juga sumber daya lain.
Bisa terlihat bahwa transparasi dari pemerintah dalam hal ini sangat buruk padahal transparasi diperlukan dalam hal ini karena apa yang menjadi kepentingan pemerintah, rakyat juga harus tahu. Partisipasi warga dan Pemerintah Daerah seharusnya juga perlu dilibatkan secara andil dalam keputusan, membuka ruang dialog untuk merumuskan kebijakan demi kebutuhan masyarakat Pembentukan Provinsi baru ini mengesampingkan aspirasi dari masyarakat merupakan suatu bentuk tidak diterapkannya sistem demokrasi yang adil di Papua.
Menurut saya, Potensi konflik masa lalu bisa saja akan timbul kembali seperti ketegangan antar organisasi pejuang kemerdekaan dan Elit pendukung pemekaran. Pemekaran dapat dijadikan alat bagi orang-orang egois untuk memecah belah indonesia lagi. Maka dari itu seharusnya pemekaran dilakukan tidak hanya dengan satu kali dialog namun juga harus dilakukanya pendekatan kultural dan komunikasi masyarakat melalui pemerintahan daerah, karena kebanyakan masyarakat papua sendiri masih dikenal dengan masyarakat yang tertutup dengan hal luar.
Jika Pemekaran dilakukan harus juga menjamin HAM dan melindungi Asli orang papua untuk bisa mengambil andil dalam mengelola wilayahnya sendiri. Krisis kepercayaan di Papua sering terjadi karena sejak lama. Sebenarnya orang Papua menolak untuk melakukan pemekaran tapi mereka lebih mengingatkan untuk fokus pada hal yang mendesak saja. ***