Peristiwa tumpahan minyak yang terjadi di ZEE Australia hingga melewati ZEE Indonesia bermula pada 21 Agustus 2009. Pada mulanya terjadi led...
Peristiwa tumpahan minyak yang terjadi di ZEE Australia hingga melewati ZEE Indonesia bermula pada 21 Agustus 2009. Pada mulanya terjadi ledakan di The Montara Well Head Platform yang berlokasi di West Atlas-Laut Timor perairan Australia.
Tumpahan minyak di Montara dengan estimasi tumpahannya sekitar 2.000 barel/hari atau sekitar 318.000 liter/hari yang berdampak pada kebocoran minyak dan juga gas hydrocarbon. Kebororan minyak ini berlangsung dan masuk ke laut Timor pada tanggal 29 Agustus 2009. Jejak tumpahan minyak mentah tersebut memasuki sebagian kecil Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
Berdasarkan analisis GC, hasil Chromatologram menunjukan bahwa terball yang ditemukan diperairan ZEE Indonesia yang mengandung minyak mentah memiliki karakteristik yang sama sepeti minyak yang berasal dari Montara. Minyak yang ditemukan diperairan Indonesia ini memiliki rantai C13-C34.
Siapakah yang bertanggung jawab penuh atas kejadian ini? apakah Pemerintah Indonesia ? apakah Pemerintah Australia? Ataukah Pemerintah Thailland? Hal inilah yang masih menjadi perdebatan karena selama 11 tahun semenjak kasus ini terjadi belum ada jalan keluar atau keputusan yang resmi dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Pihak-pihak yang terkait dengan kasus minyak Montara ini. Perusahaan minyak yaitu PTTEP Australisia yang menyebabkan terjadinya ledakan di padang minyak Montara sebenarnya bukan milik perusahaan Australisia. PTTEP ini sebenarnya adalah milik Thailland dan merekalah yang mempunyai hak operasional untuk eksplorasi sumur minyak.
Pada kasus Montara ini kita tidak dapat menyalahkan semuanya ke Australia karena mereka sendiri juga korban karena, mereka juga terkena dampak tumpahan minyak diwilayah perairan mereka yang cukup luas. Awalnya Australia mempunyai konsei eksplorasi sumur minyak Montara kemudian, mereka menyerahkan haknya kepada PTTEP Australisia.
Sehingga pada kasus ini dalam upaya penanganannya, Pemerintah Indonesia melakukan komunikasi dengan Pemerintah Australia dan Pemerintah Thailland.
Komunikasi yang dilakukan dengan Pemerintah Australia berguna untuk mendapatkan informasi tentang proses penanggulangan dan dampak yang tejadi pada beberapa negara. Komonikasi ini dilakukan dengan mengirim Tim Kementrian Perhubungan ke Darwin Australia Focal Point. Komunikasi Intergovermental antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Thailland dan antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Thailland untuk mengambil tindakan yang akan dilakukan karena seperti diketahui bahwa perusahaan Thailland berdiri di tanah Australia.
Hasil dari komunikasi Intergovermental ini, Pemerintah mengajukan klaim ganti rugi kepaa PTTEP Australisia dengan nominal biayanya ± Rp.291 Miliar atau setara dengan ± US$ 30 Juta ( Report Of The Incident Analysis Team:2010 ) padahal jika uraikan secara rinci kerugian ekologi total berdasarkan lama dan sebaran dampak, estimasi total sebesar Rp. 14.050.145.621.561,90.
Namun sangat meresahkan karena, baik Perusahaan PTTEP Australisia beranggapan bahwa tidak terjadi kerusakan lingkungan diwilayah Indonesia yang terkena tumpahan minyak Montara dan hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakuan oleh PTTEP Australisia dengan bukti bahwa, secara umum rantai karbon yang ringan akan mudah untuk menguap di alam namun tetap memiliki toksisitas terhadap kehidupan di laut dan wilayah yang terkena dampak minyak Montara berada dalam radius 82 km dari sumur Montara dan tumpahannya.
Sedangkan Pemerintahan Australia menggumumkan bahwa tumpahan minya Montara tidak mencemari perairan Indonesia, dimana 98,6% terjadi di laut Australia. Berdasarkan ( Report Of The Incident Analysis Team:2010 ) dapat disimpulkan bahwa dari kedua pihak yakni perusahaan PTTEP Astralisia dan Pemerintah Australia menganggap tidak terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Jika sudah seperti ini bagaimana jalan yang harus diambil?
Tumpahan minyak Montara ke Laut Timor berdampak pada beberapa wilayah yang ada di Nusa Tenggara Timur seperti, Kabupaten Kupang, Kota madya Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Belu. Kebocoran minyak ini menyebabkan kerugian baik secara ekonomi maupun materi.
Korelasi antara minyak yang ada di Montara dan minyak yang ditemukan di perairan Indonesia menyebabkan terganggunya ekosistem yang berdampak besar pada Wilayah Pengelolaan Perikanan ( WWP ), Taman Nasional Laut Sawu, pengembangan daerah perikanan, wilayah distribusi dugong, wilayah distribusi kura-kura dan wilayah terumbu karang.
Perairan di Laut Timor yang terkena tumpahan minyak menimbulkan efek toksik pada mahkluk hidup laut karena didukung oleh PAH Laut Timor yang tinggi sekiiar 705,100-932,800 ppm.
Kerusakan lingkungan berimbas juga pada ekonomi dan sosial, masyarakat mengalami kerugian yang tidak sedikit. Misalnya penurunan hasil perikanan, terganggunya kenyamanan masyarakat pesisir, terganggunya pertumbuhan rumput laut hasil budidaya ( terhambatnya pertumbuhan rumput laut dan kematian rumput laut ), rusaknya ekosistem terumbu karang, ladang lamun dan mangrove.
Apakah dengan keadaan yang sudah terjadi, PTTEP Australisia dan Pemerintah Australia masih beranggapan bahwa Laut Timor tidak mendapatkan dampak dari tumpahan minyak Montara ? Kasus ini tidak selamanya dilihat dari sisi ekonominya namun disini lebih ke sisi ekologinya. Efek yang terjadi bisa dalam jangka waktu yang pendek atau jangka waktu yang panjang.
Kasus tumpahan minyak Montana yang hampir mencapai 11 tahun namun belum mendapatkan jalan keluar inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia dalam bertindak dan mengambil sikap sesuai dengan otoritasnya. Kita tidak dapat menyalahkan Pemerintah Australia maupun PTTEP karena jika pemerintah kita lebih tegas dalam menyikapi kasus Montara ini tentunya tidak akan memakan waktu sampai 11 tahun.
Pemerintah dapat menggunakan Hukum Internasional dalam membantu menyelesaikan kasus minyak Montana di Laut Timor.
Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam UNCLOS 1982, khususnya pada Pasal 56, Pasal 60, dan Pasal 194 Ayat ( 2) “klaim ganti rugi diselesaikan melalui perundingan antara kedua negara” pemerintah kita sudah mencoba mengunakan upaya ini namun hasilnya nihil bahkan mereka beranggapan bahwa Laut Timor tidak mengalami dampak dari tumpahan minyak Montara namun pada kenyatannya Indonesia mengalami kerugian yang amat besar akibat dari tumpahan minyak Montara ini.
Pemerintah dapat menggunakan hukum UNCLOS Pasal 139 yang dapat membantu menyelesakan kasus ini karena, dalam pasal ini mengatakan bahwa negara yang menyebabkan kerugian negara lain akibat kegiatannya harus dikenakan ganti rugi atas dampak yang merugikan negara tersebut. pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia tentunya memahami Hukum Internasional tersebut.
Dari kejadian ini seharusnya dibentuk suatu konvensi internasional atau aturan hkum internasional khusus dalam kerusakan lingkungan ( darat dan laut ) akibat dari pengeboran minyak lepas pantai seperti MARPOL yang khusus mengatur tentang pencemaran minyak dari kapal. Sehingga jika dikemudian hari terdapat kasus yang sama dapat diambil jalan hukm yang tegas juga sehingga masalah dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.
Pengirim :
Rani Anastasya Masu
Mahasiswi Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Bioteknologi
![]() |
Foto : Ilustrasi |
Berdasarkan analisis GC, hasil Chromatologram menunjukan bahwa terball yang ditemukan diperairan ZEE Indonesia yang mengandung minyak mentah memiliki karakteristik yang sama sepeti minyak yang berasal dari Montara. Minyak yang ditemukan diperairan Indonesia ini memiliki rantai C13-C34.
Siapakah yang bertanggung jawab penuh atas kejadian ini? apakah Pemerintah Indonesia ? apakah Pemerintah Australia? Ataukah Pemerintah Thailland? Hal inilah yang masih menjadi perdebatan karena selama 11 tahun semenjak kasus ini terjadi belum ada jalan keluar atau keputusan yang resmi dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Pihak-pihak yang terkait dengan kasus minyak Montara ini. Perusahaan minyak yaitu PTTEP Australisia yang menyebabkan terjadinya ledakan di padang minyak Montara sebenarnya bukan milik perusahaan Australisia. PTTEP ini sebenarnya adalah milik Thailland dan merekalah yang mempunyai hak operasional untuk eksplorasi sumur minyak.
Pada kasus Montara ini kita tidak dapat menyalahkan semuanya ke Australia karena mereka sendiri juga korban karena, mereka juga terkena dampak tumpahan minyak diwilayah perairan mereka yang cukup luas. Awalnya Australia mempunyai konsei eksplorasi sumur minyak Montara kemudian, mereka menyerahkan haknya kepada PTTEP Australisia.
Sehingga pada kasus ini dalam upaya penanganannya, Pemerintah Indonesia melakukan komunikasi dengan Pemerintah Australia dan Pemerintah Thailland.
Komunikasi yang dilakukan dengan Pemerintah Australia berguna untuk mendapatkan informasi tentang proses penanggulangan dan dampak yang tejadi pada beberapa negara. Komonikasi ini dilakukan dengan mengirim Tim Kementrian Perhubungan ke Darwin Australia Focal Point. Komunikasi Intergovermental antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Thailland dan antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Thailland untuk mengambil tindakan yang akan dilakukan karena seperti diketahui bahwa perusahaan Thailland berdiri di tanah Australia.
Hasil dari komunikasi Intergovermental ini, Pemerintah mengajukan klaim ganti rugi kepaa PTTEP Australisia dengan nominal biayanya ± Rp.291 Miliar atau setara dengan ± US$ 30 Juta ( Report Of The Incident Analysis Team:2010 ) padahal jika uraikan secara rinci kerugian ekologi total berdasarkan lama dan sebaran dampak, estimasi total sebesar Rp. 14.050.145.621.561,90.
Namun sangat meresahkan karena, baik Perusahaan PTTEP Australisia beranggapan bahwa tidak terjadi kerusakan lingkungan diwilayah Indonesia yang terkena tumpahan minyak Montara dan hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakuan oleh PTTEP Australisia dengan bukti bahwa, secara umum rantai karbon yang ringan akan mudah untuk menguap di alam namun tetap memiliki toksisitas terhadap kehidupan di laut dan wilayah yang terkena dampak minyak Montara berada dalam radius 82 km dari sumur Montara dan tumpahannya.
Sedangkan Pemerintahan Australia menggumumkan bahwa tumpahan minya Montara tidak mencemari perairan Indonesia, dimana 98,6% terjadi di laut Australia. Berdasarkan ( Report Of The Incident Analysis Team:2010 ) dapat disimpulkan bahwa dari kedua pihak yakni perusahaan PTTEP Astralisia dan Pemerintah Australia menganggap tidak terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Jika sudah seperti ini bagaimana jalan yang harus diambil?
Tumpahan minyak Montara ke Laut Timor berdampak pada beberapa wilayah yang ada di Nusa Tenggara Timur seperti, Kabupaten Kupang, Kota madya Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Belu. Kebocoran minyak ini menyebabkan kerugian baik secara ekonomi maupun materi.
Korelasi antara minyak yang ada di Montara dan minyak yang ditemukan di perairan Indonesia menyebabkan terganggunya ekosistem yang berdampak besar pada Wilayah Pengelolaan Perikanan ( WWP ), Taman Nasional Laut Sawu, pengembangan daerah perikanan, wilayah distribusi dugong, wilayah distribusi kura-kura dan wilayah terumbu karang.
Perairan di Laut Timor yang terkena tumpahan minyak menimbulkan efek toksik pada mahkluk hidup laut karena didukung oleh PAH Laut Timor yang tinggi sekiiar 705,100-932,800 ppm.
Kerusakan lingkungan berimbas juga pada ekonomi dan sosial, masyarakat mengalami kerugian yang tidak sedikit. Misalnya penurunan hasil perikanan, terganggunya kenyamanan masyarakat pesisir, terganggunya pertumbuhan rumput laut hasil budidaya ( terhambatnya pertumbuhan rumput laut dan kematian rumput laut ), rusaknya ekosistem terumbu karang, ladang lamun dan mangrove.
Apakah dengan keadaan yang sudah terjadi, PTTEP Australisia dan Pemerintah Australia masih beranggapan bahwa Laut Timor tidak mendapatkan dampak dari tumpahan minyak Montara ? Kasus ini tidak selamanya dilihat dari sisi ekonominya namun disini lebih ke sisi ekologinya. Efek yang terjadi bisa dalam jangka waktu yang pendek atau jangka waktu yang panjang.
Kasus tumpahan minyak Montana yang hampir mencapai 11 tahun namun belum mendapatkan jalan keluar inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia dalam bertindak dan mengambil sikap sesuai dengan otoritasnya. Kita tidak dapat menyalahkan Pemerintah Australia maupun PTTEP karena jika pemerintah kita lebih tegas dalam menyikapi kasus Montara ini tentunya tidak akan memakan waktu sampai 11 tahun.
Pemerintah dapat menggunakan Hukum Internasional dalam membantu menyelesaikan kasus minyak Montana di Laut Timor.
Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam UNCLOS 1982, khususnya pada Pasal 56, Pasal 60, dan Pasal 194 Ayat ( 2) “klaim ganti rugi diselesaikan melalui perundingan antara kedua negara” pemerintah kita sudah mencoba mengunakan upaya ini namun hasilnya nihil bahkan mereka beranggapan bahwa Laut Timor tidak mengalami dampak dari tumpahan minyak Montara namun pada kenyatannya Indonesia mengalami kerugian yang amat besar akibat dari tumpahan minyak Montara ini.
Pemerintah dapat menggunakan hukum UNCLOS Pasal 139 yang dapat membantu menyelesakan kasus ini karena, dalam pasal ini mengatakan bahwa negara yang menyebabkan kerugian negara lain akibat kegiatannya harus dikenakan ganti rugi atas dampak yang merugikan negara tersebut. pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia tentunya memahami Hukum Internasional tersebut.
Dari kejadian ini seharusnya dibentuk suatu konvensi internasional atau aturan hkum internasional khusus dalam kerusakan lingkungan ( darat dan laut ) akibat dari pengeboran minyak lepas pantai seperti MARPOL yang khusus mengatur tentang pencemaran minyak dari kapal. Sehingga jika dikemudian hari terdapat kasus yang sama dapat diambil jalan hukm yang tegas juga sehingga masalah dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.
Pengirim :
Rani Anastasya Masu
Mahasiswi Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Bioteknologi