suara-tamiang.com , ANKARA - Setidaknya 95 orang tewas di Ankara, Turki, ketika sepasang bom yang dipasang dua tersangka penyerang bu...
suara-tamiang.com, ANKARA - Setidaknya 95 orang tewas di
Ankara, Turki, ketika sepasang
bom yang dipasang dua tersangka penyerang bunuh diri meledak dalam kerumunan
massa aktivis sayap kiri dan pro-Kurdi saat mereka menggelar aksi damai pada
Sabtu (10/10/2015) kemarin. Peristiwa tersebut merupakan serangan paling
mematikan dalam sejarah Turki.
Ledakan kembar itu, yang terjadi
dekat stasiun kereta api utama Ankara, meningkatkan ketegangan menjelang
pemilihan umumTurki pada 1
November mendatang. Suasana sesungguh telah tegang selama ini di tengah
serangan pemerintah terhadap kaum militan Kurdi.
Mayat-mayat para demonstran yang
tewas terlihat berserakan di lokasi kejadian setelah ledakan, sementara spanduk-spanduk
yang mereka bawa dalam unjuk rasa itu yang bertulis "Kerja, Perdamaian dan
Demokrasi" tergeletak di samping mereka.
Serangan tersebut juga menyebabkan
246 orang terluka, 48 di antaranya berada dalam perawatan intensif. Demikian
menurut data korban yang telah diperbarui dan diumumkan oleh kantor Perdana
Menteri Ahmet Davutoglu.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengecam
apa yang ia sebut sebagai "serangan keji" yang ingin menyasar
"persatuan dan perdamaian negara kita".
Davutoglu telah menyatakan tiga
hari berkabung. Ia mengatakan, ada "tanda-tanda yang kuat" bahwa
serangan itu dilakukan oleh dua pengebom bunuh diri.
Aksi protes yang dimulai pukul 12
siang itu menuntut diakhirinya konflik berdarah antara separatis Kurdi, PKK,
dengan tentara pemerintah. Partai pro-Kurdi HDP yang merupakan salah satu
penyelenggara protes itu menyatakan bahwa anggota mereka menjadi sasaran utama
pengeboman tersebut. Pemimpin HDP menyalahkan negara atas serangan, yang
disebutnya sebagai "pembunuhan besar-besaran" itu, dan membatalkan
semua pawai pemilu.
PKK pada Sabtu menyerukan kepada
pasukannya untuk menghentikan kegiatan gerilya di Turki kecuali jika mereka diserang lebih
dulu. Sebuah pernyataan dari kelompok pelindung mereka menyatakan bahwa
kekuatan mereka, "tak akan melakukan kegiatan apa pun yang menghalangi
atau merugikan terselenggaranya pemilu yang adil dan seimbang".
Ledakan kemarin itu terjadi sesaat
sesudah pukul 10 pagi ketika kerumunan sudah mulai terbentuk menjelang
demonstrasi. Sebuah video amatir memperlihatkan sekelompok orang muda
berpegangan tangan dan bernyanyi sebelum terjadinya ledakan.
Terjadi kekacauan setelah ledakan
itu, ketika ambulans bergegas untuk menolong yang terluka dan saat polisi
mengepung daerah yang bernoda darah di sekitar stasiun kereta api. Bulent
Tekdemir, yang berada dekat pawai protes mengatakan kepada BBC bahwa polisi
meggunakan gas air mata "segera sesudah bom meledak" dan "tak
mengizinkan ambulans lewat". Penduduk setempat mengatakan orang-orang yang
marah mencoba menyerang kendaraan polisi sesudah ledakan.
"Kami mendengar sebuah
ledakan besar dan kemudian sebuah ledakan yang lebih kecil. Setelahnya terjadi
kepanikan. Lalu kami melihat mayat-mayat di sekitar stasiun," kata Ahmet
Onen, 52. "Sebuah demonstrasi yang mempromosikan perdamaian telah berubah
menjadi pembantaian, saya tidak mengerti ini," katanya sambil terisak.
HDP lewat akun Twitter resmi
mereka menyatakan polisi "menyerang" orang-orang yang berusaha
menolong korban keluar dari lokasi.
Kecaman internasional terhadap
aksi itu langsung bermunculan. Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan
"kesedihan dan kecemasan" atas serangan itu, sementara Presiden AS
Barack Obama dan Rusia Vladimir Putin menyampaikan belasungkawa mereka untuk
Erdogan. (tribunews)