SYAWALUDDIN | STC KARANG BARU – Untuk meningkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Tamiang (Atam), LembAHtari dan GeRAK Aceh meng...
SYAWALUDDIN
| STC
KARANG BARU – Untuk meningkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Tamiang
(Atam), LembAHtari dan GeRAK Aceh menggali potensi yang terkandung dalam sektor
Ektraktif, seperti minyak, gas,
pertanian dan perkebunan.
Mengingat Atam merupakan daerah penghasil Cruise Palm Oil (CPO) atau
minyak kelapa sawit, begitu juga minyak dan gas serta pertanian, sayangnya
potensi ini masih mengalami berbagai hambatan dalam mendongkrak perekonomian di
Atam.
“Kelemahan kita untuk mengais pundi-pundi rupiah dari sektor ini
banyak mengalami hambatan, terutama dalam hal berkaitan dengan pemberian ijin,
pengawasan, qanun serta lokasi eksploitasi yang masih sangat abu-abu”. Tegas
Sayed Zainal; Direktur Eksekutif LembAHtari, kepada wartawan Jumat (23/8)
kepada STC.
Dikatakan Sayed, pihak pemerintah belum siap dengan segala keuntungan
serta konsekuensi, hal itu terlihat masih banyaknya, praktik-praktik ilegal
yang dilakukan perusahaan. Dengan mengelabui data untuk memperkecil pajak, hal
tersebut terjadi akibat lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan Pemkab Atam.
Tidak hanya itu, belum siapnya qanun yang mengatur tentang jenis-jenis pendapatan; Mineral, Minyak,
Perkebunan, Kehutanan dan Pertanian, sehingga pihak perusahaan eksploitasi
bebas melakukan praktik-praktik ilegal, seperti penggelapan pajak dan
lain-lain.
Sementara Ketua GeRAK Aceh, Askalani mengatakan; pihaknya menginginkan
Atam lebih memberikan keterbukaan dalam mengamini ijin dalam sektor perkebunan,
minyak dan gas serta sektor kehutanan dan perkebunan, dan itu ada dalam
peraturan nomor 26 tahun 2010.
Ada beberapa sektor daerah yang bisa didapat oleh daerah, terutama
sektor bagi hasil migas, Atam merupakan kabupaten terbesar dibanding kabupaten
lainnya. Sementara daerah penghasil yang sangat tinggi adalah dari exxon mobil.
Tapi minim pendapatan.
Dia mencontohkan; Atam hanya menerima dana perimbangan 8,2 persen.
Tercatat kabupaten Atam tidak memiliki pendapatan dari sektor pertambangan,
namun didapat dari pajak, Rp. 5,2 miliar per tahun. Saya berharap website
Pemkab Aceh Tamiang harus dibuka untuk umum dan menjelaskan tentang penerimaan
pajak dari Migas, Perkebunan, dan Kehutanan dan Perkebunan.
Masalah perizinan di Kabupaten Atam masih terlihat tumpang tindih,
soal pengolahan anggaran, bagi GeRAK, asal pemerintah sudah berani membuka saja
itu sudah baik, meski banyak gesekan-gesekan yang terjadi disana-sini.
“Saya berharap, Atam memiliki web khusus untuk memberikan gambaran
apapun yang ada di Atam, potensi mineral, SDA, Migas, perkebunan dan sektor
kehutanan. Artinya web tersebut adalah sebagai pembanding dalam sektor
penerimaan di Atam”. Katanya.
Three Eka Indra Bakti dari Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan Daerah
(DPPKA) mengatakan; Sumber pendapatan daerah dari sektor minyak dan gas. Termaktub
dalam UU No 28 tahun 1999 secara jelas, sedang hal pungutan yang tidak
disebutkan dalam UU, DPPKA tidak boleh memungut.
Sedang yang menyangkut dengan uang pendapatan lain melalui transfer,
tidak ada yang ditutupi. Sebab sudah diatur dalam aturan menteri keuangan,
apalagi saat sudah bisa diakses, bwebsitenya, termasuk transfer dana.
“DPKA sudah melakukan
praktik transfaransi ke pihak publik, terutama untuk minyak dan gas, yang sudah
jelas aturan mainnya. Sedang realisasi yang kita terima, misal PBH Sumber daya
alam, Minyak Bumi dan Gas yang resmi Rp. 8,9 miliar yang ditransfer tahun 2011.
Hal ini mengalami peningkatan setiap tahunnya”. Kata Three
Semantara Ir Hamdan, salah seorang Kabid di Dinas Perambangan dan
Energi menjelaskan; Tentang pendapatan dari migas, menurutnya sudah dapat
diakui, namun persoalannya adalah kuantitas barrel minyak yang tidak jelas,
berapa besar kuantitasnya. 2011 dana bagi hasil Migas, tercatat 1.022.000 ribu
barel, penghasilan kabupaten Atam Rp. 57 miliar, 70 Persen dikembali ke daerah,
kembali ke atam Rp. 8,2 miliar.
Sedangkan masalah Dolomit, 2011 pajak mineral bukan logam dan batuan
sebesar Rp. 60 juta, 2012 naik Rp. 226 juta, 2013 sampai juli 189 juta. Masalah
dolomi sudah dituang dalam qanun tersebut pajaknya Rp. 3,- per kilogram, di
tingkat kecamatan sudah di cari solusi, agar tambang dolomit bisa seimbang
dengan hasil yanbg sudah diambil dan dikembalikan dalam bentuk pembangunan.