suara-tamiang.com | Lima pencari kayu alim (Aquilaria malaccensis) dari Desa Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, dilaporkan hi...
suara-tamiang.com | Lima pencari kayu alim (Aquilaria malaccensis) dari Desa Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, dilaporkan hilang di kawasan Hutan Lesten saat mencari kayu beraroma harum itu 17 hari lalu. Satu di antaranya dikabarkan jatuh ke jurang dan mengalami patah kaki.
Ketua Search and Resque (SAR) Aceh Tamiang, Syaiful Syahputra , Minggu (10/3) mengatakan, kabar tentang hilangnya para pencari kayu itu ia peroleh dari laporan keluarga korban, masing-masing Zakaria, Awaluddin, Hermanto, dan Iyan, keempatnya warga Desa Tenggulun, dan David, warga Desa Simpang Kiri.
Segera setelah kabar kehilangan itu menyebar di tengah masyarakat, tujuh warga dari Desa Tenggulun langsung mencari mereka yang hilang itu, namun belum diketahui keberadaannya.
Keluarga korban menyebutkan, para pemburu kayu alim (gaharu) itu berangkat pada 20 Februari lalu ke Hutan Lesten yang dikenal masih perawan.
Dalam perjalanan menyusuri hutan, satu di antara lima sekawan itu, yakni Zakaria, jatuh ke jurang dan mengalami patah tulang, sehingga harus dipapah oleh rekan-rekannya. Kondisi ini diketahui keluarga korban Minggu (3/3) siang melalui handphone yang disampaikan dua dari temannya yang sengaja ke luar dari hutan untuk mencari lokasi yang ada jaringan/sinyal HP-nya.
“Jarak antara lokasi yang ada sinyal HP dengan lokasi jurang tempat korban terjatuh, jauhnya dua hari dua malam perjalanan,” ujarnya Syaiful Syahputra yang biasa disapa “Wak Keung”.
Karena dua teman Zakaria memberi tahu bahwa mereka butuh pertolongan untuk mengangkat korban yang patah kaki dari jurang, akhirnya pihak keluarganya mengutus tujuh warga pada Kamis (7/3) pukul 17.00 WIB dengan perbekalan minim. Tim ini terdiri atas Sueb, Ismail, M Baki, Suhar, Kasman, Bedul, dan Leman.
Mereka berangkat mencari lima rekannya di kawasan Hutan Lesten. Namun, sampai saat ini belum ada kabar dari mereka sehingga keluarga khawatir mereka semuanya tersesat di hutan. “Kondisi ini akhirnya dilaporkan ke aparat desa setempat dan diteruskan ke SAR Aceh Tamiang,” tambah Syaiful
Menindaklanjuti laporan tersebut, SAR sedang berkoordinasi dengan Polsek Kejuruan Muda untuk menentukan apakah pencarian terhadap ke-12 warga tersebut dilanjutkan atau menunggu beberapa hari lagi sambil mencari titik koordinat pada saat salah satu dari mereka menelepon lewat HP.
Kapolres Aceh Tamiang, Dicky Sondani SIK MH melalui Kapolsek Kejuruan Muda, Iptu Surya Purba mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan informasi terkait perjalanan ke lokasi yang diperkirakan membutuhkan waktu sepuluh hari itu.
Lamanya perjalanan ke lokasi jatuhnya Zakaria, tentunya membutuhkan kesiapan yang cukup. “Jangan sampai nanti regu penolong tersesat juga. Kita berembuk dulu bagaimana caranya. Saya juga sudah telepon Danramil untuk koordinasi,” ujarnya.
Kayu alim yang lebih popular dengan nama gaharu, merupakan hasil hutan yang mahal, karena mengandung damar wangi. Di Medan, Sumatera Utara, harga kayu ini mencapai Rp 700.000-Rp 1 juta per kilogram.
Kayu alim dimanfaatkan untuk pewangi ruangan, parfum, obat, dan hio (bagi pemeluk agama Budha dan Konghucu). Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, yaitu bongkahan, irisan, dan serbuk. |Sumber : Serambinews.com
Ketua Search and Resque (SAR) Aceh Tamiang, Syaiful Syahputra , Minggu (10/3) mengatakan, kabar tentang hilangnya para pencari kayu itu ia peroleh dari laporan keluarga korban, masing-masing Zakaria, Awaluddin, Hermanto, dan Iyan, keempatnya warga Desa Tenggulun, dan David, warga Desa Simpang Kiri.
Segera setelah kabar kehilangan itu menyebar di tengah masyarakat, tujuh warga dari Desa Tenggulun langsung mencari mereka yang hilang itu, namun belum diketahui keberadaannya.
Keluarga korban menyebutkan, para pemburu kayu alim (gaharu) itu berangkat pada 20 Februari lalu ke Hutan Lesten yang dikenal masih perawan.
Dalam perjalanan menyusuri hutan, satu di antara lima sekawan itu, yakni Zakaria, jatuh ke jurang dan mengalami patah tulang, sehingga harus dipapah oleh rekan-rekannya. Kondisi ini diketahui keluarga korban Minggu (3/3) siang melalui handphone yang disampaikan dua dari temannya yang sengaja ke luar dari hutan untuk mencari lokasi yang ada jaringan/sinyal HP-nya.
“Jarak antara lokasi yang ada sinyal HP dengan lokasi jurang tempat korban terjatuh, jauhnya dua hari dua malam perjalanan,” ujarnya Syaiful Syahputra yang biasa disapa “Wak Keung”.
Karena dua teman Zakaria memberi tahu bahwa mereka butuh pertolongan untuk mengangkat korban yang patah kaki dari jurang, akhirnya pihak keluarganya mengutus tujuh warga pada Kamis (7/3) pukul 17.00 WIB dengan perbekalan minim. Tim ini terdiri atas Sueb, Ismail, M Baki, Suhar, Kasman, Bedul, dan Leman.
Mereka berangkat mencari lima rekannya di kawasan Hutan Lesten. Namun, sampai saat ini belum ada kabar dari mereka sehingga keluarga khawatir mereka semuanya tersesat di hutan. “Kondisi ini akhirnya dilaporkan ke aparat desa setempat dan diteruskan ke SAR Aceh Tamiang,” tambah Syaiful
Menindaklanjuti laporan tersebut, SAR sedang berkoordinasi dengan Polsek Kejuruan Muda untuk menentukan apakah pencarian terhadap ke-12 warga tersebut dilanjutkan atau menunggu beberapa hari lagi sambil mencari titik koordinat pada saat salah satu dari mereka menelepon lewat HP.
Kapolres Aceh Tamiang, Dicky Sondani SIK MH melalui Kapolsek Kejuruan Muda, Iptu Surya Purba mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan informasi terkait perjalanan ke lokasi yang diperkirakan membutuhkan waktu sepuluh hari itu.
Lamanya perjalanan ke lokasi jatuhnya Zakaria, tentunya membutuhkan kesiapan yang cukup. “Jangan sampai nanti regu penolong tersesat juga. Kita berembuk dulu bagaimana caranya. Saya juga sudah telepon Danramil untuk koordinasi,” ujarnya.
Kayu alim yang lebih popular dengan nama gaharu, merupakan hasil hutan yang mahal, karena mengandung damar wangi. Di Medan, Sumatera Utara, harga kayu ini mencapai Rp 700.000-Rp 1 juta per kilogram.
Kayu alim dimanfaatkan untuk pewangi ruangan, parfum, obat, dan hio (bagi pemeluk agama Budha dan Konghucu). Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, yaitu bongkahan, irisan, dan serbuk. |Sumber : Serambinews.com