HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum Nasional

Oleh: Rofinus Bali Mema Program Studi: Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan Fakultas: Keguruan dan Ilmu Pendidikan  Universitas Pamulan...


Oleh: Rofinus Bali Mema
Program Studi: Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan
Fakultas: Keguruan dan Ilmu Pendidikan 
Universitas Pamulang 
Matkul: Hukum Internasional 
Dosen Pengampu: Dr Herdi Wisman Jaya SP.d M.H

Lentera24.com - Pembahasan mengenai sumber hukum merupakan persoalan yang sangat penting dalam bidang hukum, bukan hanya dalam tataran Hukum Nasional (HN) tapi juga Hukum Internasional (HI). Pemahaman tentang ini mutlak diperlukan dikarenakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan hukum, sumber hukum menjadi tempat diketemukannya dasar hukum yang dipakai sebagai pedoman. Dewasa ini terdapat kecenderungan membicarakan kembali mengenai sumber hukum dalam hukum internasional, karena perkembangan masyarakat internasional 

yang sangat cepat dan hukum internasional itu sendiri.Sumber hukum internasional berbeda dengan Hukum Nasional. HI memiliki keunikan tersendiri, terutama ketiadaan pernyataan yang secara eksplisit menyebutkan apa sumber-sumber hukum internasional itu sendiri yang dijadikan sebagai sumber hukum dalam memutuskan sengketa internasional. HI tidak memiliki organ-organ yang pada umumnya ada di tingkat nasional, seperti lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif. (Martin Dixon, 1993, 2003, 19).


Perbedaan Antara Hukum Internasional Dan Hukum Nasional

Pelanggaran terhadap hukum internasional akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan seiring dengan perkembangan masyarakat internasional, dan menjadi pembahasan yang sangat menarik perhatian karena dalam kenyataan negara negara sebagai subyek hukum internasional tunduk dan mentaati kaidah-kaidah hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Struktur masyarakat internasional yang koordinatif, antara lain ditandai oleh tiadanya badan supra nasional di atas subyek-subyek atau anggota masyarakat internasional yang sama derajat antara satu dengan lainnya. Apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional? Sementara itu diketahui bahwa tiadanya badan supra nasional yang berwenang membentuk dan memaksakan berlakunya hukum internasional, akan dapat menimbulkan sikap skeptis yaitu, apakah hukum 

Internasional itu memang benar-benar ada atau memenuhi kualifikasi sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya.Berdasarkan pertanyaan tersebut, hukum hanya dipandang sebagai suatu mekanisme yang bekerja sesuai dengan norma-norma yang diwujudkan dengan adanya aparat-aparat penegak hukum serta sanksi sebagai upaya memaksakan dan mendayagunakan hukum itu sendiri. Padahal, sebenarnya hukum itu tidak saja sekedar mekanisme pelaksanaan dan pemaksaan norma-norma melainkan jauh lebih luas dari pada itu.Dalam tata masyarakat internasional, tidak terdapat suatu badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang dapat memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam kaidah hukumnya.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, semua kelemahan kelembagaan (institusional) ini telah menyebabkan beberapa pemikir mulai dari Hobbes dan Spinoza hingga Austin menyangkal sifat mengikat hukum internasional, dan menyatakan bahwa hukum internasional bukanlah hukum dalam arti yang sebenarnya. Para ahli menempatkan hukum internasional segolongan dengan "the laws of honour" dan "the laws set by fashion" sebagai "rules o positive morality". (Mochtar Kusumaatmadja, 1989, 35). 

Lebih jauh Austin memandang hukum itu sebagai perintah yakni perintah dari penguasa kepada pihak yang dikuasai. Penguasa itu memiliki kedaulatan yang didalamnya termasuk pula kekuasaan untuk membuat hukum yang akan diberlakukan kepada pihak yang berada di bawah kekuasaannya. Hal ini berarti bahwa, jika suatu peraturan tidak berasal dari penguasa yang berdaulat, peraturan semacam itu bukanlah merupakan hukum, melainkan hanyalah merupakan norma moral, seperti misalnya norma kesopanan dan norma kesusilaan. Pandangan Austin ini mendasarkan adanya hukum pada badan yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan untuk memaksakan berlakunya hukum kepada pihak yang dikuasainya, juga merupakan penyangkalan atas eksistensi hukum yang berasal dari atau tumbuh dalam pergaulan hidup masyarakat, seperti misalnya hukum kebiasaan (customary law). Menurut Austin, hukum kebiasaan itu bukanlah hukum melainkan hanyalah norma moral saja. Jika pandangan Austin ini diterapkan pada hukum internasional, dimana masyarakat internasional dan tata hukum internasional tidak mengenal badan supra nasional, dapat dikatakan bahwa Austin memandang hukum internasional itu bukanlah hukum dalam arti yang sebenarnya, tetapi hanyalah merupakan norma moral intenasional saja


Teori Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional

Pembahasan tentang tempat atau kedudukan hukum internasional dalam rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Hukum Internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang hidup di masyarakat dan karenanya mempunyai hubungan yang efektif dengan ketentuan atau bidang hukum lainnya, diantaranya yang paling penting ialah ketentuan hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaannya masing-masing yang dikenal dengan hukum nasional.

Hukum Nasional setiap negara mempunyai arti penting dalam konstelasi politik dunia dewasa ini dan masyarakat internasional, sehingga akan memunculkan persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan hukum internasional dan kedudukan hukum internasional dalam keseluruhan tata hukum di lihat dari sudut praktis. Pembahasan mengenai hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dapat ditinjau dari sudut teori dan kebutuhan praktis.


Praktik Penerapan Hukum Internasional di Tingkat Nasional

Berlakunya hukum intemasional dalam peradilan nasional suatu negara mengacu pada doktrin "inkorporasi" dan doktrin "transformasi". Menurut doktrin inkorporasi, bahwa hukum intemasional dapat langsung menjadi bagian dari hukum nasional. Apabila suatu negara menandatangani dan meratifikasi traktat atau perjanjian apapun dengan negara lain, maka perjanjian tersebut dapat secara langsung mengikat terhadap warga negaranya tanpa adanya sebuah legislasi terlebih dahulu. Contoh negara yang menerapkan doktrin ini adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan beberapa negara dengan sistem Anglo-Saxon.

Doktrin transformasi menyatakan sebaliknya, bahwa tidak terdapat hukum internasional dalam hukum nasional sebelum dilakukan proses tranformasi berupa pernyataan terlebih dahulu dari negara yang bersangkutan. Sehingga traktat atau perjanjian internasional, tidak dapat digunakan sebagai sumber hukum di pengadilan nasional sebelum dilakukannya `transformasi' ke dalam hukum nasional. (Malcolm D.Evans, 2003, 147). Doktrin inkorporasi beranggapan bahwa hukum internasional merupakan bagian yang secara otomatis menyatu dengan hukum nasional. Doktrin ini lebih mendekati teori monnisme yang tidak memisahkan antara hukum nasional dan hukum internasional. Sedangkan doktrin transformasi menuntut adanya tindakan positif dari negara yang bersangkutan, sehingga lebih mendekati teori dualisme. Contoh negara yang menerapkan teori ini diantaranya adalah negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.(*)


DAFTAR PUSTAKA

Dina Sunyowati, Enny narwati, Lina Hastuti, Hukum Internasional, Buku Ajar, Airlangga University Press, Surabaya, 2011

Dixon, Martin, Textbook on International Law, 2nd Edition, Blackstone Press Limited,Great Britain, 1993.

Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional,Binacipta, Bandung, 1989. Malcol N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, 1997 Malcolm D.Evans, International Law , New Yotk, Oxford University Press, 2003

Thontowi, Jawahir, dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.

UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 185

UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan LNRI Nomor 5234