suara-tamiang.com - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan berhak mengevaluasi apabila ditemukan pelanggaran dalam Qanun Lambang d...

“Qanun lambang nanti akan tetap kita evaluasi sesuai UU, dan rujukan evaluasi kita itu kan sudah jelas, ada PP Nomor 77 Tahun 2007 pasal 6 ayat 4 yang mengatakan bahwa lambang itu tidak boleh sama dengan lambang gerakan separatis dan sebagainya," kata Mendagri kepada wartawan, di Jakarta, tadi malam.
"Karena itu ketika nanti diajukan ke kita, kita akan evaluasi itu, sebab untuk diberlakukan (qanun) itu harus dievaluasi dulu. Itu yang akan menjadi dasar pemerintah (pusat),” ujar Gamawan.
Menteri Gamawan menegaskan bahwa evaluasi undang-undang di tingkat daerah itu bukan hanya berlaku untuk Aceh, tapi juga di daerah-daerah lainnya.
“Itu tetap kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Perda (Peraturan Daerah), Perdassus (Peraturan Daerah Khusus), Qanun di tingkat provinsi itu kita yang evaluasi semuanya. Ya bukan hanya di Aceh kan? Di Papua juga kita evaluasi dan mereka menaati hasil evaluasi itu,” ujar Mendagri.
Kementerian Dalam Negeri, kata dia, tidak menetapkan tenggat waktu bagi Pemerintah Aceh untuk menuntaskan sejumlah qanun yang belum selesai.
Selain Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007, pemerintah juga menggunakan Undang Undang Pemerintah Aceh serta Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, sebagai rujukan untuk mengevaluasi kedua qanun tadi.
Saat ini, DPR Aceh sedang menggodok Qanun Bendera dan Lambang Aceh. Dewan juga menjaring berbagai pendapat dari lembaga maupun masyarakat. Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah mengatakan keputusan mengenai lambang dan bendera Aceh tetap akan melibatkan masyarakat. Kendati demikian, Hasbi juga mengatakan qanun itu akan disampaikan ke Pemerintah Pusat juga.
Analis politik dari Universitas Malikul Saleh, Lhoksumawe, Al Chaidar mensinyalir ada kehendak dari Pemerintah Aceh yang saat ini dikuasai oleh mayoritas Partai Aceh (PA) untuk melihat reaksi pusat, jika nanti simbol bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dulunya merupakan lambang bendera GAM yang akan dijadikan bendera Aceh.
"Secara eksplisit mungkin memang ada kehendak, sehingga upaya menetapkan bendera GAM sebagai bendera Aceh, politisi dan pemerintah Aceh ingin melihat seperti apa nantinya respon pemerintah pusat," katanya kepada Waspada Online tadi malam.
Al Chaidar mejelaskan, sikap Panglima Kodam Iskandar Muda yang secara tegas tidak setuju dengan penggunaan lambang bendera GAM sebagai bendera Aceh tentunya merupakan sinyal bahwa pusat tidak setuju.
"Saya pikir juga, kadang-kadang Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ini gak kreatif dan inovatif, mengapa harus lambang itu-itu aja yang diusulkan, kan banyak lambang-lambang lain yang mewakili seluruh entitas ke Acehan," tuturnya.
Namun, lanjutnya, penggunaan bendera GAM sebagai bendera Aceh sangat berpotensi memancing kisruh dan kegaduhan politik nanti, jika hal itu dipaksakan oleh DPRA. "Kalau itu tetap dipaksakan, pasti akan ada chaos (kegaduhan-red) politik, juga akan terjadi kisruh di Aceh," sebutnya. Waspada Online