Menjadi Muslim tak hanya dituntut untuk memburu pahala dengan mengerjakan yang wajib dan menjauhi dosa dengan meninggalkan yang h...
Menjadi Muslim tak hanya dituntut untuk memburu pahala
dengan mengerjakan yang wajib dan menjauhi dosa dengan meninggalkan yang haram.
Justru, di luar hal-hal yang halal dan haram itu, Muslim ternyata harus
berhati-hati.
Bahasan itulah yang mewarnai ulasan materi yang disampaikan
ulama asal Australia, Tawfique Chowdhury, di Indonesian Banking School,
Kebayoran Baru (28-29/4). Tawfique mengatakan, sejumlah perilaku turut
menentukan dekat tidaknya seseorang dengan keselamatan. Salah satu perilaku itu
adalah merokok.
“Malaikat jauh dari orang-orang yang merokok. Mereka enggan
memasuki rumah di mana ada asap rokok di dalamnya,” ujar CEO Mercy Mission dan
pendiri Al Kauthar Institute itu. Ia menekankan agar Muslim memperhatikan
hal-hal yang membawa mudharat, baik bagi dirinya maupun bagi orang di
sekelilingnya.
“Setiap saat, ada jutaan malaikat di sekitar kita,” katanya.
Selain dua malaikat pengawas dan pencatat amal, ada malaikat-malaikat lain yang
melindungi manusia. “Keberadaan mereka bagi kita sangat dipengaruhi oleh
perilaku kita. Dan merokok adalah salah satu hal yang menjauhkan malaikat dari
kita.”
Selain itu, Tawfique juga mengingatkan pentingnya amalan
wajib bernama shalat. Peristiwa Isra’ dan Mikhraj, katanya, menunjukkan betapa
pentingnya ibadah wajib tersebut. “Shalat adalah esensi dari hubungan Muslim
dengan Allah,” ujarnya.
Lebih dari itu, menurut Tawfique, shalat menentukan
‘kesahihan’ Islam seseorang. “Jika seseorang mengaku beragama Islam namun tidak
shalat, maka ia bukan Muslim. Jika Anda menikah dengan seorang pria atau wanita
dan di kemudian hari ia tidak menunaikan shalat lima waktu, maka sesungguhnya kontrak
pernikahan telah batal,” tegasnya.
Shalat, tambahnya, merupakan bentuk penyerahan diri seorang
hamba kepada Allah. Ia adalah cara untuk mendekatkan diri. “Untuk bisa dekat,
kita perlu kenal. Dan kita akan mengenal Allah jika kita mengenal diri kita,
menyadari apa kelemahan dan makna kita di hadapan-Nya. Kita harus tahu bahwa
kita bukanlah apa-apa di hadapan Allah.”
Kegiatan yang sekaligus menjadi kursus perdana Al-Kauthar
Institute di Indonesia itu diikuti oleh sedikitnya 40 orang, termasuk beberapa
orang dari Al-Kauthar Institute Malaysia. Kursus bertema “Mercy to the World:
Seerah: Makkan Period” yang digelar seharian penuh (pukul 9.30 – 19.30 WIB) itu
mengulas tentang sejarah hidup Nabi Muhammad saw di Makkah al Mukarromah.(republika.com).