HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kasus Alkes Aceh Tamiang ke Penyidikan

Tim penyelidikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menemukan bukti kuat terhadap adanya penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) unt...

Tim penyelidikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menemukan bukti kuat terhadap adanya penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang senilai Rp 8.842.363.000 yang dananya bersumber dari APBN Tahun 2010. Dengan ditemukan bukti tersebut Kejati akhirnya meningkatkan status pengusutan kasus dimaksud dari penyelidikan ke penyidikan sejak, Jumat (16/9).


Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, H Muhammad Yusni SH kepada Serambi, kemarin, mengatakan, pengusutan kasus ini dimulai sejak Maret 2011 setelah pihaknya menerima sebuah laporan dari masyarakat adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan Alkes RSUD Aceh Tamiang pada Dinas Kesehatan setempat dengan rekanan kontraktor CV Fahyusma Sakti (FK).


Setelah ditelusuri dengan melakukan operasi intelijen dan mengumpulkan keterangan serta alat bukti, akhirnya ditemukan  bukti kuat bahwa adanya penyimpangan cukup fatal dalam pengadaan proyek itu. “Maka saat dilakukan gelar perkara kasus tersebut. Ternyata semua anggota tim menyatakan kasus itu sudah memiliki bukti kuat dan harus ditingkatkan ke penyidikan,” ujar Kajati Aceh Muhamamd Yusni yang didampingi Wakajati Aceh, TM Syahrizal SH.


Dijelaskan, pagu anggaran proyek tersebut disediakan pemerintah sebesar Rp 9 miliar. Kemudian dalam proses tender CV FK yang keluar sebagai pemenang melalukan penawaran sebesar Rp 8,842 miliar lebih. Lalu dalam pelaksanaannya perusahaan pemenang tersebut tidak membeli dan memasukkan barang sesuai speks yang telah ditawarkan dalam proses tender. 


Tindakan ini dilakukan perusahaan itu lantaran adanya adendum kontrak yang dilakukan pihak Dinas Kesehatan atas pekerjaan tersebut. “Anehnya adendum itu dilakukan tidak tanggung-tanggung semua speks dirubah. Ini kan janggal sekali dan tidak lazim, maka kami menduga ada permainan dalam kasus ini,” ujar Muhammad Yusni yang juga turut didampingi Kasi Penkum/Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis SH.


Dengan tindakan tersebut, maka untuk sementara pihak tim penyelidik menyimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi dengan indikasi kerugian negara Rp 8,8 miliar lebih, karena semua dananya telah dicairkan 100 persen. “Ini kerugian negara adalah total los, artinya dalam kasus ini negara dirugikan 100 persen. Sebab barang yang telah dimasukkan kontraktor semuanya tidak sesuai dengan apa yang telah ditawarkan,” katanya.


Tidak saja itu dalam pelaksanaan proyek ini Ras sebagai Direktur CV FK memberikuasa sepenuhnya untuk pelaksanaan proyek itu kepada Ev. Perjanjian penyerahan pekerjaan itu dituangkan dalam akta notaris Nomor: 006 tanggal 5 Desember 2010 dengan ketentuan Ev memberi fee kepada Ras sebesar 5 persen dari nilai proyek tersebut.


Tindakan ini jelas melanggar Pasal 32 angka 3 Keppres Nomor 80 Tahun 2003, katanya, dimana penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain.


“Meskipun begitu untuk saat ini kita belum menentukan siapa tersangka dalam kasus ini. Karena setelah ditingkatkan ke penyidikan nanti akan lebih diperdalam lagi pengusutan kasus sehingga tidak ada pihak yang menjadi korban dalam kasus ini nantinya,” demikian Kajati. (Sumber : Serambi Online).