HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Reseller & Dropship: Bisnis Semudah Klik, Tapi Halalkah?

Penulis: Nuro Azlina Puadi (Mahasiswi Semester 5 Jurusan PAI, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta) Lentera24.com - Di era digita...


Penulis: Nuro Azlina Puadi (Mahasiswi Semester 5 Jurusan PAI, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta)

Lentera24.com - Di era digital, bisnis online semakin merajalela. Hanya dengan modal ponsel, kuota internet, dan tinggal klik seseorang bisa berperan sebagai penjual. Bahkan, tanpa pernah melihat dan menyentuh barangnya secara langsung pesanan sudah dapat sampai ke tangan pembeli. Sistem ini dikenal dengan reseller dan dropship.

Praktis, cepat, dan menguntungkan. Namun, pertanyaannya: apakah sistem ini halal dalam perspektif Islam? Bukankah dalam Islam, jual beli harus dilakukan dengan jelas, barang yang dijual tidak boleh samar, apalagi tidak diketahui kondisinya khawatirnya terdapat unsur gharar (ketidakjelasan).

Rasulullah ï·º bersabda:

“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.”

(HR. Abu Dawud No. 3503, At-Tirmidzi no. 1232)


Reseller & Dropship: Apa Perbedaannya?

Reseller umumnya bekerja dengan dua cara. Pertama, penjual membeli stok produk dari supplier di awal, lalu menjual kembali dengan harga lebih tinggi. Karena barang sudah dimiliki, akadnya jelas dan halal. Kedua, reseller hanya mendaftar tanpa membeli stok, lalu menjual produk supplier dengan margin tertentu. Model ini mirip dengan wakalah (perwakilan), dan hukumnya boleh selama ada izin dari pemilik barang.

Sementara dropship berbeda. Penjual tidak menyimpan barang sama sekali. Saat ada pesanan, dropshipper baru memesan ke supplier, lalu supplier mengirim langsung ke pembeli atas nama dropshipper.


Dimana Letak Masalahnya?

Meski populer, sistem dropship menimbulkan sejumlah kerancuan dalam syari’at:

Menjual barang yang belum dimiliki: Dropshipper kadang menjual barang tanpa kepemilikan atau kuasa resmi dari supplier.

Unsur gharar (ketidakjelasan): Pembeli tidak tahu kondisi barang yang sebenarnya, hanya melihat foto atau deskripsi.

Transparansi harga: Ada dropshipper yang menambahkan harga tanpa izin atau tanpa kesepakatan jelas.

Tanggung jawab kabur: Jika barang rusak atau tidak sampai, seringkali pembeli bingung siapa yang harus bertanggung jawab, supplier atau dropshipper.

Inilah yang membuat sebagian ulama menilai praktik dropship rawan syubhat jika akad dan prosedurnya tidak sesuai syariah.


Solusi Menurut Fiqh Kontemporer

Para ahli fiqh memberikan jalan keluar agar bisnis online tetap halal dan berkah:

Gunakan akad yang sesuai:

Wakalah: Dropshipper bertindak sebagai wakil resmi supplier.

Samsarah: Dropshipper menjadi makelar/perantara dengan komisi.

Salam: Pembeli memesan barang terlebih dahulu dengan pembayaran di muka, lalu penjual (dropshipper) menyediakannya.

Transparansi penuh: Spesifikasi barang, harga, ongkos kirim, dan waktu pengiriman harus jelas sejak awal.

Izin tertulis dari supplier: Agar dropshipper tidak menjual barang tanpa hak.

Kejujuran dalam promosi: Hindari foto palsu, klaim berlebihan, atau deskripsi yang menyesatkan.


Apa Kata Jurnal & Fatwa?

Penelitian Khulwah (2019): dropship diperbolehkan bila syarat fiqh terpenuhi dan akadnya jelas.

Muksin dkk. (2021): sistem dropship halal jika ada transparansi harga dan spesifikasi barang.

Aini (2022): akad yang relevan untuk dropship: salam, wakalah bil ujrah, atau samsarah.

Fatwa DSN-MUI No. 145/2021: dropship halal dengan syarat ada izin supplier, spesifikasi barang jelas, harga transparan, dan waktu pengiriman pasti.

Darmawan (2023): praktik dropship bisa syubhat bila barang dijual tanpa kepemilikan jelas.


Klik Halal, Klik Berkah

Reseller dan dropship memang menjanjikan kemudahan dan keuntungan besar di era digital. Namun, dalam kacamata Islam, keberhasilan bisnis tidak hanya diukur dari seberapa banyak omzet yang masuk, tetapi juga dari sejauh mana akadnya bersih, jelas, dan sesuai tuntunan syariat.

Jangan sampai kemudahan klik dan transaksi cepat membuat kita lalai dari prinsip halal dan thayyib. Ingatlah, setiap rupiah yang kita hasilkan akan dimintai pertanggungjawaban.

Karena itu, sebelum memulai bisnis online, pastikan sistemnya transparan, akadnya jelas, dan ridha antara penjual dan pembeli benar-benar terjaga. Dengan begitu, keuntungan yang didapat tidak hanya menambah saldo, tetapi juga membawa berkah dan ketenangan hati.

Bisnis online boleh jadi sederhana, tapi kehalalan dan keberkahannya tetap prioritas utama.(*)


REFERENSI

HR. Abu Dawud No. 3503, At-Tirmidzi no. 1232

Jurnal Al-Mustashfa STAIA Bogor.

https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view/548 

Jurnal Ekonomi Islam STIE AAS Baca di sini.

https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/14595 

Teks Fatwa – DSN-MUI.

https://www.researchgate.net/publication/340382693_Dropshipping_Dalam_Perspektif_Ekonomi_Islam https://www.researchgate.net/publication/339142725_Dropship_dalam_perpektif_ekonomi_Islam 

Iqtishaduna: Jurnal Ekonomi Islam UIN Alauddin.

https://journal.iain

kudus.ac.id/index.php/tawazun/article/view/7533