Lentera24.com | Aceh Tamiang – Jejak kejahatan perambahan hutan bakau di Kampung Kuala Genting kecamatan Bendahara. Aceh Tamiang, sangat je...
Lentera24.com | Aceh Tamiang – Jejak kejahatan perambahan hutan bakau di Kampung Kuala Genting kecamatan Bendahara. Aceh Tamiang, sangat jelas dan terang benderang dengan dasar bukti dokumen atas nama kelompok tani (Poktan).
Alhasil pengurus dan anggota Poktan bukan warga kampung Kuala Genting tetapi, warga berasal dari kampung lain. Sebanyak 35 orang sebagai pengurus dan anggota.
Mereka (Perambah), masing-masing telah memiliki dan membuka lahan dalam kawasan hutan lindung mangrove masing-masing dua hektar sejak tahun 2010.
Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) dan Komunitas Jurnalis Lingkungan Aceh Tamiang (KJL-AT) mengendus modus kejahatan yang direkayasa (tidak lain aktor atau pelakunya ada dalam pengurus Poktan) sebagai pemain tanah dan kebun kelapa Sawit secara ilegal.
Tampak lokasi hutan bakau itu berubah bentuk, telah ditanami dan dialih fungsikan menjadi kebun kelapa Sawit rata-rata umur dan tahun tanaman mencapai 1,5 tahun.
“Ini merupakan perbuatan melawan hukum (kejahatan lingkungan) yang dilakukan secara serius di hadapan pemangku kebijakan terutama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan KPH Wilayah III, seperti ‘mati suri’ tidak ada tindakan pencegahan dan penghentian secara resmi sesuai kewenangan KPH Wilayah III berdalih retorika klasik bahwa tak mampu dan takut.
“Pembiaran ini merupakan rangkaian kejahatan Poktan, di bulan Januari 2023. Mereka (Perambah) menyampaikan pemberitahuan pada pemerintah untuk memasukkan alat berat [Excavator] pada KPH Wilayah III tapi KPH Wilayah III tak menjawab atau melarang Poktan tersebut melakukan pembukaan lahan di Kuala genting,” jelas Direktur Eksekutif LembAHtari. Sayed Zainal M, SH seperti dilansir wartawan. Jumat, 3 Oktober 2025 dari Kualasimpang.
Setelah hasil investigasi indeepth LembAHtari dan KJL-AT pada 3 Agustus 2025 mengekspose perambahan kawasan bakau di Kuala Genting ke publik.
Baru KPH Wilayah III menyibukkan diri seakan-akan memberi perhatian serius walaupun pada bulan September 2024 atau di akhir tahun KPK Wilayah III melaporkan persoalan perambahan ini ke Balai Gakkum Wilayah Sumatera.
Namun tindakan penghentian dan pencegahan tidak ada, kecuali sejak 3 Agustus 2025.
Padahal lokasi pembabatan Prambanan ini telah menjadi pantauan dan monitoring Aceh Wetland Forum (AWF), turun ke lapangan.
Di sisi lain LembAHtari dan KJL-AT membantah keterangan pihak Polres Aceh Tamiang di mana dalam keterangan persnya di 29 September 2025 memberikan keterangan bahwa perambahan hutan bakau di Kuala Genting hanya seluas 344,7 hektar.
Sayed membantah data keterangan Pers Polres yang sama sekali tidak berdasar bukti dan fakta lapangan.
LembAHtari dan KJL-AT membuktikan hasil terbang Drone di Mappic pada 3 Agustus 2025 di ketinggian rata-rata 200 meter telah ditemukan beberapa titik koordinat di lokasi perambahan kawasan hutan bakau di Kuala Genting.
Hasilnya sungguh di luar dugaan, dari lima titik koordinat yang Overlay LembAHtari dan KJL-AT di lokasi pembukaan dan perambahan yang telah ditanam sawit mencapai 990 hektar, terdiri dari; dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
“Lokasi lokasi ini dikerjakan secara ilegal oleh kelompok dan atau oknum yang ada di Poktan Bina Bangsa,” beber Sayed.
Atas dasar itu LembAHtari dan KJL-AT membantah keterangan Pers Polres Aceh Tamiang, sebab pada tanggal 11 September 2025 saat hadirnya tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda RI bersama beberapa tim, KPH Wilayah III termasuk LembAHtari dan KJL-AT dari lokasi perambahan pembukaan dan yang telah ditanam sawit mencapai 660 hektar.
Seluas 250 hektar berada dalam kawasan lindung dan 410 hektar berada dalam kawasan hutan produksi.
LembAHtari dan KJL-AT minta pada Polres Aceh Tamiang dan Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera serta KPH Wilayah III untuk serius melakukan proses dan tahapan penyelidikan dan penyidikan.
Sebab pada tanggal 19 Agustus 2025 LembAHtari dan KJL-AT juga telah memberikan dokumen Poktan [Para perambah] kepada KBU Reskrim Polres Aceh Tamiang di lokasi Kuala Genting pada saat melakukan policeline 2 unit excavator yang sudah rusak sejak pertengahan tahun 2023.
Beko [Excavator] tersebut adalah milik salah seorang warga di bendahara yang disewa oleh pemilik dan pembuka lahan di kawasan tersebut seluas 28 hektar.
Lokasi ini merupakan bagian dari lokasi 600 hektar yang dibuka dan telah ditanam sawit oleh oknum-oknum pelaku perambahan kawasan hutan bakau yang mengalihkan menjadi kebun sawit dalam kawasan lindung dan hutan produksi.
Yang tak lain adalah data dari hasil penelusuran LembAHtari dan KJL-AT merupakan para oknumyang ada di dalam kelompok tani tersebut.
Sejatinya, jejak kaki perambahan ini jelas dan mudah ditelusuri. LembAHtari dan KJL-AT sekali lagi mengingatkan Polres Aceh Tamiang agar proses penyelidikan dan penyidikan kejahatan lingkungan berupa perambahan hutan bakau di Kuala Genting kecamatan Bendahara Aceh Tamiang harus dilakukan secara profesional dan proporsionla.
Atas dasar bukti data dan fakta di lapangan tanpa ada upaya menutup-nutupi dan memutar balikkan fakta data.
LembAHtari dan KJL-AT dengan dukungan Indonesia Ocean Justice Inisiatif (IOJI) di Jakarta bersama teman AWF telah menyampaikan secara tertulis kepada IOJI sebagai lembaga yang konsen terhadap persoalan kawasan pesisir dan bakau di Indonesia telah mendampingi pihaknya.
Diperkuat hasil pertemuan pada tanggal 24-25 September 2025 di Kementerian Kehutanan RI serta Mabes Polri untuk melaporkan persoalan pembabatan perambahan tembakau di Aceh Tamiang.
Untuk itu LembAHtari dan teman-teman pegiat lingkungan secara serius akan mengawal kasus ini sampai aktor atau pelaku utama tersangka di dalam Poktan, bisa diungkap.
Kejahatan lingkungan adalah, kejahatan perusak ekologi bumi yang memporak-porandakan kerak bumi, hasilnya maut bagi kemaslahatan umat manusia. Haruskah ini dilanjutkan terus? Wallahu’alam Bisawab.[]L24.Sai