Mei Linda Nur Afifah Mahasiswi Semester 2 Fakultas Hukum Tarbiyah Universitas Raden Mas Said Surakarta, Lentera24.com Pendidikan Islam di...
Lentera24.com Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk karakter, moral, dan intelektualitas masyarakat, khususnya generasi muda seperti mahasiswa. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadikan pendidikan Islam sebagai salah satu pilar penting dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada pengajaran ajaran agama, tetapi juga mencakup pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai kemanusiaan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis. Namun, dalam perkembangannya, pendidikan Islam di Indonesia menghadapi berbagai problematika yang kompleks, terutama dalam konteks mahasiswa sebagai agen perubahan di masa depan. Mahasiswa, sebagai kelompok intelektual muda, memiliki posisi strategis dalam menentukan arah pendidikan Islam ke depan, baik sebagai pelaku pendidikan maupun sebagai penerima manfaat dari sistem tersebut.
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai dari masa kerajaan Islam, pesantren tradisional, hingga institusi pendidikan modern seperti universitas Islam. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan Islam menghadapi tantangan baru, seperti sekularisasi, komersialisasi pendidikan, dan perubahan paradigma pendidikan di era digital. Mahasiswa, sebagai generasi yang hidup di tengah arus modernisasi, sering kali menghadapi dilema dalam menyeimbangkan nilai-nilai Islam dengan tuntutan global. Misalnya, bagaimana mereka dapat memahami ajaran Islam secara mendalam sambil tetap kompetitif di dunia akademik dan profesional yang semakin berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, pendidikan Islam di Indonesia juga dihadapkan pada isu kesenjangan akses, terutama di kalangan mahasiswa dari latar belakang ekonomi lemah. Banyak mahasiswa yang berasal dari daerah terpencil atau keluarga kurang mampu kesulitan mengakses pendidikan Islam berkualitas, baik karena keterbatasan infrastruktur maupun biaya pendidikan yang tinggi. Di sisi lain, mahasiswa di perkotaan sering kali menghadapi tantangan lain, seperti paparan budaya hedonisme dan sekularisme yang dapat mengikis nilai-nilai keislaman mereka. Oleh karena itu, penting untuk memahami problematika ini secara mendalam agar dapat merumuskan solusi yang tepat dan relevan.
Problematika pendidikan Islam di Indonesia mencakup berbagai aspek, seperti kualitas pengajaran, relevansi kurikulum, aksesibilitas pendidikan, integrasi nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern, serta tantangan dalam menghadapi era globalisasi dan digitalisasi. Mahasiswa, sebagai bagian dari sistem pendidikan tinggi, sering kali berada di persimpangan antara idealisme keislaman dan realitas pragmatis dunia modern. Mereka dihadapkan pada tantangan untuk menjaga identitas keislaman mereka sambil beradaptasi dengan perkembangan teknologi, budaya, dan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, peran mahasiswa dalam pendidikan Islam juga mencakup tanggung jawab untuk mengkritisi dan memperbaiki sistem pendidikan yang ada, baik melalui penelitian, diskusi akademik, maupun aktivisme sosial.
1. Kualitas dan Relevansi Kurikulum Pendidikan Islam
Salah satu problematika utama dalam pendidikan Islam di Indonesia adalah kualitas dan relevansi kurikulum, terutama di perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan Islam di banyak universitas masih cenderung berfokus pada aspek teologis dan normatif, seperti studi Al-Qur’an, Hadis, dan Fiqih, tanpa integrasi yang memadai dengan ilmu pengetahuan modern. Hal ini menyebabkan kurikulum kurang responsif terhadap kebutuhan mahasiswa yang akan menghadapi dunia kerja yang kompetitif. Misalnya, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) sering kali hanya dibekali dengan pengetahuan teoretis tentang ajaran Islam, tetapi kurang mendapatkan pelatihan praktis dalam bidang seperti teknologi pendidikan, manajemen pendidikan, atau komunikasi lintas budaya.
Kurikulum yang tidak relevan juga berdampak pada kemampuan mahasiswa untuk bersaing di pasar kerja global. Banyak lulusan perguruan tinggi Islam yang merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan karena kurangnya keterampilan yang sesuai dengan tuntutan industri. Sebagai contoh, dalam era digital, mahasiswa perlu memahami bagaimana teknologi informasi dapat digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, seperti melalui media sosial atau platform pembelajaran daring. Namun, banyak kurikulum pendidikan Islam yang belum mengintegrasikan teknologi secara maksimal.
Selain itu, pendekatan pengajaran yang monoton dan berorientasi pada hafalan juga menjadi masalah. Banyak mahasiswa yang merasa bahwa pendidikan Islam di perguruan tinggi lebih menyerupai pengulangan materi di sekolah menengah, tanpa adanya pengembangan kritis terhadap isu-isu kontemporer. Hal ini membuat mahasiswa kurang termotivasi untuk mendalami studi Islam secara akademis, karena mereka merasa materi yang diajarkan tidak relevan dengan realitas kehidupan mereka.
2. Aksesibilitas dan Kesenjangan Pendidikan
Kesenjangan akses terhadap pendidikan Islam berkualitas merupakan problematika lain yang signifikan. Di Indonesia, terdapat disparitas yang mencolok antara mahasiswa di perkotaan dan pedesaan. Mahasiswa di kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, atau Bandung memiliki akses yang lebih baik terhadap universitas Islam ternama, seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebaliknya, mahasiswa di daerah terpencil sering kali hanya memiliki akses ke institusi pendidikan yang kurang memadai, baik dari segi infrastruktur, tenaga pengajar, maupun fasilitas pendukung seperti perpustakaan dan laboratorium.
Faktor ekonomi juga menjadi penghambat utama. Banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi Islam karena biaya kuliah yang tinggi. Meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai program beasiswa, seperti Bidikmisi dan Beasiswa Kementerian Agama, jumlah penerima beasiswa masih terbatas dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang membutuhkan. Akibatnya, banyak mahasiswa berpotensi yang terpaksa meninggalkan pendidikan tinggi atau beralih ke jurusan lain yang lebih terjangkau.
Kesenjangan ini juga terlihat dari distribusi tenaga pengajar yang berkualitas. Banyak perguruan tinggi Islam di daerah terpencil kekurangan dosen dengan kualifikasi akademik yang memadai, sehingga kualitas pengajaran menjadi rendah. Hal ini berdampak langsung pada mahasiswa, yang tidak mendapatkan pendidikan yang optimal untuk mengembangkan potensi mereka. Selain itu, akses terhadap sumber belajar digital, seperti jurnal internasional atau platform pembelajaran daring, juga terbatas di daerah-daerah tertentu karena keterbatasan infrastruktur internet.
3. Integrasi Nilai-Nilai Islam dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Integrasi nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan Islam di Indonesia. Mahasiswa sering kali dihadapkan pada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, yang seharusnya dapat diintegrasikan secara harmonis. Banyak institusi pendidikan Islam yang masih memisahkan kedua ranah ini, sehingga mahasiswa kesulitan memahami bagaimana nilai-nilai Islam dapat diterapkan dalam konteks ilmu pengetahuan modern, seperti teknologi, kedokteran, atau ekonomi.
Sebagai contoh, dalam bidang sains dan teknologi, mahasiswa pendidikan Islam jarang diajarkan bagaimana prinsip-prinsip Islam dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan atau solusi berbasis etika Islam untuk masalah sosial. Padahal, Islam memiliki konsep-konsep seperti maqashid syariah (tujuan syariat) yang dapat menjadi landasan untuk inovasi di berbagai bidang. Kurangnya integrasi ini membuat mahasiswa merasa bahwa pendidikan Islam yang mereka terima kurang relevan dengan tantangan dunia modern.
Selain itu, mahasiswa juga menghadapi tantangan dalam menghadapi narasi sekularisme yang sering kali mendominasi dunia akademik global. Banyak mahasiswa yang merasa bahwa nilai-nilai Islam mereka dianggap tidak relevan atau kuno dalam diskusi akademik, sehingga mereka cenderung mengesampingkan identitas keislaman mereka demi diterima di komunitas akademik yang lebih luas. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan pendidikan yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern tanpa menghilangkan identitas keislaman mahasiswa.
4. Dampak Globalisasi dan Digitalisasi
Globalisasi dan digitalisasi telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Mahasiswa saat ini hidup di era di mana informasi dapat diakses dengan mudah melalui internet, tetapi hal ini juga membawa tantangan baru. Salah satu tantangan utama adalah paparan terhadap ideologi dan budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti hedonisme, materialisme, dan sekularisme. Mahasiswa sering kali kesulitan menyaring informasi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, terutama ketika mereka aktif di media sosial atau platform digital lainnya.
Selain itu, digitalisasi juga menuntut adanya perubahan dalam metode pengajaran pendidikan Islam. Banyak perguruan tinggi Islam yang masih menggunakan metode konvensional, seperti ceramah dan hafalan, tanpa memanfaatkan teknologi digital secara maksimal. Hal ini membuat mahasiswa merasa bahwa pendidikan yang mereka terima kurang relevan dengan kebutuhan zaman. Sebagai contoh, pembelajaran daring yang berkembang pesat selama pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa banyak institusi pendidikan Islam yang tidak siap menghadapi perubahan ini, baik dari segi infrastruktur teknologi maupun kompetensi dosen. Di sisi lain, digitalisasi juga membuka peluang baru bagi mahasiswa untuk menyebarkan nilai-nilai Islam melalui platform digital. Banyak mahasiswa yang aktif dalam membuat konten keislaman di media sosial, seperti video dakwah, podcast, atau artikel Islami. Namun, tanpa pendidikan yang memadai tentang literasi digital dan etika Islam dalam bermedia, mahasiswa berisiko menyebarkan informasi yang salah atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia menghadapi berbagai problematika yang kompleks, terutama dalam konteks mahasiswa sebagai generasi penerus. Kualitas dan relevansi kurikulum yang belum memadai, kesenjangan akses pendidikan, kurangnya integrasi antara nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan modern, serta tantangan globalisasi dan digitalisasi menjadi isu utama yang perlu segera diatasi. Mahasiswa, sebagai kelompok intelektual muda, memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak perubahan dalam pendidikan Islam, tetapi mereka membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat.
Untuk mengatasi problematika ini, beberapa rekomendasi dapat diusulkan. Pertama, pengembangan kurikulum pendidikan Islam yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman, dengan memasukkan elemen teknologi, keterampilan praktis, dan isu-isu kontemporer. Kedua, peningkatan akses pendidikan melalui perluasan program beasiswa, pembangunan infrastruktur di daerah terpencil, dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Ketiga, penguatan integrasi nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern melalui pendekatan interdisipliner dalam pengajaran. Keempat, pemanfaatan teknologi digital secara optimal untuk mendukung pembelajaran dan penyebaran nilai-nilai Islam, disertai dengan pendidikan literasi digital bagi mahasiswa.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pendidikan Islam di Indonesia dapat menjadi lebih relevan, inklusif, dan responsif terhadap tantangan zaman. Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki peran kunci dalam mewujudkan visi pendidikan Islam yang berkualitas, yang tidak hanya mencetak individu yang berilmu, tetapi juga bermoral dan mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan agama. (*)
Dafta Pustaka
Abdur Rahman Shaleh. Madrasah dan Pendidikan anak Bangsa Visi, Misi, dan Aksi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2006
Akh. Muzzaki & Kholilah. Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya. Kopertais IV Press. 2010
Ahmad Munjin Nasih & Lilik Nur Kholidiah. Metode dan Teknik Pembelajaran. Bandung. Cet, 1, 2009
Moh. Raqib. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integrative di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogjakarta. LKIS Yogjakarta. 2009
Pius. A. Partanto & M. Dahlan al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya. Arloka. 1994
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kalam Mulia. 2002
Usman Abu bakar & Surohim. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam (Respon Kreatif Terhadap Undang-undang Sisdiknas). Yogyakarta. Safiria Insania Press. 2005
WIS, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 1993
Ramayulis. Ilmu Pendidikan kelam ase-35 dari 15AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 3, Nomor 1, Maret 2013