HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Konten Wahabi Di Media Sosial Ancaman Keragaman Budaya Indonesia

Rahmawati Sukma Dewi Mahasiswi Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Lentera24.com - Indonesia dike...

Rahmawati Sukma Dewi Mahasiswi Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


Lentera24.com - Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman budaya yang luar biasa, terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan 1.300 suku bangsa. Tradisi, bahasa, seni, adat istiadat, dan warisan leluhur menjadi identitas bangsa yang unik sekaligus daya tarik global. Namun, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang pesat, keberagaman ini menghadapi ancaman serius, terutama dari perkembangan dunia digital. Media sosial, yang telah menjadi platform utama untuk komunikasi dan pertukaran informasi, tak hanya membawa kemudahan, tetapi juga memunculkan konten yang berpotensi merusak nilai-nilai pluralisme dan kebangsaan. Salah satu ancaman yang mencuat adalah penyebaran paham Wahabi, yang bersifat radikal dan eksklusif, sehingga berpotensi mengancam keragaman budaya dan toleransi beragama di Indonesia.


Masuknya Aliran Wahabi ke Indonesia

Wahabisme yang berasal dari ajaran Muhammad ibn Abd al-Wahhab pada abad ke-18 di Arab Saudi, bertujuan untuk memurnikan praktik Islam dengan menghapus apa yang dianggap sebagai bid'ah dan kesyirikan. Wahabisme memiliki jargon (motto) “kembalilah kepada Qur’an dan Sunnah” yang seolah memberi makna bahwa umat Islam lainnya telah keluar dari ajaran yang sebenarnya, yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Pandangan ini sering kali bertentangan dengan tradisi keagamaan lokal yang telah berbaur dengan budaya masyarakat setempat. Ketika Wahabisme masuk ke Indonesia, dampaknya tidak hanya pada tradisi lokal, tetapi juga terhadap nilai-nilai fundamental Pancasila yang menjadi landasan negara. Dengan pendekatan yang rigid dan tidak toleran terhadap keberagaman, Wahabisme berpotensi merusak harmoni sosial yang selama ini menjadi kekuatan bangsa.  


Penyebaran Wahabisme melalui media sosial menjadi tantangan serius bagi pluralisme. Paham ini sering kali menolak keberagaman agama dan aliran, bahkan menganggap kelompok lain yang berbeda sebagai sesat atau kafir. Sikap seperti ini dapat memicu ketegangan antar umat beragama dan memperburuk polarisasi masyarakat. Selain itu, tradisi lokal seperti ziarah makam atau ritual adat yang dianggap bid’ah oleh pengikut Wahabi menjadi sasaran kritik yang dapat menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Ironisnya, pandangan ini bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila yang menekankan penghormatan terhadap keragaman.  


Ancaman lain yang tak kalah serius adalah gangguan terhadap harmoni sosial. Wahabisme sering kali menolak tradisi dan kebiasaan masyarakat yang telah terbentuk selama berabad-abad. Hal ini dapat memicu resistensi di tingkat lokal, mengganggu keseimbangan hubungan sosial, dan menciptakan konflik berkepanjangan. Misalnya, berbagai ritual keagamaan yang dihormati masyarakat sering kali dianggap bertentangan dengan ajaran Islam versi Wahabi, sehingga memunculkan ketegangan antar kelompok.  


Selain itu, Wahabisme juga memiliki kecenderungan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Ideologi ini menolak konsep demokrasi sebagai produk Barat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sikap ini sering kali mengurangi ruang kebebasan berpendapat, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan agama. Dalam konteks ini, perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi karena pandangan patriarkal yang mengakar dalam ideologi Wahabi. Diskriminasi terhadap perempuan dan pembatasan kebebasan berpendapat menjadi contoh nyata bagaimana paham ini dapat melemahkan nilai-nilai kebebasan yang telah diperjuangkan di Indonesia.  


Bahaya Wahabi Terhadap Ideologi Indonesia

Radikalisasi dan ekstremisme juga menjadi ancaman nyata dari penyebaran Wahabisme. Ideologi ini memiliki potensi besar untuk mempengaruhi kelompok tertentu, terutama generasi muda, menuju tindakan kekerasan atas nama agama. Tidak jarang, kelompok-kelompok radikal yang terinspirasi Wahabi menjadi dalang di balik serangan terorisme di berbagai daerah, yang pada akhirnya merusak stabilitas nasional dan citra Islam sebagai agama damai.  


Paling mendasar penyebaran Wahabisme mengancam nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan persatuan di tengah keberagaman. Pancasila mengajarkan semangat gotong royong, kemanusiaan, dan demokrasi, yang sangat bertolak belakang dengan pandangan eksklusif Wahabi. Jika dibiarkan tanpa pengawasan, penyebaran ideologi ini dapat mengikis integritas bangsa, merusak proses pembangunan nasional, dan memperdalam polarisasi sosial di tengah masyarakat.  


Keberagaman bukan sekadar identitas, tetapi juga fondasi persatuan bangsa. Ancaman ideologi radikal seperti Wahabi harus dihadapi dengan pendekatan yang kritis, tegas, dan berbasis pada nilai-nilai Pancasila. Jika tidak, Indonesia berisiko kehilangan keindahan toleransi yang menjadi jati diri bangsa di mata dunia. Oleh sebab itu kita harus lebih bijak lagi dalam penggunaan media sosial terutama pada konten agama, yang dimana kian hari banyak yang menyalahgunakan informasi yang beredar tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.***



Rahmawati Sukma Dewi