HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Heboh Jemaah Masjid Telepon Allah: Implikasi dan Tantangan Pengetahuan Ilmiah di Masyarakat

Khaylila Rindu Iftitah Azza Pamungkas Semester 2 FISIP Universitas Brawijaya Lentera24.com - Ngomongin soal pengetahuan non ilmiah gak baka...

Khaylila Rindu Iftitah Azza Pamungkas Semester 2 FISIP Universitas Brawijaya


Lentera24.com - Ngomongin soal pengetahuan non ilmiah gak bakal ada habisnya. Asal-usulnya sering kali terkait erat dengan kepercayaan religius, mitologi, cerita rakyat, dan tradisi turun-temurun. Misalnya, di banyak budaya, cerita-cerita tentang dewa dan roh dipercaya untuk menjelaskan fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan dengan cara ilmiah. Terlampau banyak dari jenis-jenis pengetahuan non ilmiah yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, bahkan gak sedikit di antaranya dipakai untuk menentukan nasib seseorang. Seakan-akan semuanya benar tanpa perlu dipertanggungjawabkan kebenarannya. Padahal, seperti yang kita ketahui, pengetahuan non ilmiah itu gak punya dasar ilmiah yang kuat, alias gak bisa diteliti benar-salahnya. Jelas punya perbedaan yang besar dengan pengetahuan ilmiah yang memiliki metode ilmiah secara sistematis, seperti pengamatan langsung, pengumpulan dan analisis data, dan pengambilan keputusan berdasarkan logika yang benar. 


Tapi ternyata, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi gak serta merta membuat pengetahuan non ilmiah gak dipercayai lagi begitu saja. Banyak dari masyarakat yang masih mempercayai, bahkan mempraktikkan berbagai keyakinan dan tradisi yang gak punya bukti empirisnya. Nah, bagi segelintir orang, fenomena ini punya dampak yang signifikan dalam membuat keputusan. Lantas, bagaimana jika penerapan pengetahuan non ilmiah malah menyesatkan masyarakat?


Seperti yang baru terjadi di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat masyarakat yang merayakan lebaran 5 hari lebih awal dari tanggal yang ditetapkan. Jemaah Masjid Aolia ramai diperbincangkan lantaran rayakan Lebaran Idul Fitri 1445 Hijriah pada Jumat 5 April 2024. Saat ditanya terkait penetapan 1 Syawal, pemimpin jemaah menyebutkan tindakan tersebut didasari komunikasi dengan Sang Pencipta via telepon. Sontak, hal tersebut mengundang huru-hara dari umat muslim di Indonesia. 


Apalagi, ternyata, buat tentukan hari raya IdulFitri 1445 H, pemimpin Jemaah Masjid Aolia yakni Raden Ibnu Hajar Pranolo atau akrabnya dipanggil Mbah Benu menyatakan dirinya tak pakai perhitungan. Mereka menentukan 1 Syawal berlandaskan pada spiritual dan keyakinannya di mana malam 30 ramadan jatuh pada Kamis 4 April 2024.


"Allah Ta'alla ngendika (berkata) 1 syawalnya tanggal 5 (April), Jumat," ujarnya.


Alhasil, jemaahnya langsung tunaikan salat eid keesokan harinya di sejumlah titik, di antaranya Masjid Aolia dan kediaman Pimpinan Jamaah Masjid Aolia Raden Ibnu Hajar Pranolo di Dusun Panggang III, Giriharjo.


Pria berumur 82 tahun itu sebut para pengikutnya merupakan penganut Tarekat Syattariyah. Meski prediksi Syawal-nya terkesan melenceng, Mbah Benu dan para pengikutnya beribadah seperti NU, hanya saja memiliki perbedaan pada penanggalan bulan Ramadan dan Syawal. Sebab Jemaah Aolia punya dalil sendiri yang diyakininya. Kendati demikian, biasanya penentuan Syawal jemaah ini gak berbeda jauh dari tanggal yang ditetapkan pemerintah.


Kaitannya dengan Pengetahuan Non Ilmiah

Sebenarnya, pengetahuan non ilmiah sendiri gak berbahaya sih. Kalau cuma sekadar percaya, tentu gak menimbulkan dampak yang signifikan apalagi sampai memengaruhi masyarakat dalam jumlah besar. Namun, pada penerapannya yang justru harus diantisipasi supaya gak memicu efek yang besar. Sebab, pengetahuan non ilmiah seringkali dipercayai banyak orang dan menggunakannya sebagai panduan dalam mengambil keputusan penting dalam kehidupan. Misalnya, ketergantungan pada pengetahuan non ilmiah dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang kurang rasional atau menghalangi upaya untuk memecahkan masalah nyata dengan cara yang berbasis bukti.


Penetapan 1 Syawal Jemaah Aolia merupakan contoh yang jelas dari pengetahuan non ilmiah. Meskipun pemimpin jemaah tersebut mengklaim dirinya mengaji dan mengaji dan melakukan amalan lainnya buat tentukan akhir Ramadan, tentu gak bisa jadi bukti pendukung karena ketiadaan bukti empiris yang kuat. Selain itu, penetapan awal Syawal Jemaah Aolia memenuhi syarat pengetahuan non ilmiah yang didapat melalui pengalaman pribadi, intuisi, dan perasaan indera, guna memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual. Jemaah ini memiliki aturan dan tata ibadah tersendiri yang diyakini mereka ‘benar’ dan jadi pedoman dalam melaksanakan ibadah.


Pengetahuan non ilmiah sering kali bergantung pada keyakinan, tradisi turun-temurun, dan interpretasi simbolis, bukan pada pengamatan sistematis atau metode penelitian ilmiah yang valid. Begitu pun yang terjadi pada Jemaah Aolia, yang menentukan awal syawal tanpa pengamatan sistematis, hanya didasari dengan keyakinan mendapat panggilan via telepon dari Yang Maha Kuasa. 


Berbeda dengan penetapan pemerintah, keputusan berakhirnya Ramadan dikeluarkan setelah memperhatikan perhitungan para ahli hisab soal posisi hilal awal Ramadhan dan Syawal 1381 H, yang biasa dikenal sebagai Sidang Isbat. Tentu, hal ini memenuhi persyaratan pengetahuan ilmiah, sebab penentuan ini diperoleh melalui metode ilmiah yang terstruktur, termasuk observasi, pengujian, dan penyelidikan yang sistematis.


Implikasi dan Tantangan

Beberapa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, yakni pemecahan masalah yang tidak rasional atau kurang efektif serta kesalahpahaman tentang ilmu pengetahuan, sebab pengetahuan non ilmiah dapat memengaruhi persepsi masyarakat tentang isu-isu ilmiah penting, seperti perubahan iklim atau kesehatan masyarakat, yang dapat menghambat upaya buat mengatasi tantangan ini dengan cara yang berbasis bukti.


Nah, buat hadapi fenomena ini diperlukan pendekatan secara hati-hati dan berimbang. Tentunya penting buat galakkan pemahaman yang lebih baik tentang metode ilmiah dan kritis di antara masyarakat sehingga dapat mencegah disinformasi yang tersebar di masyarakat dan setiap individu nantinya dapat mengambil keputusan yang lebih terinformasi tentang apa yang dipercayai serta praktik yang mereka ikuti. 


Pengetahuan non ilmiah merupakan pelengkap pengetahuan ilmiah yang juga termasuk bagian penting dari pengalaman manusia yang bisa memberikan pemahaman yang lebih beragam tentang dunia. Namun, kita juga wajib mengingat bahwa pengetahuan non ilmiah tidak bisa ditelan mentah-mentah dan perlu dipertimbangkan secara kritis untuk menghindari kesalahpahaman serta penyalahgunaan. ***