HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Perempuan Berhak Mengejar Impiannya

Dwi Rialatifah, Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Lentera24.com -  Di kalangan masyarakat...

Dwi Rialatifah, Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Lentera24.comDi kalangan masyarakat sering kali kita jumpai mengenai stigma negatif terhadap perempuan. Pemikiran bahwa kodrat perempuan hanya untuk mengurus rumah tangga, melayani suami, dan hanya di dapur, membuat ia merasa geraknya terbatas dan tidak memiliki hak untuk memilih kehidupan yang mereka inginkan. Stigma negatif ini menjadikan permasalahan sebagian perempuan karena impiannya yang dibatasi. Secara tidak langsung hal ini mengisyaratkan bahwa posisi perempuan berada di bawah posisi laki-laki, terutama di dalam keluarga sehingga membuat sebagian perempuan tidak boleh memiliki pendidikan yang tinggi. 


Zaman sudah modern tetapi stigma negatif terhadap perempuan itu masih sering terdengar di kalangan masyarakat. Namun sebenarnya saat ini ungkapan tersebut sudah mulai berkurang. Banyak yang sudah memberikan edukasi terkait stigma ini kepada masyarakat baik secara langsung ataupun melalui media sosial dan lainnya, tetapi hal ini tidak semua masyarakat bisa langsung menerima. Meskipun demikian, saat ini sebagian orang tua sudah mulai memiliki kesadaran mengenai pentingnya pendidikan baik kepada laki-laki maupun perempuan. Tetapi ada juga sebagian orang tua yang belum sadar terkait pentingnya pendidikan baik kepada laki-laki maupun perempuan. 


Meskipun saat ini sudah banyak perempuan yang mulai berani melawan stigma negatif tersebut, nyatanya perjalanan untuk benar-benar lepas dari stigma tersebut memang sulit dan masih panjang. Hal ini dikarenakan budaya patriarki sudah melekat kuat sejak dulu. Budaya patriarki ini lebih mengutamakan laki-laki untuk berpendidikan setinggi-tingginya daripada perempuan. Justru di dalam budaya negeri ini, perempuan lebih diarahkan untuk melakukan peran-peran domestik daripada peran publik. 


Akibat adanya diskriminasi di bidang pendidikan bagi perempuan, maka perempuan tidak bisa mengembangkan kemampuan dan kapasitas serta potensi diri yang dimilikinya secara optimal. Hal ini mengakibatkan jika perempuan ingin mengembangkan karir di sektor publik maka akan dianggap kalah sebelum bertanding, karena tentu dari segi pendidikannya perempuan sudah kalah. Untuk itu supaya perempuan mampu bersaing di ranah publik, seharusnya pendidikan perempuan minimal harus setara dengan laki-laki. Perempuan tidak boleh miskin ilmu serta harus di dorong maju dan diberikan akses seluas-luasnya untuk mengembangkan dirinya secara optimal melalui pendidikan. 

 

Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan maka kesempatan akan semakin terbuka untuk memenangkan persaingan dan memperoleh pekerjaan yang baik. Namun meskipun demikian seorang perempuan tidak lepas dari fitrahnya, yaitu akan menjadi seorang ibu serta tetap harus menjaga kewajibannya untuk mengurus keluarga dan anak-anaknya kelak. Dalam keluarga, diharapkan seorang perempuan mampu menjadi pendidik yang pertama dengan baik, dengan demikian perempuan harus menguasai berbagai disiplin ilmu termasuk di dalamnya adalah tumbuh kembang anak dan ilmu-ilmu terapan lainnya. Untuk memperoleh ilmu-ilmu tersebut diperlukan pendidikan perempuan yang memadai. 


Dengan meningkatkan pendidikan perempuan terutama di Indonesia, diharapkan kualitas hidup perempuan akan meningkat juga. Dengan meningkatnya kualitas hidup perempuan, hal ini akan mendongkrak indeks pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan. Hidup perempuan Indonesia. ***