Lentera 24.com | ACEH TAMIANG -- Implementasi secara merata sarana dan prasarana pengairan lahan persawahan di luas areal tanam seluas 16.4...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Implementasi secara merata sarana dan prasarana pengairan lahan persawahan di luas areal tanam seluas 16.488 H, merupakan langkah untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Aceh Tamiang dari sektor komoditi padi.
"Luas areal tanam mencapai 16.488 H yang tersebar di 11 kecamatan. Ini adalah media dan sarana utama untuk mendongkrak komoditi gabah kering di sektor pertanian sawah tadah hujan dan semi tadah hujan, kita belum bisa mengarah kepada sistem pengairan yang modern atau berteknologi tinggi", ditegaskan Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian, Perkebunan dan Pertenakan Kabupaten Aceh Tamiang, Mustafa, SP kepada lentera24.com, Jumat (19/1) Januari di ruang kerjanya.
Selain itu, bantuan sarana Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti alat semprot serta alat pendukung lainnya, semua itu dibicarakan dalam upaya memberantas hama tanaman padi, agar produksi gabah kering bisa mencapai hasil yang optimal dan mutu panen yang tinggi.
"Hal terpenting, harus dilakukan pembinaan ke para petani, melalui penyuluhan tentang teknis budidaya tanaman padi yang benar, termasuk bagaimana penanganan padi pasca panen, agar kualitas beras yang dihasilkan dari gabah kering tetap baik dan berkualitas" terangnya.
Mustafa menambahkan merosotnya produksi gabah kering dipicu oleh kurangnya tingkat kesadaran para petani, tidak mengikuti sistem yang sudah diberikan oleh penyuluh dalam bercocok tanam padi, penanaman disalah musim, mengakibatkan padi banyak yang kosong sehingga menyusutnya produksi gabah kering.
“Penanaman salah musim (Gadu) dilakukan masyarakat pada bulan April hingga September, direntang bulan tersebut sangat jarang hujan. Sementara kita masih sangat mengandalkan sawah tadah hujan. Ini juga faktor menurunnya kualitas dan kuantitas gabah”, katanya.
Di musim tanam Rendeng, sambung Mustafa diantara bulan Oktober hingga Maret juga bisa mengakibatkan Puso atau gagal panen, akibat debit air dari curah hujan sangat tinggi, sehingga melebihi kapasitas normal.
"Hal ini juga mengakibatkan merosotnya produksi gabah kering, karena padi banyak yang terendam air. Bagaimana kita bisa meningkatkan produksi sementara sarana masih mengandalkan sistem tradisional”, jelas Mustafa. [] L24-005
![]() |
Selain itu, bantuan sarana Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti alat semprot serta alat pendukung lainnya, semua itu dibicarakan dalam upaya memberantas hama tanaman padi, agar produksi gabah kering bisa mencapai hasil yang optimal dan mutu panen yang tinggi.
"Hal terpenting, harus dilakukan pembinaan ke para petani, melalui penyuluhan tentang teknis budidaya tanaman padi yang benar, termasuk bagaimana penanganan padi pasca panen, agar kualitas beras yang dihasilkan dari gabah kering tetap baik dan berkualitas" terangnya.
Mustafa menambahkan merosotnya produksi gabah kering dipicu oleh kurangnya tingkat kesadaran para petani, tidak mengikuti sistem yang sudah diberikan oleh penyuluh dalam bercocok tanam padi, penanaman disalah musim, mengakibatkan padi banyak yang kosong sehingga menyusutnya produksi gabah kering.
“Penanaman salah musim (Gadu) dilakukan masyarakat pada bulan April hingga September, direntang bulan tersebut sangat jarang hujan. Sementara kita masih sangat mengandalkan sawah tadah hujan. Ini juga faktor menurunnya kualitas dan kuantitas gabah”, katanya.
Di musim tanam Rendeng, sambung Mustafa diantara bulan Oktober hingga Maret juga bisa mengakibatkan Puso atau gagal panen, akibat debit air dari curah hujan sangat tinggi, sehingga melebihi kapasitas normal.
"Hal ini juga mengakibatkan merosotnya produksi gabah kering, karena padi banyak yang terendam air. Bagaimana kita bisa meningkatkan produksi sementara sarana masih mengandalkan sistem tradisional”, jelas Mustafa. [] L24-005