Foto : Ilustrasi/bisnis.com suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kawasan Ekosistem Manggrove Pantai Su...
![]() |
Foto : Ilustrasi/bisnis.com |
Pengajuan gugatan ini, karena pengesahan Amdal dilakukan sebelum adanya perbaikan dokumen secara menyeluruh, sebagaimana masukan dari tim Komisi Penilai Sidang AMDAL, pada Jum’at (22/1) di Hotel Grand Arya, Karang Baru, Aceh Tamiang
Direktur Eksekutif Kempra, Ir Muhammad Nasir MP, Minggu (24/1) menyebutkan, pihaknya saat ini telah membangun komunikasi dengan sejumlah advokad, para pakar lingkungan, geologi dan lainnya, terkait keabsahan dokumen Amdal yang dikeluarkan pemerintah itu.
“Dokumen disahkan berdasarkan penilaian ‘tim kecil’ bentukan BLHK Kabupaten Aceh Tamiang, padahal masih banyak substansi pada dokumen yang belum diperbaiki,” katanya.
Sementara, waktu perbaikan dokumen selama 14 hari yang diberikan Ketua Tim Komisi Penilai Amdal Kabupaten Aceh Tamiang, terhitung 22 Januari 2016, diyakini tidak akan rampung dikerjakan tim penyusun Amdal PT TSA.
Menurutnya, permasalahan utama yang harus diawasi yaitu rencana kegiatan PT TSA yang sepenuhnya berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Walau kegiatan penambangan dapat dibenarkan dalam KEL, namun tetap tidak mengurangi fungsi lindung sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
“Setelah kami pelajari dokumen Amdalnya, banyak hal yang ditutupi oleh pihak perusahaan, terutama pada kondisi geofisik, fisika dan biologinya,” papar Nasir.
Nasir memaparkan, pada dokumen Amdal bagian rona awal, di lokasi tapak kegiatan eksplorasi PT TSA tidak menjelaskan tentang adanya kawasan karst serta satwa liar berupa gajah sumatera, harimau dan orangutan.
“Padahal hasil ekspedisi tim Kempra ke lokasi yang sama, ditemukan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) serta koridor gajah berdasarkan temuan kotoran, jejak kaki dan kubangan gajah yang berada dalam wilayah komoditas batu gamping PT TSA,” tambahnya.
Dijelaskan, KBAK yang merupakan zona tangkapan air wajib dilindungi ini, ditemukan timnya berbentuk gua vertikal dengan lebar sekitar 15 meter dan kedalaman 15 meter.
Didasarnya terdapat pula celah retakan batu gamping dengan lebar sekitar dua meter serta kedalaman 20 meter dan berbelok arah horizontal.
Selain itu, di antara celah retakan terdapat sebaran jenis mineral sekunder berupa stalaktit dan stalakmit, serta melintasnya air bawah tanah di dasar celah itu.
“Kami meyakini masih ada lagi gua-gua seperti itu di wilayah komoditas batu gamping PT TSA, mengingat dalam peta geologi Lembar Langsa tahun 1981, tercantum sejumlah tanda-tanda lubang depresi di area tersebut,” sebut Nasir.
Begitu pun dengan adanya koridor satwa liar seperti gajah, jika diganggu atau dirusak akan meningkatkan potensi konflik satwa dengan manusia di sekitarnya.
“Ketika informasi geologi dan biologi yang berada di wilayah eksplorasi PT TSA tidak menjelaskan secara nyata (de facto) keberadaan karst dan gajah, dapat dipastikan bahasan dokumen Amdal tentang hidrologi-hidrogeologi serta biologi menjadi tidak sesuai,” ungkapnya.
Begitu juga terkait informasi kebencanaan, juga belum disajikan secara memadai. Ia mengatakan, peran atas perubahan kualitas lingkungan di sekitar tapak terhadap peningkatan intensitas seperti banjir yang sering dialami daerah itu harusnya juga dimuat dalam dokumen.
“Rencana kegiatan ini belum menggunakan pendekatan manajemen risiko yang ditetapkan ISO 31000,” tambah Nasir.
KEPALA Badan Lingkungfan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Aceh Tamiang, Syamsul Rizal mengatakan, sidang Amdal PT TSA baru-baru ini bukan mengesahkan Amdal PT TSA, namun hanya menerima dokumen Amdalnya, dengan catatan dilakukan perbaikan sebelum dikeluarkan izin lingkungan. “Kami baru menerima dokumennya.
Kalau Amdal itu belum diperbaiki, maka kami tidak akan mengesahkannya dan mengeluarkan izin lingkungan,” jelasnya.
Pihak LSM yang hadir termasuk Kempar sudah memberikan masukan untuk perbaikan Amdal, maka saran tersebut harus dimasukkan.
“kami memastikan, jika tidak ada perbaikan, Amdal tersebut tidak kita sahkan,” tegasnya. (md/serambinews)