Foto : Istana Karang(Harian Anadalas) suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Salah satu situs sejarah Kabupaten Aceh Tamiang ditandai den...
Foto : Istana Karang(Harian Anadalas) |
T Mohd Arifin merupakan Raja Karang Tamiang X (terakhir) yang menempati istana tersebut hingga mangkat pada tahun 1962.
Pada tahun 1963 oleh ahli warisnya dijual kepada Alm H Abd Azis Karim selaku pemilik PT Sumber Asih waktu itu.
"Tahun 1963, jual beli eks Istana Karang dilakukan oleh orangtua kami kepada Alm H Abd Azis Karim selaku pemilik PT Sumber Asih," jelas salah seorang cucu dari Alm T Mohd Arifin, Amir Hasan Nazri Almujahid atau yang akrab disapa dengan panggilan Ayah Acang.
Akibat dari pengeboran sumur KSB-54 di Kampung Dalam Kecamatan Karang Baru pada tahun 1997 terjadi blow out.
Dampak dari blow out tersebut puluhan rumah penduduk di sekitar sumur mengalami kerusakan ringan, sedang berat bahkan ada yang tenggelam ditelan bumi.
Blow out juga mengakibatkan rusaknya bangunan Istana Karang yang akhirnya pada tanggal 13 April 2000 Pertamina melakukan pembayaran ganti rugi kepada ahli waris Alm H Abd Azis Karim selaku pemilik eks Istana Karang dengan nilai sebesar Rp1,8 miliar.
Lalu pada tanggal 12 Desember 2014 Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dengan menggelar Upacara Adat dalam acara Penyerahan Istana dari PT Pertamina (Persero) kepada Pemda Aceh Tamiang yang ditandatangi oleh Manager Investasi Aset Pertamina Tri Susanti Marta dan Bupati Aceh Tamiang, H Hamdam Sati yang dihadiri para tokoh masyarakat dan unsur Forkompinda Plus.
Ternyata penyerahan tersebut menimbulkan persoalan baru bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang yang hingga saat ini belum terselesaikan, menyangkut nilai ganti rugi yang mencapai Rp4,5 miliar ke pihak PT Pertamina (Pesero).
"Bupati Aceh Tamiang telah mengangkangi UU Nomor 14 Tahun 2008, Pasal 3 bahwa tujuan KIP menjamin hak warga negara untuk mengetahui yang berkaitan dengan informasi publik dan mendorong partisipasi masyarakat," tegas Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Sayed Zainal menyikapi penyerahan aset Istana Karang yang diserahkan oleh Pertamina Pusat pada tanggal 12 Desember 2014 lalu dengan penyertaan biaya pengembalian sebesar Rp4,5 miliar melalui pres relis yang diterima andalas beberapa hari lalu.
LembAHtari menyatakan keperihatinan, mengingat PT Pertamina (Persero) Perusahan Milik Negara telah memanfaatkan hasil bumi sektor migas di Aceh Tamiang puluhan tahun, namun ada aturan penyerahan Aset Penyerahan Istana Karang tidak bisa gratis.
"Dari Tahun Anggaran 2015 dan Pembahasan Tahun 2016 masih meninggalkan masalah dan menjadi hutang daerah. Seharusnya Bupati harus terbuka terhadap prosesnya.
Biaya yang telah diserahkan oleh Pemda Aceh Tamiang kepada PT Pertamina sebesar Rp200 juta. Sedangkan sisanya Rp4,3 miliar cadangkan Anggaran Tahun 2015 dan Tahun Anggaran 2016.
Namun dana tersebut tidak disetujui karena mekanisme pembayaran harus uang kontan dari sisanya diserahkan Ke PT Pertamina," sebut Sayed.
Menurutnya, disamping itu juga menimbulkan polemik tentang uang tersebut untuk Program CSR yang dikembalikan lagi ke Pemda Aceh Tamiang dengan kegiatan fisik ini belum jelas. Masih terjadi perbedaan pendapat.
"Yang pasti mengambil ahli Istana Karang untuk kepentingan publik yang diperuntukkan Cagar Budaya dengan uang rakyat.
Bupati Aceh Tamiang jangan jalan sendiri, perlu terbuka transparan dalam mengelola pemerintah," tegas Sayed.
Sementara itu, Asisten I Pemerintahan Kabupaten Tamiang membenarkan adanya ganti rugi terhadap Istana Karang yang merupakan aset PT Pertamina dengan Pemerintah Aceh Tamiang.
"Ganti rugi itu ada dan sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tapi saya tidak ingat berapa jumlahnya," jelas Helmi.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Tamiang, Yetno mengatakan telah mengajukan anggaran sebesar Rp 1 miliar namun di APBK- P Tahun 2015 di Nol kan kembali.
"APBK-P Tahun 2015 ini kita sudah ajukan sebesar Rp 1 miliar namun pengajuan tersebut di nol kan oleh DPRK," jelas Yetno.
Yetno menambahkan, pada APBK Tahun 2016 dirinya juga telah mengajukan total anggaran Rp10,4 miliar termasuk di dalamnya anggaran Istana Karang. "Dari pengajuan Rp10,4 miliar tersebut namun anggarannya tinggal Rp7,4 miliar," jelas Yetno.
Ketika disinggung anggaran Rp10,4 miliar dan tinggal Rp7,4 miliar apa termasuk anggaran Istana Karang Yetno menyebutkan, Rp3 miliar anggaran Istana Karang belum tau lagi nasibnya.
Sementara itu, Legal dan Relation Asst Manager Pertamina EP Rantau Jufri membenarkan hal tersebut.
Semua sesuai Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-02/MBU/2010 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara.
"Penyerahan aset Istana Karang yang sekarang menjadi Cagar Budaya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri BUMN. Nilainya sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat, dan Pemda Aceh Tamiang baru membayar 200 juta.
Jadi penyerahan aset tersebut tidak ada yang dihibahkan dan semua itu tertera dalam akta perjanjian yang tertulis" jelas Jufri.Tanggapan Cucu Raja
Salah seorang cucu dari Alm T Mohd Arifin (Raja Karang Tamiang X), Amir Hasan Nazri Almujahid atau yang akrab disapa Ayah Acang mengatakan, ternyata apa yang dilakukan oleh PT Pertamina dan Pemerintah Aceh Tamiang sama halnya yang dilakukan oleh orangtua kami dengan Alm H Abd Azis Karim selaku pemilik PT Sumber Asih pada tahun 1963.
"Apa bedanya apa yang dilakukan orangtua kami pada tahun 1963 dengan Alm H Abd Azis Karim yaitu proses jual beli juga. Selama ini kami taunya itu hibah dari PT Pertamina ke Pemkab Aceh Tamiang," sebutnya.
Ayah Acang menambahkan, ke depan apa bila kondisi keuangan ahli waris T Mohd Arifin sudah memadai, maka kami selaku ahli waris akan membayar kembali Istana Karang kepada Pemkab Aceh Tamiang.
"Kalau keuangan memadai, boleh lah kami ahli waris membelinya kembali dari Pemkab Aceh Tamiang dengan tujuan pengelolaan situs sejarah ini dikelola langsung oleh ahli waris sebagai istana lainnya yang ada di seluruh nusantara," pinta Ayah Acang. (WAN/Harian Anadalas)