Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK mengatakan, pemerintah harus keras dalam mengatasi kekerasan agar kekerasan itu tidak berl...
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK mengatakan,
pemerintah harus keras dalam mengatasi kekerasan agar kekerasan itu tidak
berlanjut. Pasalnya, menurut JK, saat ini hukum rimba sudah berlaku di
tengah-tengah masyarakat.
Hal itu dikatakan JK dalam acara Sarasehan Kebudayaan di
Jakarta, Minggu (15/7/2012) malam.
Selain JK, acara yang digelar Komunitas Anti Kekerasan
Indonesia (KAKI) itu dihadiri tokoh lain, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi
Mahfud MD, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Untung S Rajab, Wakil Ketua MPR
Hadjriyanto Y Thohari, Yenny Wahid, Hendardi, Effendi Gazali, para tokoh agama,
dan tokoh masyarakat.
JK mengatakan, kekerasan di berbagai daerah terjadi akibat
ketidakadilan pemerintah pusat ke daerah, kesenjangan ekonomi, hukum yang tidak
terlalu berjalan, wibawa aparat keamanan menurun, dan faktor lainnya.
Menurut JK, saat ini adalah titik paling rawan lantaran
masyarakat menggunakan hukum rimba. Titik awal hukum rimba dimulai ketika
kerusuhan di Tanjung Priok pada April 2010. Ketika itu, kata dia, tidak ada
orang yang bertanggung jawab atas tewasnya tiga orang dan pembakaran puluhan
kendaraan.
"Di situlah mulai berpikir hukum rimba. Kalau kita
ramai-ramai bunuh orang tidak akan ditangkap, ramai-ramai bakar mobil tidak
akan ditangkap. Kalau ditangkap kita bakar kantor polisi. Dari situ masuk ke
kerusuhan di Batam, Madiun, Lombok, Lampung.
Semua dibakar. Dan tidak ada yang mendapat hukum setimpal. Dimulailah hukum
rimba," kata JK.
JK memberi contoh ketika dirinya menghentikan konflik di
Poso, Ambon, dan Aceh. Ketiga konflik itu
pecah akibat ketidakadilan dari pemerintah pusat. Khusus di Poso dan Ambon, agama ditarik untuk memperkeruh suasana. Pasalnya,
kata JK, konflik dengan membawa agama akan sulit diatasi.
"Agama paling susah. Membunuh dan dibunuh sambil
ketawa. Mereka merasa kalau membunuh masuk surga, dibunuh juga masuk surga.
Jadi tidak pernah berhenti. Saya keras di lapangan. Kalian semua masuk neraka.
Kiai, pastor terkejut kenapa masuk neraka? Saya bilang siapa yang mengatakan
agama boleh bunuh orang? Tunjukkan," kata Ketua Palang Merah Indonesia
itu.
"Pada waktu di Poso dan Ambon.
Dimulai dari ancaman. Saya ancam kalian mulai hari ini saya cuma kasih tiga
pilihan. Besok saya kasih peluru semua kalian dua-duanya sampai habis ini
generasi. Saya kasih peluru berapa saja. Kedua, besok saya kasih tambah
tentara. Silakan tembak siapa yang mulai. Siapa yang mau? Enggak ada juga yang
mau," cerita JK.
JK menambahkan, "Pilihan terakhir mulai besok bicara
dengan saya. Bicara apa, Pak? Bicara menghentikan konflik. (Pihak berkonflik
menjawab) boleh bicara, tapi tidak ada damai. Karena itu, deklarasi tidak ada
satu pun kata damai, baik Ambon maupun Poso.
Yang ada semua pihak setuju menghentikan kekerasan. Ya, sama aja kan," kata JK
disambut tawa para hadirin.
Bagaimana dengan Aceh? Menurut
JK, ia hanya memberi
dua pilihan, yakni terus berperang atau damai. Namun, kata dia, pilihan awal
tetap berperang. "Oke, baik kita umumkan perang 100 tahun antara Indonesia
dengan Aceh. Kita siap 100 tahun. Sebelum pergi saya katakan, perangnya di Aceh
jadi korbannya banyak di Aceh. Mau? Oh jangan begitu. Barulah kita
bicara," papar JK.
"Jadi, penyelesaian konflik harus keras, tidak boleh
ada senyum. Saya enggak ada senyum di Poso, Ambon,
Aceh. Pemerintah tidak bisa senyum atasi konflik. Harus dengan keras juga. Tapi
tentu keras yang ada batasnya. Pemerintah harus begitu atasi kekerasan. Tidak
boleh berlama-lama karena makin lama kita bicara makin banyak
korban," kata JK. | Kompas.com