Sistem penyaluran anggaran pemerintah, termasuk perjalanan dinas telah dilakukan ketat. Bahkan pengawasan berlapis untuk menghindari keboc...
Sistem penyaluran anggaran pemerintah, termasuk perjalanan dinas telah dilakukan ketat. Bahkan pengawasan berlapis untuk menghindari kebocoran. Namun tetap bisa bocor, karena semua tergantung niat.
Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Poernomo mengatakan meski ketat, tetap ada potensi kebocoran anggaran. Semua tergantung niat PNS dari level atas sampai bawah.
"Semuanya tergantung dari hati, kita mau niat fraud apa tidak, karena ada kesempatan, ada aturan-aturan yang bisa disiati, dia pakai itu, makanya aparat yang lebih tinggi untuk menjalankan fungsinya," kata Herry di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Menurutnya, kebocoran anggaran banyak dilakukan PNS untuk menambah pendapatan mereka dengan cara yang melanggar aturan.
"Yang dilihat BPK itu kan perjalanan dinas, dan saya melihatnya itu pola-pola lama dalam rangka bagaimana memanfaatkan belanja perjalanan untuk menambah dalam tanda petik pendapatan," ujarnya.
Pihak Kemenkeu telah mengubah cara pemberian perjalanan dari lump sum menjadi at cost. Sewaktu sistem lump sum, PNS masih bisa memanipulasi anggaran dinas dengan berbagai cara. Salah satunya, mengurangi realisasi biaya perjalanan dengan budget yang telah dianggarkan. Hal ini agar bisa mendapatkan sisa yang bisa dibawa pulang.
"Pada masa sebelum Bu Sri Mulyani itu sifatnya lump sum, misalkan seseorang itu berhak pakai tiket bisnis maka diberikan segitu, ada indeksnya, misalkan Jakarta Surabaya Rp 900 ribu, hotel Rp 300 ribu, yang namanya lump sum itu diberikan segitu kepada pegawai untuk perjalanan dinas dikali sekian hari dan tiket pulang pergi. Dengan lump sum itu prinsipnya dia dikasih segitu terserah mau pakainya bagaimana," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Herry, pemerintah mengubah sistemnya menjadi at cost. Sayangnya, PNS masih mencari celah untuk mendapatkan uang lebih dari perjalanan dinas tersebut.
"Sedangkan yang sekarang ini istilahnya at cost, jadi berapa pun akan diganti oleh pemerintah. Misalkan perjalanan dengan kelas bisnis, ini kan variatif, dia pakai Garuda maka diganti dengan Garuda, tapi ada catatan dia betul-betul terbang dengan Garuda. Di sini untuk menghindari manipulasi dari lump sum itu. Namun, orang makin pintar, ada penerbit boarding pass aspal, tiket aspal, dia boarding passnya garuda, dia pakai penerbangan lain," paparnya.
Untuk itu, Herry mengharapkan adanya peran serta pimpinan dan bagian verifikasi guna mempertanggungjawabkan laporan perjalanan dinas para pegawai. Para pimpinan ini harus memastikan para pegawainya benar-benar melakukan perjalanan dinas yang ditugaskan.
"Ada peran dari atasan dan KPK, atasan yang memberikan perintah perjalanan ini, dia harus kontrol itu, berangkat nggak, kemudian dicek boarding pass-nya bagaimana, sebenarnya ada trik-trik tertentu untuk meyakini apakah boarding pass ini asli atau tidak. Dengan penerbangan, kode-kode ini asli. Jadi sebenarnya ini kontrol dari yang memberi perintah," tegasnya.
"Kemudian kontrol terhadap pemberi perintah karena kan modus mainnya itu izinnya 5 hari tapi jalannya 3 hari yang 2 hari dia nggak jalan, tapi yang paling parah itu kalau jalan di tempat, SPPD suruh jalan, cari boarding pass palsu, cari tiket palsu, cari hotel palsu, tapi nggak jalan," tambahnya.
Menurut Herry, jika antara pegawai, pimpinan, dan bagian verifikasi masih saling bekerjasama untuk menyelewengkan anggaran perjalanan dinas ini, maka tindakan ini masih terjadi.
"Jadi yang terpenting adalah fungsi atasan untuk mengontrol ini dan fungsi verifikator pada waktu membuat pertanggungjawaban. Selama masih kongkalikong ya tetap ada. Ya itu dia, bagian verifikator yang membukukan itu, itu harus ketat," ujarnya. | Ramdhania El Hida,Detik.com
Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Poernomo mengatakan meski ketat, tetap ada potensi kebocoran anggaran. Semua tergantung niat PNS dari level atas sampai bawah.
"Semuanya tergantung dari hati, kita mau niat fraud apa tidak, karena ada kesempatan, ada aturan-aturan yang bisa disiati, dia pakai itu, makanya aparat yang lebih tinggi untuk menjalankan fungsinya," kata Herry di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Menurutnya, kebocoran anggaran banyak dilakukan PNS untuk menambah pendapatan mereka dengan cara yang melanggar aturan.
"Yang dilihat BPK itu kan perjalanan dinas, dan saya melihatnya itu pola-pola lama dalam rangka bagaimana memanfaatkan belanja perjalanan untuk menambah dalam tanda petik pendapatan," ujarnya.
Pihak Kemenkeu telah mengubah cara pemberian perjalanan dari lump sum menjadi at cost. Sewaktu sistem lump sum, PNS masih bisa memanipulasi anggaran dinas dengan berbagai cara. Salah satunya, mengurangi realisasi biaya perjalanan dengan budget yang telah dianggarkan. Hal ini agar bisa mendapatkan sisa yang bisa dibawa pulang.
"Pada masa sebelum Bu Sri Mulyani itu sifatnya lump sum, misalkan seseorang itu berhak pakai tiket bisnis maka diberikan segitu, ada indeksnya, misalkan Jakarta Surabaya Rp 900 ribu, hotel Rp 300 ribu, yang namanya lump sum itu diberikan segitu kepada pegawai untuk perjalanan dinas dikali sekian hari dan tiket pulang pergi. Dengan lump sum itu prinsipnya dia dikasih segitu terserah mau pakainya bagaimana," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Herry, pemerintah mengubah sistemnya menjadi at cost. Sayangnya, PNS masih mencari celah untuk mendapatkan uang lebih dari perjalanan dinas tersebut.
"Sedangkan yang sekarang ini istilahnya at cost, jadi berapa pun akan diganti oleh pemerintah. Misalkan perjalanan dengan kelas bisnis, ini kan variatif, dia pakai Garuda maka diganti dengan Garuda, tapi ada catatan dia betul-betul terbang dengan Garuda. Di sini untuk menghindari manipulasi dari lump sum itu. Namun, orang makin pintar, ada penerbit boarding pass aspal, tiket aspal, dia boarding passnya garuda, dia pakai penerbangan lain," paparnya.
Untuk itu, Herry mengharapkan adanya peran serta pimpinan dan bagian verifikasi guna mempertanggungjawabkan laporan perjalanan dinas para pegawai. Para pimpinan ini harus memastikan para pegawainya benar-benar melakukan perjalanan dinas yang ditugaskan.
"Ada peran dari atasan dan KPK, atasan yang memberikan perintah perjalanan ini, dia harus kontrol itu, berangkat nggak, kemudian dicek boarding pass-nya bagaimana, sebenarnya ada trik-trik tertentu untuk meyakini apakah boarding pass ini asli atau tidak. Dengan penerbangan, kode-kode ini asli. Jadi sebenarnya ini kontrol dari yang memberi perintah," tegasnya.
"Kemudian kontrol terhadap pemberi perintah karena kan modus mainnya itu izinnya 5 hari tapi jalannya 3 hari yang 2 hari dia nggak jalan, tapi yang paling parah itu kalau jalan di tempat, SPPD suruh jalan, cari boarding pass palsu, cari tiket palsu, cari hotel palsu, tapi nggak jalan," tambahnya.
Menurut Herry, jika antara pegawai, pimpinan, dan bagian verifikasi masih saling bekerjasama untuk menyelewengkan anggaran perjalanan dinas ini, maka tindakan ini masih terjadi.
"Jadi yang terpenting adalah fungsi atasan untuk mengontrol ini dan fungsi verifikator pada waktu membuat pertanggungjawaban. Selama masih kongkalikong ya tetap ada. Ya itu dia, bagian verifikator yang membukukan itu, itu harus ketat," ujarnya. | Ramdhania El Hida,Detik.com