Tersangka kasus Wisma Atlet dan Kementerian Pendidikan Nasional Angelina Sondakh menjadi tokoh kunci. Muncul kabar Angie bakal dijadika...
Tersangka kasus Wisma Atlet dan Kementerian Pendidikan Nasional Angelina Sondakh menjadi tokoh kunci. Muncul kabar Angie bakal dijadikan justice collaborator sebagai upaya pengungkapan siapa aktor dalam berbagai kasus yang dilakukan Nazaruddin melalui Permai Group?
Telah sepekan tersangka kasus Wisma Atlet dan kasus Kemendiknas Angelina Sondakh ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sempat mencuat rumor tawaran kepada Angie agar menjadi justice collaborator atau pelaku pelapor yang bekerjasama meski belakangan dibantah KPK.
Aktivis Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rahman mengatakan, dengan menjadikan Angelina Sondakh sebagai justice collaborator diharapkan mampu mengungkap dugaan korupsi yang dilakukan Nazaruddin senilai Rp6,2 triliun.
"Dengan menjadikan Angie sebagai justice collaborator, harapannya dapat mengungkap siapa bos besar dan ketua besar itu," ujar Fadjroel dalam diskusi PerspektifIndonesia "Wishtle blower dan justice collaborator memberantas korupsi" di gedung DPD RI , Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta , Jumat (4/5/2012).
Hanya saja, Fadjroel mempertanyakan apakah Angie mau mengungkapkan secara jujur perbuatannya dalam dua kasus yang melilitnya. "Masalahnya apakah Angie mau mengakui. Ini yang harus ditegaskan. Unsur lain, dia harus mengakui bahwa dia bukan pelaku utama," tegas Fadjroel.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Samendawai menegaskan keberadaan justice collaborator atau whistle blower yang diatur dalam Surat Edaran MA (SEMA) No 4 Tahun 2011 dan UU LPSK sebagai upaya untuk mengungkap kasus korupsi.
"Bagaimana kasus korupsi diungkap tanpa justice collaborator. Dia menjadi pelapor, namun dia sendiri yangg diadili. Gayus sudah bicara macam-macam, tapi laporan tidak tuntas, malah hanya berhenti pada dirinya," ungkap Haris mencontohkan.
Begitu pula keberadaan saksi pelapor, Haris menegaskan cukup penting untuk memberikan perlindungan terhadap saksi pelaku merupakan alat penting terhadap kejahatan teroganisir. "Apakah hanya narkoba atau tipikor, menurut saya tipikor harus. Karena ini kejahatan terorganisir," tegasnya.
Menurut Haris, dalam praktiknya penyelenggaraan APBN seringkali sulit untuk dideteksi kecuali bila ada pihak yang mengungkapkannya. "Kita berbicara proteksi dan reward yang bisa diberikan. Kalau dia tidak memberi kesaksian, ini akan terputus," jelas Haris.
Dia juga menampik anggapan bila keberadaan justice collaborator membuat malas penegak hukum dalam mengungkapkan kasus korupsi. "Tidak tepat jika membuat aparat penegak hukum malas. Justru kesaksian mereka menjadi trigger dalam pengungkapan kasus korupsi," ujar Haris.
Peneliti Pusat Kajian anti-Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Hifdzil Alim menegarai tawaran justice collaborator kepada Angie sebagai bentuk KPK frustrasi dan sudah terkontaminasi kepentingan politik. "Tawaran justice collaborator terhadap tersangka berbanding terbalik dengan hakim yang pasif," ujarnya.
Menurut Hifdzil, akan terjadi benturan kepentingan antara justice collaborator dengan lembaga yudisial. "Inilah sebabnya justice collaborator adalah langkah terakhir," tegas Hifdzil.(inilah.com).
Telah sepekan tersangka kasus Wisma Atlet dan kasus Kemendiknas Angelina Sondakh ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sempat mencuat rumor tawaran kepada Angie agar menjadi justice collaborator atau pelaku pelapor yang bekerjasama meski belakangan dibantah KPK.
Aktivis Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rahman mengatakan, dengan menjadikan Angelina Sondakh sebagai justice collaborator diharapkan mampu mengungkap dugaan korupsi yang dilakukan Nazaruddin senilai Rp6,2 triliun.
"Dengan menjadikan Angie sebagai justice collaborator, harapannya dapat mengungkap siapa bos besar dan ketua besar itu," ujar Fadjroel dalam diskusi Perspektif
Hanya saja, Fadjroel mempertanyakan apakah Angie mau mengungkapkan secara jujur perbuatannya dalam dua kasus yang melilitnya. "Masalahnya apakah Angie mau mengakui. Ini yang harus ditegaskan. Unsur lain, dia harus mengakui bahwa dia bukan pelaku utama," tegas Fadjroel.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Samendawai menegaskan keberadaan justice collaborator atau whistle blower yang diatur dalam Surat Edaran MA (SEMA) No 4 Tahun 2011 dan UU LPSK sebagai upaya untuk mengungkap kasus korupsi.
"Bagaimana kasus korupsi diungkap tanpa justice collaborator. Dia menjadi pelapor, namun dia sendiri yangg diadili. Gayus sudah bicara macam-macam, tapi laporan tidak tuntas, malah hanya berhenti pada dirinya," ungkap Haris mencontohkan.
Begitu pula keberadaan saksi pelapor, Haris menegaskan cukup penting untuk memberikan perlindungan terhadap saksi pelaku merupakan alat penting terhadap kejahatan teroganisir. "Apakah hanya narkoba atau tipikor, menurut saya tipikor harus. Karena ini kejahatan terorganisir," tegasnya.
Menurut Haris, dalam praktiknya penyelenggaraan APBN seringkali sulit untuk dideteksi kecuali bila ada pihak yang mengungkapkannya. "Kita berbicara proteksi dan reward yang bisa diberikan. Kalau dia tidak memberi kesaksian, ini akan terputus," jelas Haris.
Dia juga menampik anggapan bila keberadaan justice collaborator membuat malas penegak hukum dalam mengungkapkan kasus korupsi. "Tidak tepat jika membuat aparat penegak hukum malas. Justru kesaksian mereka menjadi trigger dalam pengungkapan kasus korupsi," ujar Haris.
Peneliti Pusat Kajian anti-Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Hifdzil Alim menegarai tawaran justice collaborator kepada Angie sebagai bentuk KPK frustrasi dan sudah terkontaminasi kepentingan politik. "Tawaran justice collaborator terhadap tersangka berbanding terbalik dengan hakim yang pasif," ujarnya.
Menurut Hifdzil, akan terjadi benturan kepentingan antara justice collaborator dengan lembaga yudisial. "Inilah sebabnya justice collaborator adalah langkah terakhir," tegas Hifdzil.(inilah.com).