HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Korupsi dan Gratifikasi Mengakar di Tamiang

Terbukti, Tahun Anggaran 2010 ada sekitar 56,125 miliar anggaran yang dikorupsi tak terjamah hukum. “Kita melihat bahwa perjalanan kariri pe...

Terbukti, Tahun Anggaran 2010 ada sekitar 56,125 miliar anggaran yang dikorupsi tak terjamah hukum. “Kita melihat bahwa perjalanan kariri penegak hukum di Aceh dan khususnya di Aceh Taming memble,” sindir Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Sayed Zainal kepada Harian Orbit, di Aceh Tamiang, Selasa (3/4).

Melihat korupsi yang mengakar dan belum terjamah hukum, Sayed mengungkapkan, bahwa realita ini menambah daftar hitam, carut marut rapor penegak hukum di Aceh. “Jadi tak salah kalau ‘kue’ pembangunan stagnan. Tontonan inilah yang terus disuguhkan para penegak hukum di Aceh, khusus Aceh Tamiang kepada masyarakat,” imbuh Sayed.
Malah, katanya lagi, pejabat pemkab membuat alasan klise dan lifeservice dilakukan, untuk menutupi kebobrokan mereka. “Bagai menonton film koboi ompong yang tak punya senjata saat berperang,” ujar Sayed.

Indikasi Mafia Kasus
Dia prihatin, jajaran penegak hukum di Aceh (Polda), Kejati dan Polres Aceh Tamiang, karena kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Mark Up di Aceh Tamiang sebesar Rp 56,125 miliar tahun anggaran 2010 jalan di tempat dan berpotensi telah terjadi mafia kasus.

Sumber Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan, dana infrastruktur dan prasarana daerah sebesar Rp 24,625 miliar, pengadaan alat-alat Kesehatan (Alkes) Rp.9,625 miliar, Pembangunan Kantor Datok dan Pengaspalan Jalan Kantor Lingkup Setdakab Rp.15 miliar yang diatur dalam Permenkeu nomor 113/PMK-07/2010, 14 Juni 2010 tentang pedoman umum alokasi dana.

Sedangkan dana sebesar Rp 31,5 miliar untuk ganti rugi tanah rencana pembangunan gedung Politeknik seluas 22,2 hektar sumber dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Pemerintah Aceh (APBA) 2010, terindikasi kuat telah terjadi Mark Up terstruktur.
“Saya pikir, kasus pengadaan Alkes senilai Rp.9,625 miliar yang dimenangkan oleh CV Fahyusma Sakti (CV FS) kontrak nomor 527/a/945/APBN-P/Dinkes-Atam/XII/2010 yang di tangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh baru menetapkan beberapa tersangka, padahal banyak pihak yang bermain dalam kasus ini cuci tangan,”ucapnya.

Sedangkan dugaan keterlibatan pihak lain, terutama saudara ‘EMP’ yang memiliki perjanjian kerjasama dengan direktur tanggal 6 Desember 2010 (perjanjian Notaris Nomor 006 di Medan) dan keterlibatan oknum Anggota Wakil DPRK Aceh Tamiang dikhawatirkan akan hilang di tengah jalan.

Walaupun sejak awal dalam proses penyelidikan direktur perusahaan dan saksi telah memberikan keterangan secara terbuka dan jelas. Disisi lain kaitan kasus dugaan Mark Up pembangunan kantor datok dan pengaspalan jalan di Lingkup Setdakab Aceh Tamiang yang ditangani Polda Aceh menjelang tahun 2012, secara mencurigakan kasus ini hilang ditengah jalan.

Padahal, lanjutnya, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Setdakab Aceh Tamiang telah melakukan pengalihan mata anggaran sebesar Rp 6,404 miliar untuk pekerjaan pengaspalan yang dimenangkan oleh perusahaan asal Jambi, Sumatera Selatan CV Merangin Karya Sejati.

Meski Pasal 03 Ayat 1,7 Permenkeu menyatakan bahwa ‘Daerah yang menggunakan dana infrastruktur dan prasarana tidak boleh melakukan penggeseran alokasi dana antar gedung’ bahkan DPRK Aceh Tamiang pada saat penyampaian pendapat akhir pada 10 Desember 2010 lalu tentang perubahan APBK-Pmenolak dan tidak menyetujui.

Ironisnya, dugaan Mark Up ganti rugi tanah rencana pembangunan Politeknik sebesar Rp 31,5 miliar dengan luas 22,2 hektar tahun 2010, dari eks tanah negara menjadi milik pribadi. “Kasus yang ditangani oleh Polres Aceh Tamiang sampai saat ini ‘diam’ tak jelas rimbanya,” akhiri Sayed Zainal. (orbit).