Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Aceh Tamiang, Kamis (19/1) melaksanakan seminar tentang aliran sesat di Aceh. Acara yang gelar di gedung S...
Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Aceh Tamiang, Kamis (19/1) melaksanakan seminar tentang aliran sesat di Aceh. Acara yang gelar di gedung SKB Karang Baru itu diikuti 220 peserta, serta dibuka Bupati Aceh Tamiang, Drs H Abdul Latief.
Dalam acara itu Abdul Latief antara lain mengatakan, beberapa tahun ini muncul faham aliran sesat di beberapa kabupaten di Aceh, kondisi ini disebabkan terjadinya perubahan pola pikir di kalangan warga yang tidak mempunyai pondasi akidah yang kokoh, sehingga dengan mudah terpengaruh dengan ajaran yang sesat.
Pelaksanaan seminar tentang cara mengatasi berkembangnya aliran sesat dilaksanakan di Tamiang, mengingat kabupaten ini merupakan pintu gerbang masuk Aceh, karena berbatasan langsung dengan Sumatera Utara.
Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA yang menyampaikan materi dalam acara tersebut mengatakan, MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa No. 04 tahun 2007 tentang pedoman identifikasi aliran sesat. Disebutkan, ada 13 kriteria aliran sesat yang difatwakan MPU, diantaranya meyakini turunnya wahyu setelah Alquran, mengingkari kemurnian dan atau kebenaran Alquran, melakukan penafsiran Alquran tidak berdasarkan kaidah–kaidah tafsir, menghina dan atau melecehkan para Nabi dan Rasulullah, melakukan pensyarahan terhadap hadis tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu mushthalah Hadis.
Sementara pemateri lainnya, Tgk H Muhammad Nuruzzahri memaparkan, salah satu cara menyelamatkan anak bangsa dari aliran sesat dengan menanamkan akidah ahlul sunnah wal jamaah kepada anak-anak sejak usia dini, memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan yang benar, seperti dayah, madrasah serta menghidupkan kembali peran dan fungsi meunasah sebagai lembaga pendidikan. “Ada beberapa aliran sesat yang tidak dapat ditolerir, yaitu Millata Abraham, Ahmadiyah Qadhian dan Jaringan Islam Leberal (JIL),” ujar Tgk H Muhammad Nuruzzahri yang sering disapa Walid Nu. (M. Nasir | SI).
Dalam acara itu Abdul Latief antara lain mengatakan, beberapa tahun ini muncul faham aliran sesat di beberapa kabupaten di Aceh, kondisi ini disebabkan terjadinya perubahan pola pikir di kalangan warga yang tidak mempunyai pondasi akidah yang kokoh, sehingga dengan mudah terpengaruh dengan ajaran yang sesat.
Pelaksanaan seminar tentang cara mengatasi berkembangnya aliran sesat dilaksanakan di Tamiang, mengingat kabupaten ini merupakan pintu gerbang masuk Aceh, karena berbatasan langsung dengan Sumatera Utara.
Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA yang menyampaikan materi dalam acara tersebut mengatakan, MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa No. 04 tahun 2007 tentang pedoman identifikasi aliran sesat. Disebutkan, ada 13 kriteria aliran sesat yang difatwakan MPU, diantaranya meyakini turunnya wahyu setelah Alquran, mengingkari kemurnian dan atau kebenaran Alquran, melakukan penafsiran Alquran tidak berdasarkan kaidah–kaidah tafsir, menghina dan atau melecehkan para Nabi dan Rasulullah, melakukan pensyarahan terhadap hadis tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu mushthalah Hadis.
Sementara pemateri lainnya, Tgk H Muhammad Nuruzzahri memaparkan, salah satu cara menyelamatkan anak bangsa dari aliran sesat dengan menanamkan akidah ahlul sunnah wal jamaah kepada anak-anak sejak usia dini, memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan yang benar, seperti dayah, madrasah serta menghidupkan kembali peran dan fungsi meunasah sebagai lembaga pendidikan. “Ada beberapa aliran sesat yang tidak dapat ditolerir, yaitu Millata Abraham, Ahmadiyah Qadhian dan Jaringan Islam Leberal (JIL),” ujar Tgk H Muhammad Nuruzzahri yang sering disapa Walid Nu. (M. Nasir | SI).