HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Penjahat Besar Bangsa

Foto (Tabrani. ZA) Oleh : Tabrani. ZA Beberapa bulan terakhir, perhatian kita tersedot oleh gegap gempita persoalan kasus skandal koru...

Foto (Tabrani. ZA)
Oleh : Tabrani. ZA

Beberapa bulan terakhir, perhatian kita tersedot oleh gegap gempita persoalan kasus skandal korupsi, mafia hukum, dan makelar kasus (markus). Mulai dari kasus Century, yang sampai saat ini belum selesai-selesai sehingga hilang ditelan masa, kemudian muncul kasus yang sangat mengguncang dunia perpolitikan Indonesia dan partai penguasa di Indonesia, kasus suap wisma atlet dengan aktor utamanya Nazaruddin.

Belum lagi kasus korupsi di Kementrian Pemuda dan Olahraga dan Kementrian Transmigrasi. Munculnya kasus ini mengingatkan kita pada sebuah ayat dalam Alquran yang artinya, “Dan Demikianlah kami jadikan dalam setiap negeri penjahat-penjahat besar agar mereka membuat rekayasa di dalamnya.” (QS. Al-An`am: 123).

Muncul pertanyaan dalam hati dan pikiran kita: siapa yang dimaksud penjahat-penjahat besar dalam ayat itu? Ibnu Katsir dalam tafsirnya (tafsir Ibnu Katsir) mengutip perkataan Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, yang dimaksud akaabira mujrimiihaa dalam ayat di atas adalah penguasa dan pembesar-pembesar yang jahat. Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan fasilitas jabatan yang dimiliki mereka melakukan rekayasa-rekayasa kasus sehingga terjadi kekacauan yang dahsyat. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Mujahid dan Qatadah, dua ulama terkemuka di masa sesudahnya.

Tafsir yang disampaikan oleh Ibnu Katsir dan para ahlinya ini terasa sekali masih kurang lengkap jika dikembalikan pada kondisi sosio-politik sekarang. Realitasnya lebih dahsyat dari itu. Maka sesuai dengan watak universalitas Alquran yang bisa ditafsirkan menurut kondisi zaman, pengertian ayat akaabira mujrimiihaa dapat diperluas maknanya menjadi “penjahat-penjahat besar” atau “penjahat-penjahat besar bangsa”.

Kita lihat, betapa ayat tersebut sangat cocok dengan realitas di bangsa ini sekarang. Hampir di setiap pojok negara dan daerah muncul penjahat-penjahat besar yang memiliki peran signifikan dalam membangun kartel kekuasaannya. Fasilitas finansial yang mereka miliki dijadikan modal untuk memainkan praktik mafia dengan para pejabat teras secara leluasa, untuk mengatur segala penyimpangan yang seharusnya lurus. Bersatunya dua kekuatan besar yang jahat ini, akan memunculkan kehancuran dan ketidakadilan.

Logika hukum pun mengalami kesulitan untuk menjerat mereka. Sebab gerakan operasional kelompok ini tidak sama dengan penjahat-penjahat kecil yang vulgar dalam setiap aksinya. Kalau suara nurani akan diacak-acak tanpa daya, sekalipun bermuara dari arus masyarakat yang lebih besar. Masyarakat akan tetap menjadi permainan praktik kejahatan mereka. Tetapi yang perlu dicatat, sepanjang sejarah kebudayaan manusia, tidak ada kejahatan yang mampu melenggang terus menerus dan selamat dari gilasan kekuatan massa, sekalipun harus menggunakan cost besar.

Di sini kita tentunya tidak bisa terlalu banyak berharap, bahwa penjahat-penjahat besar di negara dan bangsa ini, dalam berbagai modus, bentuk dan kadarnya, mulai dari aksi potong-memotong, money laundry, suap-menyuap dan berbagai jenis manipulasi data dan laporan lainnya, akan bisa cepat terhenti. Karena korupsi itu masih menjadi keinginan kontekstual banyak orang di semua strata, profesi dan lingkungan. Terakhir, fenomena sistem politik dalam rekrutmen para penguasa di negara ini, baik di lembaga-lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan keagamaan, tampak masih memerlukan banyak uang, baik untuk sogokan maupun “ongkos” politik. Faktor ini juga menjadi alasan kontekstual lain yang menyebabkan penjahat-penjahat besar tersebut terus tumbuh dan berkembang. Karena ketika berhasil merebut jabatan, mereka pasti akan mengembalikan modal dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Mau dibawa ke mana negara ini, jika mafia hukum terus berkeliaran dan KPK terus menunda-nunda untuk memberantasnya.

* Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Alumnus Dayah Darussalam Labuhan Haji-Aceh
.
Sumber : Serambi Online