HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tragedi 30 Agustus: Ketika Aspirasi Masyarakat Dibalas Kekerasan Aparat

Oleh Kania Vayris Moza Pahlevi  Semester: 1, Fakultas: Tarbiyah dan Keguruan Universitas: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lentera24.com...

Oleh Kania Vayris Moza Pahlevi 
Semester: 1, Fakultas: Tarbiyah dan Keguruan Universitas: Universitas Islam Negeri Raden Intan


Lentera24.com - Diakhir Agustus yang lalu, Indonesia dihebohkan dengan demo besar-besaran yang ditayangkan sampai media luar negri. Demonstrasi ini adalah bukti keresahan dan ketidaksetujuan rakyat pada keputusan Presiden yang menaikkan tunjangan untuk anggota parlemen. Tunjangan itu berupa kenaikan tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per-bulan. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan kondisi keuangan masyarakat Indonesia, ditambah lagi dengan beredarnya video-video anggota parlemen yang tampak tidak profesional dalam sidang tahunan MPR 2025.

Apalagi ditambah dengan permasalahan ekonomis lain seperti kontroversi kenaikan pajak bumi dan bangunan, serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massa yang membuat rakyat semakin geram dengan pemerintah Negara Indonesia.

Demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat ini mulai memanas ketika tidak dihiraukannya tuntutan mereka untuk membatalkan keputusan presiden tersebut, hingga kericuhan mulai terjadi. Tindakan anarkis mulai timbul di antara partisipan demonstrasi disusul dengan penjarahan rumah anggota DPR hingga mantan Mentri Keuangan.

Di tengah semakin maraknya suasana demonstrasi yang kian memanas, sebuah peristiwa pembunuhan warga sipil yang bahkan tidak ikut dalam aksi unjuk rasa tersebut, korban terlindas kendaraan taktis rimueng milik Satuan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Metro Jaya. Bahkan isu tentang tim medis yang dipukul saat sedang mengobati partisipan demo pun kian tersebar membuat rakyat semakin murka dan demo semakin rancu.

Di tengah kekacauan yang terjadi saat itu, pihak keamanan negara justru mengecewakan masyarakat, alih-alih menjaga kemanan, ketertiban, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, para oknum-oknum tersebut justru melakukan aksi kekerasan, penahanan, penyiksaan bahkan pembunuhan pada partisipan demonstrasi. Kejadian ini langsung menuai kontroversi di kalangan mahasiswa.

Menurut Pasal 13, Pasal 14 (a), Pasal 14 (e), dan Pasal 14 (i) UU RI Nomor 2 Tahun 2002, tugas Kepolisian adalah untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman serta menegakkan hukum. Respon yang diberikan aparat keamanan ini sudah melenceng jauh dari tugas-tugas mereka sebagai penertib masyarakat sipil. Bahkan menurut isu yang beredar pada malam tanggal 31 Agustus 2025, terjadi penembakan massal untuk membubarkan paksa para demonstran. Aksi ini menimbulkan banyak korban terutama mahasiswa dan masyarakat sipil.

Apakah respon seperti ini benar? Bukankah ini menunjukkan krisis demokrasi dalam negara ini? Bukankah justru tindakan ini membuat para demonstran semakin marah? Hal ini justru mencerminkan pelanggaran hak asasi manusia dan penekanan kebebasan masyarakat dalam berekspresi yang melanggar Undang Undang. Menurut pasal 28A dan pasal 28E Undang Undang Dasar 1945, setiap orang memiliki hak untuk hidup, dan hak untuk mengeluarkan pendapat, dan hak tersebut tidak bias dirampas dengan dalih apapun. Negara Indonesia adalah negara demokrasi, tapi jika rakyatnya yang sedang menyalurkan aspirasinya justru ditembak, dipukuli, dibunuh bahkan dibuang ke sungai, bukankah sekarang mewujudkan negara demokrasi itu sama saja menyetorkan nyawa pada aparat-aparat pemerintah? Ini sama saja dengan perintah tutup mulut bagi seluruh rakyat untuk tidak berdemo lagi dan menerima semua keputusan pemerintah. 

Tindakan represifitas ini justru akan memecah belah pihak rakyat dan pihak pemerintah semakin jauh, demo yang ricuh akan semakin ricuh dan semakin banyak korban yang akan berdatangan apabila tindakan ini terus berlanjut di demokrasi-demokrasi yang akan datang. Respon pemerintah kepada demonstran merupakan faktor utama penentu jalannya demokrasi, apabila pemerintah memberikan respon yang baik dan cepat memproses keinginan rakyat, pasti rakyat tidak akan ricuh atau melakukan tindakan anarkis. Pemerintah juga harus menarik keikutsertaan pasukan TNI dalam demokrasi, demokrasi bukanlah peperangan yang membutuhkan pasukan bersenjata. Baik pihak kepolisan pun juga harus ditegaskan untuk tidak melakukan kekerasan apalagi pembunuhan sesuai HAM yang sudah dituliskan dalam Undang-Undang. Adapun oknum-oknum yang melanggar hal tersebut harus dihukum dengan berat sesuai dengan Undang-Undang untuk memberikan efek jera dan peringatan bahwa kekerasan, penyiksaan dan pembunuhan itu tidak dibenarkan dengan alasan apapun!

Dari kejadian yang telah berlalu, dapat diketahui bahwa suasana demo di negara ini belum masuk ke dalam kategori demo yang baik dan benar. Kekerasan masih merajalela dimana-mana dengan dalih melawan tindakan anarkis, padahal sejatinya tidak ada alasan yang bisa membenarkan aksi represifitas itu sendiri. Pihak pemerintah wajib memberikan respon yang baik serta pihak keamanan harus mengatur jalannya demo dengan baik pula, tanpa kekerasan, tanpa provokasi, sehingga demokrasi berjalan dengan baik dan benar. Negara Indonesia adalah negara demokrasi, demo akan terus terjadi selama negara ini berdiri tapi di harapkan kedepannya demokrasi tidak akan pernah memakan korban jiwa lagi seperti ini. (*)