Heni Hidayatun Ni’mah, Tempat Bekerja: MA Ihyaul Ulum Wedarijaksa Alamat: Pati Jawa Tengah Lentera24.com - Bayangk an jika Indonesia adalah...
Lentera24.com - Bayangkan jika Indonesia adalah sebuah rumah besar bernama “Tanah Air”. Rumah ini memiliki lebih dari 270 juta penghuni dengan latar belakang, kebutuhan, dan impian yang berbeda-beda. Agar rumah ini kokoh berdiri, adil, dan nyaman untuk semua, diperlukan seorang arsitek keuangan yang tahu bagaimana menata setiap bata pembangunan dengan cermat. Itulah peran Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) bukan sekadar penjaga kas negara, melainkan pengatur napas ekonomi bangsa.
Mimpi Indonesia sesungguhnya telah tertulis jelas dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut menegakkan ketertiban dunia. Tapi mimpi itu takkan pernah terwujud tanpa kemampuan mengelola sumber daya dengan tepat. Di sinilah Kemenkeu hadir menjadi motor penggerak ekonomi, perancang kebijakan fiskal, sekaligus pengendali arah pembangunan nasional.
Fondasi yang Kokoh: Menjaga Stabilitas di Tengah Ketidakpastian Dunia
Sejarah mencatat, pandemi Covid-19 menjadi ujian besar bagi ekonomi global. Banyak negara terguncang pertumbuhan minus, inflasi melonjak, pengangguran meroket. Namun Indonesia berhasil melewati masa-masa sulit itu dengan kepala tegak. Rahasianya? Manajemen fiskal yang hati-hati, adaptif, dan berpihak pada rakyat.
Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap stabil di kisaran 5,05%, bahkan saat negara-negara lain masih berjuang melawan inflasi. Defisit APBN berhasil ditekan hingga 1,65% terhadap PDB, jauh di bawah batas aman 3%. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki “rem dan gas” fiskal yang bekerja seimbang hasil kerja teliti Kemenkeu dalam menjaga agar ekonomi tetap tumbuh tanpa menambah beban utang yang berlebihan.
Di bawah arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kemenkeu juga melanjutkan reformasi perpajakan besar-besaran melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuannya jelas: memperluas basis pajak agar yang kaya membayar lebih sesuai kemampuan, sementara UMKM dan masyarakat kecil mendapat ruang untuk berkembang. Kini, pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp. 500 juta per tahun bahkan dibebaskan dari pajak penghasilan bukti nyata bahwa pajak bisa menjadi alat pemerataan, bukan tekanan. Utang negara pun dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Kemenkeu menerbitkan instrumen seperti Green Sukuk dan Sukuk Ritel yang tidak hanya mendanai proyek hijau, tetapi juga memberi kesempatan masyarakat ikut serta membiayai pembangunan nasional. Data menunjukkan, total utang pemerintah pada 2024 setara dengan 38,1% dari PDB, masih di bawah batas aman internasional 60%. Artinya, utang digunakan secara produktif, bukan konsumtif.
APBN: Dari Angka Menjadi Nyata untuk Rakyat
Bagi sebagian orang, APBN hanyalah deretan angka dan tabel. Namun, di balik angka-angka itu ada wajah-wajah rakyat yang tersenyum karena hidup mereka berubah. Kemenkeu memastikan setiap rupiah yang keluar dari kas negara membawa manfaat nyata.
Membangun dari Pinggiran
Salah satu prioritas besar adalah pemerataan pembangunan. Melalui APBN, pemerintah membangun 2.200 kilometer jalan tol, 30 bandara baru, dan 42 bendungan dalam satu dekade terakhir. Program Tol Laut menghubungkan pulau-pulau terpencil, menurunkan harga barang hingga 30% di wilayah timur Indonesia. Ini bukti konkret bagaimana uang negara bekerja untuk menghapus ketimpangan.
Di Papua, misalnya, pembangunan Jalan Trans-Papua sepanjang lebih dari 3.400 kilometer membuka akses ekonomi baru bagi masyarakat yang selama ini terisolasi. Dari sudut pandang fiskal, ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan strategi untuk membangun keadilan sosial.
Pendidikan dan Kesehatan: Investasi Jangka Panjang
Kemenkeu menyalurkan 20% dari total APBN untuk pendidikan angka yang sangat besar. Dana itu hadir dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan beasiswa LPDP yang telah mengirim lebih dari 39 ribu mahasiswa belajar di universitas terbaik dunia.
Sementara itu, sektor kesehatan memperoleh alokasi sekitar 10% dari APBN, dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjangkau lebih dari 96 juta rakyat miskin. Ketika pandemi melanda, Kemenkeu pula yang memastikan anggaran vaksin, APD, dan insentif tenaga kesehatan tersedia tepat waktu. Tanpa manajemen fiskal yang cepat dan fleksibel, jutaan nyawa mungkin tak terselamatkan.
Perlindungan Sosial: Jaring Pengaman di Saat Sulit
Kemenkeu juga menjadi benteng pertama dalam menghadapi kemiskinan. Program seperti Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjangkau lebih dari 10 juta keluarga penerima manfaat. Di tengah krisis global, bansos ini bukan hanya bantuan sementara, tapi juga investasi sosial yang menjaga daya beli dan ketahanan masyarakat.
Inovasi dan Digitalisasi: Mengubah Birokrasi Menjadi Aksi
Di era digital, kecepatan adalah kunci. Kemenkeu tak ingin tertinggal. Berbagai inovasi digital diluncurkan agar pelayanan publik lebih mudah, transparan, dan efisien. Melalui e-Filing, e-Billing, dan e-Form, pelaporan pajak kini bisa dilakukan dari rumah dalam hitungan menit. Sistem digital ini juga menutup celah korupsi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Tak berhenti di sana, Kemenkeu meluncurkan portal “APBN Kita”, yang memungkinkan masyarakat memantau penggunaan anggaran negara secara real-time. Langkah ini memperkuat akuntabilitas publik dan membangun kepercayaan warga terhadap negara. Digitalisasi juga diterapkan dalam penyaluran bansos lewat kartu elektronik, sehingga bantuan sampai tepat sasaran tanpa “potongan di jalan”.
Transformasi ini membuat Kemenkeu diakui sebagai salah satu kementerian paling transparan di Asia Tenggara. Indonesia bahkan menerima penghargaan Open Budget Index (OBI) dengan skor 75 pada 2023, menandakan tingkat keterbukaan anggaran yang tinggi di mata dunia.
Tantangan Masa Depan dan Harapan Baru
Meski banyak capaian, jalan ke depan tak sepenuhnya mulus. Ketergantungan pada sumber daya alam, tekanan subsidi energi, dan potensi kebocoran pajak dari ekonomi digital menjadi tantangan besar. Selain itu, dunia kini menuntut transisi energi hijau yang membutuhkan pembiayaan besar dan cerdas.
Namun, Kemenkeu tidak berhenti berinovasi. Melalui Climate Budget Tagging dan penerbitan Green Bonds, Indonesia menjadi salah satu negara berkembang pertama yang menyalurkan dana publik untuk proyek hijau. Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim.
Sri Mulyani kerap mengingatkan, “Setiap rupiah dari rakyat adalah amanah.” Kalimat sederhana ini menggambarkan filosofi besar di balik seluruh kebijakan fiskal Indonesia: keuangan negara bukan sekadar soal neraca, tetapi tentang moral dan tanggung jawab.
Penutup: Mewujudkan Mimpi, Selangkah Demi Selangkah
Pada akhirnya, kerja Kementerian Keuangan bukan hanya tentang mengatur angka di spreadsheet, tetapi tentang menghadirkan perubahan di kehidupan nyata. Dari setiap jembatan yang menghubungkan desa terpencil, dari setiap anak yang bisa bersekolah karena beasiswa, hingga setiap keluarga miskin yang terbantu bansos semuanya berawal dari keputusan fiskal yang bijak.
Kemenkeu bukan sekadar lembaga teknokratis, melainkan penjaga mimpi Indonesia. Mimpi tentang negeri yang berdaulat secara ekonomi, adil dalam kesejahteraan, dan sejahtera untuk semua. Dengan integritas, inovasi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, Kemenkeu membuktikan bahwa membangun negara tidak hanya butuh uang tetapi juga kejujuran, keberanian, dan cinta pada tanah air.
Karena pada akhirnya, di setiap rupiah yang dikelola dengan amanah, tersimpan satu harapan: bahwa mimpi Indonesia bukan sekadar kata dalam pembukaan konstitusi, melainkan kenyataan yang terus diperjuangkan hari demi hari, generasi demi generasi.(*)

