Lentera24.com | ACEH TAMIANG - Indonesia kembali memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) pada 5 November 2025. Di berbagai...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG - Indonesia kembali memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) pada 5 November 2025. Di berbagai daerah, kampanye pelestarian lingkungan bergema, namun di Aceh terdapat pesan mendalam yang menjadi pengingat bagi generasi hari ini: Simbol Flora dan Fauna daerah perlahan menghilang dari kehidupan masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Sayed Mahdi, SP, M.Si, MMA, Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Tamiang. Ia menyoroti mulai pudarnya eksistensi Bungong Jeumpa dan Cempala Kuneng, flora dan fauna identitas Provinsi Aceh yang ditetapkan melalui SK Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989.
“Bungong Jeumpa bukan lagi sekadar bunga. Ia simbol keanggunan, kekuatan karakter perempuan Aceh, dan kehormatan budaya kita. Namun kini, generasi muda lebih mengenal lavender, tulip, hingga cherry blossom daripada bunga daerah mereka sendiri,” ungkap Yedie, sapaan akrab Sayed Mahdi.
Dahulu, Bungong Jeumpa — yang dikenal harum dengan warna putih kekuningan — mudah ditemui di halaman rumah dan pekarangan desa. Kini, keberadaannya tergantikan tanaman hias modern dan dekorasi plastik tanpa makna budaya.
Fenomena serupa juga terjadi pada Cempala Kuneng (Trichixos pyrropygus), burung kuning kecokelatan khas Aceh yang dulu ramai di sawah dan rawa pedesaan. Perubahan bentang alam, konversi hutan, hingga hilangnya habitat menjadi penyebab menurunnya populasi burung endemik ini.
“Dulu, suara dan kehadiran Cempala Kuneng menjadi penanda keseimbangan alam Aceh. Ketika burung ini hilang, itu bukan hanya kehilangan satwa, tetapi kehilangan ruh lingkungan dan budaya kita,” tambah Yedie
Menurutnya, hilangnya dua ikon Aceh ini bukan sekadar isu ekologi, tetapi bagian dari krisis identitas budaya. Lagu “Bungong Jeumpa” dan “Cempa Kuneng” mungkin masih dinyanyikan, namun banyak anak muda tidak lagi mengenal wujud asli flora dan fauna tersebut.
Ajakan Revitalisasi Identitas Ekologi Aceh
Yedie menyampaikan, momentum HCPSN harus menjadi titik balik untuk mengembalikan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan hayati daerah.
Ia mengusulkan beberapa langkah konkret:
Ia mengusulkan beberapa langkah konkret:
Penanaman Bungong Jeumpa di kantor pemerintahan, sekolah, dan ruang publik
Integrasi materi flora-fauna lokal dalam kurikulum muatan lokal
Festival dan lomba bertema Jeumpa dan Cempala Kuneng bagi pelajar
Revitalisasi lagu daerah dan kampanye edukatif di media
Revitalisasi lagu daerah dan kampanye edukatif di media
Penataan taman kota sebagai pusat konservasi dan edukasi
“Kita tidak ingin anak-anak Aceh mengenal Jeumpa dan Cempala Kuneng hanya dari internet, museum, atau sampul buku pelajaran. Mereka harus melihat, memegang, dan mencintainya secara nyata,” tegas Yedie.
Menjaga Warisan untuk Generasi Mendatang
Ia menutup dengan pesan bahwa pelestarian bukan hanya upaya pemerintah, tetapi kewajiban kolektif masyarakat Aceh.
“Jika Bungong Jeumpa tak lagi mekar dan Cempala Kuneng tak lagi terbang, itu bukan hanya tanda alam yang sakit, tapi pertanda kita kehilangan jati diri sebagai orang Aceh. Mari menanam, merawat, dan menghidupkan kembali simbol-simbol warisan leluhur kita.”
Dalam suasana peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, seruan ini menjadi pengingat agar Aceh tidak hanya bangga dengan narasi sejarah, tetapi juga menjaga dan merawat simbol yang menjadi bagian jiwa Tanah Rencong.(*)
