Marthinus Mone Kaka, Program Studi: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pamulang, ...
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
Lentera24.com - Terdapat hubungan yang erat antara hukum internasional dengan masyarakat internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa untuk menyakini adanya hukum internasional maka harus ada pula masyarakat internasional sebagai landasan sosiologis. Pada bagian lain dikemukakan juga bahwa, Hukum Internasional dalam arti luas, termasuk hukum bangsa-bangsa, maka sejarah hukum internasional itu telah berusia tua. Akan tetapi bila hukum internasional diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur hubungan antar negara, maka sejarah hukum internasional itu baru berusia ratusan tahun... (Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes; 2003: 25).
Pendapat serupa juga dikemukakan olej J.G. Starke bahwa pengungkapan sejarah sistem hukum internasional harus dimulai dari masa paling awal, karena justru pada periode kuno kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar masyarakat internasional berupa adat istiadat. Traktat, kekebalan duta besar, peraturan perang ditemukan sebelum lahirnya agama Kristen di India dan Mesir Kuno. Di Cina kuno ditemukan aturan penyelesaian melalui arbitras dan mediasi. Demikian juga di Yunani kuno dan Romawi kuno. Sedangkan sistem hukum internasional merupakan suatu produk dari empat ratus tahun terakhir ini. Pada mulanya berupa adat istiadat dan praktek-praktek negara Eropa moderen dalam hubungan dan komunikasi antar mereka dan adanya bukti-bukti pengaruh dari para ahli hukum pada abad ke enam belas, tujuh belas dan delapan belas. Lagi pula hukum internasional masih diwarnai oleh konsep-konsep kedaulatan nasional, kedaulatan teritorial, konsep kesamaan penuh dan kemerdekaan negara-negara yang meskipun memperoleh kekuatan dari teori-teori politik yang mendasari sistem ketatanegaraan Eropa moderen juga dianut oleh negara-negara non Eropa yang baru muncul. (Starke, J.G.; 2001: 8)
Dengan demikian sejarah hukum internasional sama tuanya dengan adanya masyarakat internasional meskipun dalam taraf tradisional yang berbeda dengan masyarakat internasional dalam arti moderen.
Dengan mengunakan kedua pendekatan di atas, sejarah perkembangan hukum internasional dalam pembahasan ini akan dimulai pada masa klasik, yaitu masa India kuno, Mesir kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno; kemudian pada masa abad pertengahan yaitu abad 15 dan 16; Masa Hukum Internasional Moderen, yaitu pada abad 17, abad 18, abad 19, abad ke 20 dan hingga dewasa ini.
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan sejarah. Bahan-bahan pustaka yang dipergunakan adalah ketentuan hukum internasional yang termuat dalam perjanjian internasional (traktat, konvensi), buku-buku hukum internasional dan praktek pengadilan internasional. Dari bahan-bahan tersebut kemudian diolah dan dianalisa secara deskriftif analitis. Sehubungan dengan pengunaan metode sejarah ini, Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar menyatakan bahwa Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman sejarah. Melalui pendekatan sejarah ini, tidak sekedar proses evolusi perkembangan hukum internasional dapat diruntut secara faktual kronologis, melaikan juga seberapa jauh kontribusi setiap zaman bagi perkembangan hukum internasional (Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar; 2006: 29).
Hukum Internasional Klasik
1. India Kuno
Pada masa India kuno terdapat kaidah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku bangsa, dan antar raja. Adat yang mengatur hubungan antar raja disebut sebagai desa dharma, sedangkan yang memuat tentang hukum kerajaan adalah gautama sutra dan undang-undang manu. Hukum yang mengatur hubungan antar raja pada saat itu tidak bisa dikatakan sebagai hukum internasional. Hal itu dikarenakan saat itu belum adanya pemisahan antara agama, soal-soal kemasyarakatan, dan negara. Tetapi, pada saat itu sudah terdapat tulisan-tulisan yang menunjukkan adanya berbagai ketentuan yang mengatur hubungan antar raja atau kerajaan.
2. Cina Kuno
Pada masa ini, Cina memperkenalkan nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran bagi kelompok-kelompok tertentu (berkuasa). Tidak banyak perkembangan yang terjadi dimasa ini. Namun, pembentukan sistem kekuasaan Cina pada masa itu bersifat regional tributary state yaitu sistem hubungan luar negeri yang digunakan oleh kekaisaran Cina dengan tujuan utamanya adalah mencapai kekuasaan dan ekonomi.
3. Yunani Kuno
Pada masa ini, sudah terdapat hukum intermunicipal yaitu kaidah kaidah kebiasaan yang berlaku dalam hubungan antar negara kota (mengenai utusan), pernyataan perang, dan perbudakan tawanan perang. Kaidah intermunicipal ini sangat dipengaruhi oleh agama, sehingga pada masa ini tidak ada pemisahan yang tegas antara hukum, moral, keadilan, dan juga agama. Selain itu, pada masa ini telah dikenal adanya ketentuan perwasitan dan wakil dagang (konsul). Di masa ini, konsep hukum alam menjadi sumbangan yang penting bagi hukum internasional dan konsep ini kemudian dikembangkan lagi oleh orang-orang Romawi.
4. Romawi Kuno
Pada masa Romawi kuno, terdapat perbedaan antara Ius Naturale (hukum alam) dan Ius Gentium (hukum masyarakat). Ius Gentium merupakan hukum yang berasal dari sub Ius Naturale. Pengertian Ius Gentium hanya bisa dikaitkan dengan dunia manusia sedangkan Ius
Naturale meliputi seluruh fenomena alam. Pada masa kekuasaan
Romawi ini, hukum internasional tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hal itu dikarenakan adanya Imperium Romawi Suci, yang mana hal itu menyebabkan suatu bangsa yang merdeka tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu, dikarenakan adanya struktur masyarakat eropa barat yang sifatnya feodal yang mana telah melekat pada hierarki otoritas yang menghambat munculnya negara-negara merdeka. Oleh karena itu, tidak diperlukan adanya hukum yang mengatur hubungan antar bangsa-bangsa.
Hukum Internasional Abad Pertengahan
Pada abad ke-15 dan 16
Pada masa abad pertengahan atau yang biasa disebut dengan masa kegelapan, hukum alam telah mengalami kemajuan kembali melalui transformasi gereja. Sistem masyarakat eropa pada saat itu terdiri dari beberapa negara berdaulat yang bersifat feodal dan tahta suci. Dimasa ini, hukum internasional tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hal itu dikarenakan adanya pengaruh besar dari ajaran gereja. Namun, negara-negara yang berada diluar jangkauan gereja, seperti Perancis, Inggris, Portugal, dan lain sebagainya memunculkan benih-benih dari perkembangan hukum internasional. Traktat-traktat yang dibuat oleh negara-negara tersebut bersifat mengatur peperangan, perdamaian, gencatan senjata, serta persekutuan. Pada akhir abad pertengahan, hukum internasional akhirnya digunakan di dalam isu-isu politik, pertahanan, dan militer.
Selanjutnya, di abad ke-15 dan 16 terjadi penemuan baru yaitu adanya masa pencerahan dan reformasi yang mana hal tersebut merupakan revolusi keagamaan yang telah mengakhiri belenggu politik dan rohani di eropa serta menggoyahkan fundamental umat kristen pada abad pertengahan. Dengan adanya hal itu, para ahli hukum di abad tersebut mulai memperhitungkan evolusi masyarakat negara-negara merdeka dan memikirkan tentang berbagai persoalan hukum bangsa-bangsa.
Peran Hukum Internasional Dalam Penyelesaian Konflik Antar Negara
Pada dasarnya, hukum internasional dibentuk karena adanya kesadaran masyarakat internasional akan perlunya interaksi dan hubungan dengan masyarakat internasional di negara lain . Adanya hubungan internasional ini bisa disebabkan karena adanya beberapa faktor, yaitu faktor pendidikan, ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain sebagainya yang didasari oleh kepentingan masing-masing negara.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka hukum internasional berperan atau digunakan sebagai fasilitator dari adanya hubungan-hubungan tersebut tetapi, kepentingan dari masing-masing negara tersebut tidak selamanya berjalan lancar karena pasti ada saja kepentingan yang bertabrakan dengan kepentingan dari negara lain, yang mana hal tersebut bisa saja menciptakan konflik yang berujung pada pelanggaran terhadap kewajiban internasional.
Jika misalnya konflik kepentingan tersebut terus berlanjut, maka tentu saja akan menimbulkan sengketa diantara negara yang sedang bertikai. Oleh karena itu, hukum internasional memiliki peran dalam menyelesaikan sengketa antarnegara melalui pengadilan internasional. Namun sebelum lanjut mengenai pengadilan internasional, perlu diketahui bahwa hukum internasional memiliki sumber-sumber hukumnya sendiri. Menurut Dewa Gede Sudika Mangku, hukum internasional memiliki dua sumber hukum yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum material. (*)
REFRENSI
Arsensius. “Sejarah Perkembangan Hukum Internasional Dari Masa Klasik Hingga Masa Moderen,” 2009. https://www.neliti.com/id/publications/211894/sejarah perkembangan-hukum-internasional-dari-masa-klasik-hingga-masa-moderen .
George, Mary. W.; The Elements of Library Research: What Every Student Needs to Know. Princeton: Princeton University Press, 2008.
Ghoyatuna, Allahu. “Definisi Tributary System,” 2011. https://gigihuzaman.wordpress.com/2011/07/23/definisi-tributary-system/.
Kurniawan, Aris. “Pengertian Hukum Internasional – Perbedaan, Bentuk, Istilah, Asas, Sumber, Sejarah, Para Ahli,” 2022. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-hukum-internasional/ .
Mangku, Dewa Gede Sudika. Pengantar Hukum Internasional. Lakeisha, 2020. ebooks.google.com.
Rahmat, Aziz. “Peran Hukum Internasional Dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara,” 2018. https://psbhfhunila.org/2018/11/22/peran-hukum internasional-dalam-penyelesaian-sengketa-antarnegara/.
Kusumaatmaja, Mochtar, dan Agoes, Etty R. (2003). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit Alumni.
Starke, J.G. (2001). Pengantar Hukum Internasional (Alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja). Jakarta: Sinar Grafika.
Tontowi, Jawahir, dan Iskandar, Pranoto. (2006). Hukum Internasional Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.