Ade Gusman Mahasiswa semester 3 Pascasarjana Teknik Lingkungan Universitas Andalas Lentera24.com - Menurut WHO, polusi udara telah menjadi ...
Lentera24.com - Menurut WHO, polusi udara telah menjadi salah satu aspek yang berdampak signifikan terhadap Kesehatan dengan tujuh juta kematian dini setiap tahunnya. Selain itu, hal ini juga berdampak pada sektor ekonomi akibat biaya medis yang perlu dikeluarkan. Banyak kota-kota besar di Indonesia yang memiliki kualitas udara yang buruk.
Berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) pada bulan agustus 2025 kota Jakarta berada pada urutan 10 untuk daerah dengan kualitas udara yang buruk di Dunia dengan nilai 146 sedangkan nilai yang dianggap normal adalah kecil dari 100. Tidak dapat dipungkiri bahwa tingginya emisi dari kendaraan dan industri di perkotaan adalah faktor utama dari kondisi ini dan diperburuk oleh rendahnya curah hujan saat musim kemarau serta pembakaran lahan terbuka.
Dalam upaya pengendalian polusi udara dibutuhkan penelitian yang mendetail terhadap kualitas udara itu sendiri. Studi pemantauan nasional yang kompleks dibutuhkan untuk mengintegrasikan data. Penelitian bio monitoring sangat berkembang saat ini. Selain bisa memberikan penilaian kualitatif dan kuantitatif skala besar dan jangka Panjang, studi ini hemat biaya sehingga keterbatasan finansial tidaklah menjadi kendala.
Masih terbatasnya data tentang konsentrasi sejumlah besar polutan di udara dapat diatasi dengan studi bio monitoring. Sebuah studi di Rumania telah menunjukkan manfaat besar dari studi bio monitoring dalam memantau kandungan tujuh logam berat di udara yaitu Aluminium (Al), Krom (Cr), Kobalt (Co), Tembaga/ Copper (Cu), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Zink (Zn).
Adanya kandungan logam berat di udara tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan namun, tidak terpantau secara rutin serta belum memiliki nilai standar yang ditetapkan. Studi ini dilakukan pada stasiun pemantauan kualitas udara di 410 lokasi pasif dan 142 lokasi aktif yang tersebar di daerah urban, industri, pedesaan dan lalu lintas.
Kombinasi metode bio monitoring pasif dan aktif telah dilakukan dalam studi ini yang mana bio monitoring pasif menggunakan sampel dari daun jarum 32 spesies pohon yang tersebar di suatu daerah dan diamati selama 4 bulan. Sedangkan biomoniring aktif menggunakan kantong lumut yang belum tercemar lalgu ditempelkan pada suatu spesies yang tersebar di suatu daerah selama 4 sampai 7 bulan dan dilakukan Analisis pada lumut tersebut sebelum dan sesudah terpapar polutan. Metode ini kemungkinan memiliki presisi yang rendah dan belum terstandardisasi namun, jumlah sampel yang besar dapat mengimbangi keterbatasan ini.
Selanjutnya analisis logam berat dilakukan menggunakan Inductively Coupled Plasma Mass spectrophotometry (ICP-MS) dan pemetaan polutan dilakukan menggunakan sistem Biomonro. Hasilnya ditemukan kadar Zn (38%) pada bio monitoring aktif dan Cr (18,9%) pada bio monitoring pasif sebagai polutan yang paling banyak terkandung di udara yang kualitasnya buruk. Metode kantong lumut pada bio monitoring aktif memiliki kemapuan menyerap polutan yang lebih tinggi dibanding daun jarum pada bio monitoring pasif.
Selain itu, bio monitoring aktif bisa membedakan derajat polutan antar wilayah seperti antara wilayah pedesaan dengan wilayah lalu lintas padat. Dengan demikian, pada studi ini disimpulkan bahwa bio monitoring aktif lebih baik digunakan pada pemantauan polutan karena lebih andal, sensitivitas yang tinggi, lebih terstandardisasi dan mampu memetakan polutan antar wilayah. Namun kombinasi kedua metode juga sangat menguntungkan dan dapat memberikan hasil yang lebih komplementer karena bio monitoring pasif relatif lebih mudah, murah dan dapat digunakan jangka panjang, mengingat pemantauan kualitas udara yang ada saat ini masih memiliki keterbatasan parameter, akurasi dan jenis polutan, maka studi ini dapat menjadi solusi di Indonesia yang memiliki keterbatasan anggaran dalam pengadaan alat pemantauan kualitas udara real time. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian untuk kantong lumut dan pohon yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan penelitian di Rumania.
Bio monitoring dinilai bisa melengkapi alat monitoring kualitas udara yang dimiliki oleh kota-kota besar untuk melakukan kontrol terhadap polutan dan kebijakan terhadap polutan yang spesifik sesuai dengan sistem bio monitoring yang ada. Bahkan untuk kota yang belum memiliki alat pemantauan kualitas udara, metode bio monitoring dapat menjadi solusi yang tepat.
Perkembangan industri di Indonesia yang beragam berpotensi menyebarkan polutan ke lingkungan dapat diantisipasi dengan sistem bio monitoring ini. Jika tanaman dan lumut dapat dibudidayakan di beberapa lokasi yang sudah diidentifikasi secara spesifik terhadap polutan tertentu, maka dapat ditanam disekitar lingkungan skala RT/RW/Kelurahan untuk memastikan kualitas udara ambien di lingkungan tersebut dapat dikontrol dengan baik.(*).